2. Ayo keliling Sekolah?

6 3 0
                                    

.

.

.

Dibawah terik sinar matahari, semua murid berbaris di tengah lapangan. Mereka semua membawa name tag dan mengalungkan nya di leher. Tidak lupa dengan selembar kertas berwarna putih yang berisi nama nama guru yang baru saja dibagikan para osis.

"Yo, Halo, selamat pagi adek kelasku~ Kali ini kakak yang akan menyampaikan acara hari ini~"

"Sebelum itu, perkenalkan. Namaku Andreas Maximiliano. Panggil saja kak Andre."

"Jadi watashi ini mau kasih tau. Tugas kalian hari ini adalah.....MEMINTA TANDA TANGAN KEPADA SEMUA GURU DI SMP INI!" ucapnya dengan antusias.

"Kasian, yang sabar ya...Watashi juga dulu begitu okeh. Jadi silahkan mulai dengan tertib, dan jangan dorong dorongan, harus solid dong ah. Masa dorong dorongan, gak keren lu. Oke sekian terimakasih." Andre pun turun dari atas panggung.

Semua orang pun langsung menuju guru yang ingin mereka pinta tanda tangan. Padahal Kak Andre sudah meminta mereka untuk tertib. Tapi mereka sudah seperti semut yang kehilangan jenderalnya.

Lalu seseorang memegang tangannya, "Nis, ayo kita mulai juga."

"Hooh ayo, Mil."

Milan Siena Azany, teman sekelas yang sefrekuensi dengannya. Dia sama dengannya. Banyak~ sekali persamaan mereka. Dimulai dari kesukaan, gibahannya, dan bahkan masa lalu kelam seperti tidak bisa menggapai sang doi. Karena doi punya banyak mantan dan orang yang suka padanya.

Hanya saja masalalu Rannisa dan Milan agak sedikit berbeda. Ia tidak bisa menceritakan hal itu kepada Milan. Diceritakan pun pasti ia akan bedakan sedikit dengan cerita aslinya. Karena ia takut Milan akan menjauhi dirinya, atau menyalahkan dirinya. Ia sudah tau dirinya memang salah, tapi Rannisa tetap takut.

Rannisa sangat menyesal sudah melakukan hal itu. Tetapi, ia tidak bisa meminta maaf kepada dia, orang yang ia sukainya dulu.

Ia sangat bodoh kan? Bisa bisa nya ia melakukan sesuatu yang membuatnya dibenci orang yang dia sukai sendiri. Bukannya membuat ia suka dengannya, ia malah membuatnya membenci dirinya.

Miris. Minta maaf pun, aku tidak bisa. Itulah pikirnya.

Kejadian itu sudah terjadi beberapa bulan berlalu. Tapi rasanya seperti baru terjadi kemarin. Rannisa belum bisa melupakannya.

Andai ia tidak melakukan itu, andai yang menyukai dia tidak sekejam singa, andai yang menyukai dia hanya sedikit orang, andai ia bisa kembali ke masa lalu dan berbuat hal yang berbeda. Akan kah masa depan nya akan berubah?

Tapi itu hanya perandaian nya saja. Karena manusia, belum bisa menemukan caranya kembali ke masa lalu dengan mesin ajaib seperti doraemon.

Rannisa pikir andaikan ada doraemon, tapi itu tidak mungkin yah.

...

Mereka berdua sudah mendapatkan sebagian tanda tangannya dan hanya sisa beberapa.

Tapi mereka tidak tau mereka guru yang mana dan biasanya berada dimana guru itu. Mungkin mereka harus mencari tahu dari temen sekelasnya yang lain.

Ketika akan menuju ke kelas untuk mengambil uang untuk jajan istirahat, Rannisa dan Milan kebetulan melihat Daffa, Fano dan Nathan berada dikelas.

"Tanyain gak?" bisik Milan.

Rannisa pun menatap Milan.

"Iya tanyain yok" jawab Rannisa.

Setelah mengambil uang mereka masing-masing, mereka mendekati ketiga cowok yang sedang menghabiskan jajanan nya.

"Kamu Daffa?" tanya Rannisa.

"Iya, lu siapa?" tanya Daffa.

"Aku Rannisa, dan dia Milan. Kita mau tanya klo tanda tangan Pak Hesa sama Bu Joana kalian udah?" tanya Rannisa.

"Oh, bentar" ucap Daffa. Dia pun membuka kantong nya dan mengeluarkan selembar kertas.

"Pak Hesa sama Bu Joana kan? Kita udah tadi" ucap Fano setelah melihat Daffa yang pusing karena mencari nama kedua guru itu.

"Ah, lalu ada di-"

"Mereka tadi ada di kantin sama guru yang lainnya. Kalian bisa kesana sambil jajan" ujar Fano menyela Rannisa.

"Oh, o-oke. Makasih fano" Rannisa pun tersenyum.

Fano terdiam. Dia masih terus menatap Rannisa. Lalu setelah ia sadar ia menatap ke arah lain.

"Ya" jawab Fano dengan singkat.

Rannisa dan Milan pun pergi. Mata fano mengikuti Rannisa sampai ia benar benar menghilang dibalik pintu.

"Wes makasih, no. Gue lupa tadi awokwowk" ujar Daffa.

"Yoi bro. No problem." Fano pun melanjutkan makan nya sambil melamun.

"Rannisa ya..."

.

.

.

Bersambung♪

Follow the Flow Live (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang