chapter: late in the night, the city's asleep

1.5K 330 24
                                    

Mengapa setiap kali bertemu Hesa, kejadian setelahnya sangat tidak berpihak pada Karina, ya? Perempuan itu baru saja mendapat pesan dari sopirnya bahwa ia terjebak macet akibat hujan lebat yang turun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mengapa setiap kali bertemu Hesa, kejadian setelahnya sangat tidak berpihak pada Karina, ya? Perempuan itu baru saja mendapat pesan dari sopirnya bahwa ia terjebak macet akibat hujan lebat yang turun.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, langit sudah sangat gelap, ditambah hujan yang memperparah suasana. Tidak ada lagi langit berwarna jingga atau merah jambu. Sekolah sudah sangat sepi, ojek-ojek sudah tiada, bus pun tidak memiliki jadwal untuk beroperasi di waktu sekarang.

Ia sudah sangat lelah menunggu, kursi halte basah, ia harus menunggu sambil berdiri. Karina berdoa agar hujan cepat berhenti dan ia bisa berjalan kaki untuk pulang.


Tuhan sepertinya menjawab doa Karina, namun dengan cara alternatif.








"Naik," Motor besar bewarna hitam berhenti tepat di depan Karina. Wajahnya tertutup helm hitam. Karina mencoba untuk memastikan siapa yang berada di bawah helm itu, sebelum ia melihat bahwa plat motor tersebut adalah 1510.


Oh.


Ia kenal sekali dengan pemilik plat nomor motor itu. Laki-laki yang terakhir beradu bicara dengan dirinya di perpustakaan.


Pengendara itu membuka helmnya, menunjukkan rambutnya yang sedikit basah. Pria itu benar-benar Hesa Artha Angkasa. "Sopir lo nggak akan nyampe dalam waktu kurang dari dua jam, hujan gak akan berhenti sampai tengah malem. Nanti lo sakit kalo nunggu disini, menggigil." Karina ingin sekali marah pada yang di atas, jawaban doanya tidak sesuai dengan yang ia minta. Tapi apa boleh buat? Hesa adalah satu-satunya harapan.


"Cepet naik, Karina." Hesa memberikan jaketnya. "Ini, buat nutupin paha lo."


Ugh, perilaku laki-laki yang seperti ini sangat berfungsi dalam merebut hati Karina.

Bangun, astaga, bukan waktu yang tepat untuk menjadi tidak fokus.


Karina menerima jaketnya dan mengikatnya di pinggang, kemudian sebelum ia sempat naik ke atas motor, Hesa memakaikan helm hitam berukuran lebih kecil padanya. Terhubung kontak mata disana. Hesa berhenti sebentar, larut dalam mata Karina yang sangat cantik.

Karina menggelengkan kepalanya, "Makasih." Kemudian ia naik menempati jok di belakang Hesa.


"Pegangan, jalanan lagi licin." Perlahan Karina meletakkan kedua tangannya di pundak Hesa.


"Udah,"


"Emang, lo tau rumah gue?"


"Enggak, lo arahin aja."


"Oke."


Kemudian motor besar itu bergerak membelah jalan raya dengan ditemani hujan dan langit yang gelap serta angin sepoi-sepoi.

takes two to tango | ddeungromiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang