Keracunan

147 25 5
                                    

Aisy terbangun tepat pukul tiga pagi, seperti bisa ia melaksanakan salat malam. Ia juga tidak lupa mengirimkan pesan untuk Salma, mengingatkan untuk tetap menjalankan kebiasaan yang mereka kerjakan saat sedang bersama.

Kebiasaan Aisy setelah melaksanakan salat tahajjud, ia tidak akan tidur. Memilih berdzikir dan murojaah sampai waktu subuh tiba dan akan bersiap pergi ke klinik. Namun sebelum itu, ia akan menyiapkan sarapan untuknya dan Salma.

Sama seperti saat ini, Aisy tetap menyiapkan sarapan dan bekal untuk Salma. Ia yakin akan bertemu Salma di klinik nanti. Dengan penuh semangat Aish berangkat ke klinik yang tidak jauh dari rumah dinasnya.

"Kak Salma!" teriak Aisy tatkala ia melihat Salma berjalan bersama Sisil.

Aish baru saja sampai dan harus mengejar Salma yang sama sekali tidak berhenti saat ia panggil.

"Kak, tunggu—" ujar Aisy berhenti di depan Salma dan Sisil.

"Ada apa? Cepat katakan. Aku tidak banyak waktu untuk meladenimu," cetus Salma seenak hati.

Aisy tersenyum tipis, ia menyerahkan bekal yang dibawanya untuk Salma. "Aku hanya ingin memberikan ini, Kak."

"Aku sudah sarapan." Salma pergi tanpa menghiraukan Aisy yang masih menyodorkan bekal untuknya.

Air mata Aisy kembali keluar, usahanya untuk memperbaiki keadaan nyatanya semakin membuat hatinya sakit. Salma benar-benar sudah berubah. Aisy mengusap air matanya dan memasukkan bekal yang ia bawa ke dalam tasnya.

Aisy melangkah menuju ruang praktiknya, berharap hari ini keberkahan dan kebahagiaan berpihak padanya.

**

"Tolong!" teriak Hafiz panik.

Ia sedang menggendong salah satu muridnya yang megeluh pusing dan tiba-tiba pingsan. Hafiz panik, takut terjadi sesuatu pada muridnya. Alhasil ia membawanya ke klinik untuk mendapatkan pertolongan.

"Tolong—tolong murid saya," ujar Hafiz saat Aisy menghampirinya.

Aisy mengangguk, "Mari ke ruangan saya. Kita periksa apa yang sebenarnya terjadi."

Aisy mengarahkan Hafiz untuk membaringkan muridnya. Dengan cekatan Aisy memeriksa keadaan murid laki-laki yang lemah tak berdaya saat dibawa ke klinik.

Aisy melambaikan tangannya ketika melihat murid Hafiz sudah sadarkan diri. "Masih pusing?" tanya Aish mencoba berkomunikasi.

"Masih," jawabnya lirih.

"Adik habis makan apa?"

"Sosis depan sekolah."

Aisy mengangguk dan mengusap kepala anak didik Hafiz lalu berkata, "Istirahat, ya. Nanti Kakak kasih obat supaya cepat sembuh."

"Iya,"

Aisy menghampiri Hafiz, ingin menjelaskan apa yang sebenarya terjadi. "Dari gejala yang sudah saya tanyakan tadi, murid Kak Hafiz mengalmi keracunan makanan yang kemungkinan sudah kadaluarsa,"

"Tapi tidak harus dibawa ke rumah sakit kan, Ai?" tanya Hafiz panik.

"InsyaAllah tidak, nanti saya akan kasih obat pereda mual dan sakit kepala. Tapi kalau misalnya masih terasa sakit atau malah tambah parah, saya sarankan untuk ke dokter." Aisy menyerhkan obat yang sudah diambilnya.

"Terima kasih,"

"Sama-sama. Semoga lekas sembuh," ujar Aisy tersenyum.

Perlu diingat jika tugas bidan tidak hanya membantu persalinan, namun juga membantu mengobati orang sakit. Salah satunya keracunan makanan. Tapi, jika tidak kunjung baik tetap akan disarankan untuk ke dokter.

**

Salma merebahkan badannya, lelah sekali rasanya. Seharian ia melayani pasien dengan keluhan masing-masing. Ada juga yang imunisasi, belum lagi keluhan sakit yang dirsakan orang lanjut usia.

Sungguh Salma lelah jika setiap hari begini, belum lagi menghadapi Aisy jika sudah pulang nanti. Entah mengapa ia merasa malas jika harinya harus dilalui bersama Aisy.

"Kak Salma sudah pulang dari tadi?" tanya Aisy yang sudah berdiri di depan pintu kamar Salma.

Salma memutar bola matanya malas, "Sudah,"

"Maafin Aisy ya, Kak." Aisy kembali memohon dengan menangkupkan kedua tangannya.

"Tidak usah dibahas. Pergi dari sini atau aku akan kembali marah!" kesal Salma mengusir Aisy.

"Tapi, Kak—"

"Pergi atau kamu ingin aku pergi lagi!" bentak Salma mengancam Aisy.

Aisy mengangguk dan berbalik meninggalkan Salma, sesuai apa kemauan kakaknya. Entah harus dengan cara apalagi ia meminta maaf. Hidupnya benar-benar seperti sendiri. Aisy hanya bisa menangis meratapi nasibnya.

**

Terima kasih❤️

SisterlillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang