Deja vu

44 5 1
                                    

________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

________________________________________

𝑲𝒆𝒕𝒊𝒌𝒂 𝒔𝒆𝒃𝒖𝒂𝒉 𝒅𝒆𝒏𝒅𝒂𝒎 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒘𝒂 𝒌𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒎𝒂𝒔𝒂 𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒍𝒊

_________________________________________

.
.

-----------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-----------

-----------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.



Sehun pov



Aku, seorang anak pindahan, saat ini sedang dikerumuni siswa-siswi di kelas ku sendiri.



Sekolah baruku bisa dibilang cukup membatasi penerimaan murid, sehingga hampir tidak pernah ada kasus mutasi seperti diriku yang sekarang ini.



Mereka, anak-anak sekolah ini, semuanya berasal dari keluarga ternama dan terdidik khusus untuk menjalin relasi kelas atas. Karena lingkup pertemanan yang cukup kecil, orang-orang baru sepertiku dengan mudah menjadi pusat perhatian.



Pertanyaan-pertanyaan dilempar satu demi satu, membuatku sedikit lelah. Menjadi bagian dari sekolah baru ini ternyata sulit juga.



Termasuk dirimu, mencuri-curi pandang ke arahku. Aneh, sepertinya aku merasa kenal denganmu, tapi tak dapat kuperkirakan siapa.



Dirimu yang kembali mencuri pandang membuat kita saling bertatap-tatapan, ku tebak pasti kau sedang merasa malu, sedikit rona merah muda terpampang di wajahmu itu.



Tanpa sadar aku merasa malu juga, walau tidak saling kenal.



“Hallo, anak baru. Perkenalkan, aku ketua kelas disini. Jika kau merasa kesulitan untuk mengenal daerah sekolah ini, aku bisa membantu.” Ucapmu dengan senyum ramah setelah menepuk-nepuk pipi sebelumnya, aku pun ikut tersenyum karenanya.



“Terima kasih sudah memperhatikan saya. Jika memang ketua kelas memiliki waktu dan juga tidak direpotkan, saya harap ketua kelas bisa menemani saya.” Orang ramai di kelas saling berdesak-desakan karena penasaran.



“Baiklah, ayok sekarang aja. Kau tidak suka kerumunan kan?” Dirimu dengan semangat mengajukan hal tersebut, membuat siswa lain merasa kecewa.



“Pertanyaan lainnya dilanjut saat istirahat selanjutnya ya kawan-kawan! Kami jalan-jalan dulu!”



Engkau dengan riang meninggalkan kelas dan berjalan menuju ruang guru untuk meminta izin. Karena buku dan silabus untukku akan diantarkan kemari saat pulang sekolah nanti, kami diizinkan untuk berjalan-jalan di dalam area sekolah sampai jam makan siang saja.



Orientasi sekolah yang biasanya dilakukan guru, dilakukan oleh seorang murid, membuat kami sedikit canggung dan lebih banyak tersenyap.



Lalu sampailah kita di atap sekolah, tempat paling menyimpan banyak kesan untukku di sekolah lamaku.



“Waktu itu juga seperti ini kan?” Kau memulai pembicaraan, tapi aku tidak mengerti.



“Aku juga seorang anak pindahan pada waktu itu, dan kau juga yang mengajakku untuk berkeliling sekolah.” Lanjutmu.



Aku terdiam, tidak berani menatap. Aku teringat kejadian dua tahun lalu, yang membuatku harus pindah dari sekolah lamaku.



“Kau mau tau sesuatu, aku bahkan sampai harus operasi plastik sebanyak 4 kali loh, karena kau dan geng sok kuatmu itu menyirami wajahku dengan air keras, terima kasih banyak, aku jadi lebih cantik karenanya.”



Sial, detak jantungku tidak dapat dikontrol. Rasa takut mulai membludak keluar karena di sekolah ini aku tidak memiliki siapa-siapa.



“Bagaimana? Apa kau berencana menjadi perundung disini juga?” Karena kesal dengan sarkasmu, ku angkat wajahku.



Saat itu, kau mengeluarkan senyum mengerikan, yang bahkan orang sepertiku tidak pernah lakukan. Wajah yang memerah dan juga nafas yang terengah-engah, membuat bulu kudukku naik, merinding parah.



“Hah... Ayahku terlalu baik untuk membiarkan pecundang sepertimu tetap hidup. Bagaimana keadaan di penjara anak? Enak?”



Perasaan menyesal mengisi kekalutan dalam hatiku. Aku tidak mungkin meminta orang tua ku untuk pindah sekolah karena mereka tidak mau dikecewakan untuk kedua kalinya, aku bisa diusir.



“Omong-omong, selamat datang di sekolah kami. Tempat yang akan menjadi neraka bagimu.” Seringai keluar setelah kalimat terlontar. Sepertinya lebih baik untukku bunuh diri sehabis ini.


.
.
.
.
.



FINALE

FINALE

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
 𝕍𝕖𝕣𝕫𝕒𝕞𝕖𝕝𝕚𝕟𝕘 𝕍𝕖𝕣𝕙𝕒𝕝𝕖𝕟🌹Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang