BANDUNG 8.

321 18 1
                                    

Bulan melihat jam yang ada di mobil Devino. Sudah hampir jam 12 siang. Ia hanya izin untuk sarapan.

"Kakak, habis dari apartemen kakak, Bulan pulang ya. Bulan cuman izin buat sarapan aja sama undah tadi," ucap Bulan sambil memperhatikan Devino dari samping yang tengah fokus menyetir.

"Kita balik ke supermarket lagi," ucap Devino tanpa melirik Bulan.

Bulan mengernyit. "Kenapa balik lagi ?"

"Balikin barang belanjaannya,"

Bulan menegapkan tubuhnya. "Kenapa di balikin ? Gak boleh di balikin, tadi ada tulisannya di kasir,"

"Jadi itu cuman untuk di pajang di kulkas saya ?"

"Untuk di masak biar bisa di makan,"

Devino menoleh sebentar ke arah Bulan. "Saya tidak bisa masak,"

Bulan menyenderkan kembali tubuhnya. "Kakak bisa sewa pembantu kan ?"

Devino menepikan mobilnya dan menatap tajam ke arah Bulan. "Anda mengizinkan ada cewek lain yang tinggal bersama saya ?"

Bulan gelagapan. Ia bingung dengan Devino. Bukan kah itu hak dia untuk memilih ? Tapi, kenapa nada bicara nya seperti marah ? Menurut Bulan, ia merasa tidak salah bicara.

"I--itu kan terserah kakak," ucap Bulan.

Devino mengusap kasar wajahnya. Jika pacarnya seperti ini, sama saja ia seperti berteman biasa dengan anak SD. Bulan tidak mengerti pacaran. Di satu sisi Devino senang jika Bulan tidak pernah pacaran, tetapi di satu sisi jika Bulan tidak mengerti apa itu pacar dan tidak tau bahwa Devino adalah pasangan nya, Bulan pasti tidak tau batasan untuk menjaga perasaannya.

Devino melirik Bulan yang hanya menunduk. "Anda tidak tau mengenai pacaran ?"

Bulan melihat ke arah Devino dan menggeleng kecil. "Tapi, Anggi tau."

"Mengenai sepasang kekasih ?"

Bulan melihat ke depan. "Dari yang Bulan tangkep dari novel, sepasang kekasih itu satu cewek dan satu cowok yang saling mencintai dan hidup bersama hingga tua. Keduanya saling takut kehilangan,"

"Hanya itu ?" tanya Devino. Tatapan Devino mulai melunak.

Bulan mengernyitkan dahinya. "Keduanya saling menjaga perasaan pasangan agar tidak marah dan berpisah. Yang mereka jaga itu seperti rasa sayang, cinta dan kepercayaan. Keduanya tidak boleh memiliki perasaan yang sama dengan orang lain,"

"Batasan batasan agar pasangan nya tidak marah, tau ?" Bulan mengangguk.

"Apa yang membuat mereka bersatu dan hidup bersama hingga tua ?" Devino tampak senang karena Bulan tampaknya sudah mengerti. Hanya saja, belum pernah mempraktekkan nya.

Bulan melihat ke langit. "Rasa saling suka, saling sayang, dan saling cinta."

"Ketiganya sudah ada di hati kamu untuk saya ?" Bulan terdiam dengan kedua matanya yang terkunci di tatapan Devino yang sangat dalam. Bulan bingung. Seperti ada sesuatu di hatinya yang belum pernah ia rasakan, tapi ia sulit untuk mendeskripsikan nya. Tapi, ketika rasa itu ia rasakan, nama Rangga yang muncul di benaknya.

Bulan tidak bisa menjawab. Mendadak lidahnya terasa kelu. Ia hanya menggelengkan pelan kepalanya, bahkan seperti ragu. Devino kecewa itu pasti. Hanya ia yang masih memiliki ketiga itu. Sedangkan Bulan belum atau mungkin ketiga itu untuk orang lain ? Devino mendekatkan tubuh Bulan kepadanya lalu memeluknya dan mengusap kepala Bulan.

Ada satu lagi Bulan, takdir. Ini yang menentukan. Membuat ketiga itu ada di hati kamu itu mudah, merubah takdir yang sulit dan itu yang menjadi ketakutan saya. - batin Devino.

BANDUNG 02.00 PM  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang