Tepukan pundakmu melepasku pergi
Sepanjang perjalanan meniti takdir rindu ini, embun wajahku tak jenuh menggantung di tulang pipi
Simpul penarik lesungnya pergi terganti, Tali itu mengkhianati diri menambat pada indah Semanggi
Pahit Gambir mengantar sampai harum Terasi
Kupandangi seluk sudut Stasiun Cirebon,
mencari jejak bayangan seorang pemuda kecil di sana
yang pernah melukis kisah dengan pena ilalangnya
Kutatap jendela yg basah oleh rintik hujan, terpantul bayangan penuh ketidakrelaan
yang menembus sampai mengembunkan rindu yg membuncah
Kuratapi jalaran panjang titian besi, yang bergetar menekan gusar
Seberat bayanganku yg masih tertinggal di urbana altar
Dia mengolok kepergianku dan melempar kisah sendu beribu alu
Dia, bayanganku yg berkhianat... mengutukku akan kembali ke altar urbana untuk menghapus laknat-laknat
Pahit Gambir dan Terasi menyisakan goresan takdir yang telah menjadi prasasti
Mimpi-mimpi bukan khayalan lagi, apalagi harapan sarat ambisi
Tetapi bukti akan sakti sumpah amukti
Gambir-Gubeng, 9 Februari 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Rasa
PoesíaAdalah lubang berbatas bingkai Berterusan beton Bersekat kuarsa datar atau udara saja Melewatinya, kicau burung riang merenda Menembusnya, mekar kusuma menyambung cahaya Pada bingkainya, terselip selayang rasa yang dikecap oleh karsa, jiwa, dan wase...