carina

97 75 38
                                    

Di malam hari, dari balik jendela, aku selalu melihat gadis berbalut jaket tebal dan beanie merah muda di kepalanya melewati jalan depan rumah. Awalnya aku tak tahu dia akan kemana, hingga satu waktu aku menemukannya di kafe sekitar enam meter dari rumah, seorang diri dengan secangkir hot matcha green tea latte di hadapannya.

Entah keberanian dari mana di satu waktu kala melihatnya kembali, aku mencoba menyapa.

“Hai,” sapaku dengan lambaian tangan. Lantas dia menatapku dengan netra cokelat terangnya dan setitik lengkungan berbentuk bulan sabit tercetak di bibir mungil nan tipisnya.

Sedetik kemudian, dia menundukkan kepala, menatap lamat cangkir di hadapannya. Seperti menghindari netraku yang terus mengamatnya.

“Aku bukan orang jahat kok,” kataku kemudian diselingi kekehan. “Apa kau memang begitu jika ada orang yang mendekatimu?”

Dia menggeleng.

“Aku selalu melihatmu lewat depan rumah. Aku penasaran, hingga menemukanmu di sini,” jelasku tanpa kebohongan.

Dia hanya mengangkat kepalanya dan sedikit tersenyum, membuat dekik di pipinya tampak. Terlihat manis.

“Hampir dua minggu ini aku melihatmu,” lanjutku, lalu mengambil posisi duduk di depannya, dengan meja sebagai pembatas.

“Iya.”

Akhirnya dia mengeluarkan sepatah kata.

“Yang kau lakukan hanya duduk dan menikmati secangkir matcha green tea latte?”

“Tidak juga,” jawabnya singkat. Suaranya terdengar lembut namun renyah.

“Lalu?”

“Kau benar-benar ingin tahu?”

Aku mengangguk sembari memperbaiki posisi syal di leherku. Oh iya, sekarang sudah memasuki musim dingin. Jangan heran jika aku—bahkan orang-orang di sekitar mengenakan pakaian musim dingin yang mereka punya, termasuk gadis di hadapanku ini.

“Aku mencari tempat baru untuk otakku berpikir tenang tentang hal yang ingin aku ceritakan nanti.”

“Oh ya? Memangnya kau ingin menceritakan apa? Dan kepada siapa kau akan bercerita?” tanyaku runtut. Dasar mulutku! Dia tidak bisa diam jika ada hal yang membuat penasaran.

“Apapun ingin aku ceritakan. Namun, orang yang biasa mendengarkan ceritaku tak ada lagi di sini. Dia bermigrasi ke negara lain.” Dari nada bicaranya nampak sekali kesedihan yang dirasakannya.

“Kasihan sekali kau. Kalau begitu, bagaimana jika aku menjadi pengganti orang yang sering mendengarkan ceritamu itu?”

Dia menatapku intens. “Kau yakin?”

Jam tujuh malam aku sudah di kafe dekat rumahku. Seminggu terakhir ini aku menjadi pendengar cerita seorang gadis dengan jaket tebal dan beanie merah muda yang aku kenal seminggu lalu. Ternyata namanya Carina.

Sekitar tiga puluh menit menunggu, dia tak juga menampakkan batang hidungnya. Itu terjadi selama empat hari berturut. Sampai akhirnya seorang pria paruh baya mendekatiku dan memberikan sebuah amplop cokelat. Setelah mengatakan terima kasih, tanpa basa-basi aku membukanya.

Jantungku seakan berhenti berdetak sepersekian detik setelah membaca secarik surat itu. Tak pernah disangka bahwa surat yang kubaca dari seorang Carina. Gadis yang selalu menampakkan binar wajahnya kala bercerita hal apapun padaku.

Dear, Rigel :

Maafkan aku yang mungkin membuatmu menunggu untuk mendengarkan cerita-cerita dariku. Maaf karena mungkin aku tak bisa lagi bertemu bahkan menceritakan semua hal yang masih tersimpan di benakku padamu.
Mungkin bisa, di lain waktu, walau itu terlihat sangat mustahil.

Oh iya, aku lupa memberitahukan satu hal ini padamu. Aku memiliki penyakit, jantung bawaan. Kata dokter, umurku tak akan lama. Tapi itu tak membuatku takut.
Namun, tempo hari kala aku check up rutin, dokter bilang kondisi jantungku memburuk dan aku sempat drop. Itu membuatku kembali dirawat di rumah sakit setelah sekian lama.

Seketika aku teringat kau. Bagaimana jika aku meninggal esok—atau bahkan hari ini? Dan aku belum berpamitan denganmu. Aku tiba-tiba membayangkan raut bingungmu yang mencari keberadaanku. "Dimana gadis ber-beanie merah muda itu?"

Daripada terus kepikiran, aku membuat surat ini. Jika kau tak menerima surat apapun, maka ucapkanlah syukur. Kau akan kembali mendengarkan cerita-cerita dariku. Namun jika sebaliknya, maafkan aku. Saat kau membaca surat ini, aku sudah dijemput oleh Tuhan.

Seribu maaf aku ucapkan.

Tenang, jika kau rindu padaku, lihat dan pantau saja angkasa di atas.
Kadang kala aku ada di sana.
Karena aku adalah Carina.

Carina

✿✿✿

* CARINA : rasi bintang di belahan selatan yang merupakan bagian dari rasi lama Argo Navis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

* CARINA : rasi bintang di belahan selatan yang merupakan bagian dari rasi lama Argo Navis. Di dalam rasi ini terdapat Canopus—bintang tercerah kedua di langit malam. Di Italia, Carina artinya perempuan tercinta atau tersayang.

.
.

hillow hillow!

apa kabar?
semoga kabar baik:)

satu kata untuk cerita kali ini?

hehehe, okay thank u!
tetap jaga kesehatan, ya!
see u!

memoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang