"Kakak om pedo ya ?"tanya Bulan dengan mata memicing.
Devino mengernyit. Tidak mengalihkan pandangannya dari jalan. "KAKAK CABUUUUL !!!" teriak Bulan.
Devino memberhentikan mobilnya di saat lampu merah menyala. Ia melihat ke arah sampingnya. Devino mematung. Matanya terkunci di ukiran wajah cewek bernama Bulan tersebut. Pahatannya sama persis. Mata, hidung, mulut, dan rambut nya sama. Devino beralih melihat name tag di baju sebelah kiri cewek tersebut.
Kasha Bulan Ardinia. -batin Devino.
Bulan mengikuti sorot mata Devino. Mata Bulan membulat lalu cepat cepat ia menyilangkan tangan nya di dada. Pandangan Devino beralih ke depan. Ia masih terpaku dengan mata lurus ke depan.
"Tuh kan kakak liat liat. Kata undah kalau ada orang yang makai serba hitam, berarti itu penculik. Bu..."
"Tolong tenang. Saya hanya membantu anda dan anda membantu saya. Buang pikiran kotor itu." potong Devino karena tidak tahan mendengar ocehan gadis di sampingnya.
Devino dengan memakai jaket Bomber warna hitam, masker dan topi warna hitam membuat ia seperti penculik di mata Bulan.
"B-bantu apa ? Kakak tadi gak minta tolong." kata Bulan dengan semakin memojokkan dirinya di antara sudut kursi dan pintu.
"Sebutin alamatnya." ucap Devino tanpa mau menjawab pertanyaan Bulan dan menjalankan mobilnya.
"Gak tau, yang tau pak Bonbon." ucap Bulan dengan wajah tertunduk, matanya melirik ke arah Devino. Devino mengernyit. Bagaimana bisa ada orang normal yang tidak tau alamat rumah. Devino memberhentikan mobilnya di pinggir jalan. Ia menoleh ke arah Bulan. Bulan langsung mengalihkan matanya ke arah sepatunya.
"Cepat sebutkan alamatnya. Saya buru buru." ucap Devino.
"Gak tauuu !!!" ucap Bulan sedikit kesal dan nada sedikit meninggi.
Devino melihat Bulan dari atas sampai bawah. "Anda normal. Jangan menjadikan alasan tersebut agar anda bisa berlama-lama disini."
"Iiihhh di bilangin gak tau ! Tanya pak Bonbon. Pak Bonbon tau semua alamat rumah !" ucap Bulan dan mengerucutkan bibirnya sambil memainkan jarinya.
Devino menyandarkan tubuhnya, memejamkan matanya dan membuang nafas jengah. Ia meneguk salivanya. Devino kemudian menegapkan tubuhnya dan menghadap ke arah Bulan. "Sini hp nya." Bulan menggeleng.
"Kakak mau mencurikan ?" tanya Bulan dengan kedua alis naik.
"Saya tidak kekurangan harta. Telfon itu si Bonbon." ucap Devino.
Bulan menggeleng. "Gak ada pulsa."
"WhatsApp ?"
Bulan menggeleng kembali. "Pak Bonbon gak punya WhatsApp."
"Hubungin siapapun yang bisa di hubungi."
Lagi lagi Bulan menggeleng. "Gak ada pulsa dan paket."
Devino kembali menyenderkan tubuhnya sambil memijit dahinya dan memejamkan mata. Kemana lagi ia harus membawa anak orang.
"K-kak." panggil Bulan setelah ada keheningan beberapa saat di antara mereka. Devino tidak merubah posisinya, ia hanya membuka matanya dan melirik ke arah Bulan.
"Majuin mobilnya ya, dekat kedai di depan. Mau beli anu." ucap Bulan sedikit tidak enak.
Devino mengerti apa yang Bulan inginkan. Ia memajukan mobilnya lalu berhenti tepat di sebelah kedai yang Bulan tunjukkan. Bulan melihat sebentar isi dalam warung tersebut untuk memastikan apa benda tersebut ada di dalam atau tidak. Matanya berbinar saat melihat sesuatu yang ia cari.
KAMU SEDANG MEMBACA
BANDUNG 02.00 PM
Teen FictionDEVINO 2 ! "Banyak janji yang tidak saya tepati, tapi untuk bersamamu hidup semati, itu pasti !" "Bab kisah cinta remaja di Bandung tidak hanya diisi oleh nama Dilan dan Milea saja, saya pastikan nama kita juga tertulis di sana." ⚠️ Mohon maaf apab...