BANDUNG 7.

344 22 0
                                    

Jangan lupakan bahwa hari ini adalah libur. Ketika Devino membuka pintu, bau alkohol serta muntah langsung menggelitik hidungnya yang berbalut masker. Keadaan basecamp yang berantakan dan tissu yang memenuhi tempat sampah. Mungkin baunya berasal dari situ. Devino masuk di sambut dengan teman temannya yang berserakan di lantai, padahal ada sofa agar badan mereka tidak sakit sakit.

Sky menggeliat akibat cahaya yang berasal dari pintu langsung mengenai matanya. Tapi, setelah memalingkan wajahnya, ia kembali tertidur. Devino berjalan di antar mereka untuk duduk di sofa. Sebelum itu ia meletakkan dua kantong kresek di atas meja. Ia menghempaskan pantatnya di sofa lalu memijat pangkal hidungnya.

Devino mengambil ponselnya. Mulai membuka semua media sosial Bulan yang kemarin ia minta. Ia tidak memarahi Bulan semalam. Devino hanya memendam emosinya. Tidak tega melihat Bulan yang terus menunduk dan sesekali melirik. Bulan tau Devino marah. Terlihat dari cara Devino memegang stir kemudi yang begitu erat hingga urat di tangannya terlihat begitu jelas. Sebagai ganti dari marahnya, ia memilih untuk meminta semua password media sosial Bulan. Bulan yang tidak mempermasalahkan karena Gloria dan Anggi juga memegang media sosialnya walaupun cuman Instagram, hanya nurut saja.

Devino mulai membuka satu per satu. Hanya Instagram, Twitter, dan telegram yang Devino pegang karena hanya itu yang bisa ia masuki. Untuk WhatsApp tidak mungkin Devino memegangnya, tetapi ia akan mengeceknya ketika bertemu dengan Bulan. Ia membaca satu persatu DM yang masuk. Devino sempat berpikir, kenapa Bulan tiba tiba tidak mengenali teman temannya yang dulu. Beberapa chat dari teman SMP nya masuk dan ia malah menanyakan mereka siapa. Padahal terlihat jelas di atas pesan pesan tersebut, Bulan sangat akrab dengan mereka.

"Eung. . . Hueekk !!" Devino melirik ke sumber suara.

"Hu. . . Hueeekk !!!" Johan duduk untuk menetralkan rasa mualnya.

"Bangunin yang lain, sarapan ada di meja," ucap Devino.

Johan beranjak lalu memukul temannya satu persatu untuk membangunkan mereka. Sembari menunggu temannya yang pergi entah kemana, ia menekan kontak Bulan dan menelponnya.

Euumm... Hallo ?

Devino tersenyum tipis mendengar suara baru bangun tidur Bulan. "Masih tidur ?"

Ini siapa ? Bulan dengan mata yang berat tidak melihat nama orang yang menelponnya. Ini masih jam 6.30 pagi, di hari libur waktu tidurnya masih ada tiga jam lagi.

"Pacar," jawab Devino. Di sebrang sana, Bulan mengernyit. Ia menjauhkan ponsel dari telinganya lalu melihat nama orang yang menelponnya.

"Masih tidur ?" tanya Devino sekali lagi.

"Ini bangun karena kakak nelpon,"

"Wake up. Kita sarapan,"

"Undah belum masak jam segini, sarapannya di jam tujuh,"

"Saya yang buatkan,"

"Lo berisik banget si ! Gue keganggu. Keluar Sono kalau nelfon,"

Devino menjauhkan ponselnya ketika mengenali suara tersebut. Itu suara Riana. Berarti Riana tinggal serumah dengan Bulan ? Ada hubungan apa mereka ? Apa mereka. . . Tidak mungkin ! Devino membuang jauh jauh pemikiran yang tidak masuk akal menurutnya itu.

"Huum... Maaf,"

Devino mengernyit. Bulan meminta maaf ? Suara Bulan sangat kecil. Bahkan Devino sudah menambah volume suara ponselnya dan sedikit lebih menekan ponsel ke telinganya. Dan itu pasti benar benar tidak menggangu orang yang benar benar tertidur.

BANDUNG 02.00 PM  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang