BANDUNG 4.

436 28 4
                                    

Bulan yang tidak mendapatkan balasan pun melambaikan tangannya. Cewek tersebut bangkit dari duduknya. Menatap Bulan dengan tatapan tidak percaya sekaligus bingung. Bulan yang notabe nya lebih pendek dari sepupunya ini mendongakkan kepalanya dan sedikit memundurkan badannya.

"Kok lo hidup lagi ?" Semua orang yang berada di sana bangkit setelah mendengar pertanyaan cewek tersebut.

"Kapan Bulan meninggal ?" tanya Bulan dengan dahi mengernyit.

"Riana maksud kamu apa ?!" tanya Dirga dengan nada tegas.

Riana melihat sekilas ke arah Dirga. "Dia Anisha dad, dia udah meninggal." kata cewek yang bernama Riana tersebut.

"Aku Kasha bukan Anisha." kata Bulan sambil memainkan jari tangannya dan terus menatap Riana.

"Mungkin kebetulan mirip, kamu duduk dulu. Dia ngajak kenalan sama kamu baik baik loh." ucap Dirga.

Cewek dengan dahi mengernyit itu menatap Bulan dari atas sampai bawah. Setiap inci tubuh cewek yang di hadapannya ini sama persis, hanya tingginya saja yang berbeda. Memastikan bahwa yang ia lihat sekarang itu adalah benar benar Anisha bukan Kasha. Matanya masih sehat dan dia tidak gila. Ini benar benar Anisha. Ia yakin.

Bulan kembali mengulurkan tangannya. Cewek tersebut langsung duduk tanpa membalas uluran tangan Bulan.

"Riana Ardita." ucap cewek bernama Riana tersebut ketus tanpa melihat Bulan.

Bulan hanya mengangguk. Ia duduk di samping Riana dan memperhatikan wajah Riana dari samping. Sedangkan Riana terus saja membuang muka dengan wajah badmood nya.

"Aku titip Riana ya Git. Gak tau lagi mau aku letak dimana dia. Untungnya aku kenal sama kamu." kata Wila.

"Mom bawa aja aku ke Belanda daripada di titipin kek gini." ucap Riana.

"Ah kamu kemarin ribut banget minta pindah ke sini biar bisa sekolah di sini, sekarang minta ke Belanda lagi. Susah ngurus sekolah di sana. Mama gak mau. Ribet." Riana hanya menghela nafas dan memutar bola matanya.

"Jadi nantik perusahaan disini siapa yang ngurus ?" tanya Gita sambil meminum tehnya.

"Ada anak buah dari Belanda yang bersedia saya pindahkan ke sini. Jadi, gak perlu repot-repot lah cari yang lain." jawab Dirga sambil meletakkan cangkir tehnya. Gita hanya mengangguk.

Wila melihat jam tangannya. "Pesawat kami tiga jam lagi. Kami pamit ya."

"Oh iya iya silahkan." Mereka semua berdiri dan berjalan keluar untuk mengantar Dirga dan Wila sampai pintu gerbang.

Setelah mobil yang di tumpangi Dirga dan Wila sudah tidak terlihat lagi, Bulan, Riana dan Gita masuk ke dalam rumah. Gita menyuruh Riana untuk tidur di kamar Bulan saja. Kebetulan kamar dan kasur Bulan cukup luas untuk mereka berdua. Setelah Riana menyetujui itu, Gita berpamitan untuk ke kamarnya, meninggalkan Bulan dan Riana di ruang tamu.

"Biar Bulan bantuin bawain kopernya ya. Bawaannya banyak banget. Nantik kamu susah naik tangganya." ucap Bulan menawarkan bantuan.

"Oke. Bagus deh kalau gitu. Jangan sampai ada yang jatuh. Ini barang mahal semua." Riana berjalan meninggalkan Bulan dengan hanya membawa tas selempang kecilnya. Sedangkan Bulan ia tinggalkan dengan tumpukkan barang miliknya.

Bulan melihat sekelilingnya. Barang Riana sangat banyak dan besar besar dan juga yang pastinya sangat berat. Tapi, Bulan tidak keberatan untuk membantu nya. Hitung hitung untuk olahraga.

Tuk...

"Huft." Bulan bernafas lega setelah koper keempat yang paling besar milik Riana yang sangat berat sudah sampai di kamar. Ia mengelap keringat nya lalu duduk di tepi ranjangnya.

BANDUNG 02.00 PM  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang