Karenina - 4

101 24 3
                                    


Karenina – 4

Hai aku kembali dengan ceritaku ini. Masih sangat absurd dan pendek, tapi selamat membaca part 4 😊

Oh iya aku sangat menerima kritik/saran dan maaf kalau masih ada typo ya, see you!

✦✦✦


Gadis di depannya masih menatapnya dengan sinis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis di depannya masih menatapnya dengan sinis. Karen mendengus kecil, berusaha menahan diri agar tidak memutar bola matanya. Dasar bocah!

Mari ikuti saja mau gadis bernama Stefani ini bagaimana, "Mau gue cosplay jadi anak baik kek, jadi anime kek, apa urusannya sama lo? Lo takut tersaingi ya?" senyum jenaka terbit di bibirnya.

Stefani terlihat mengerutkan dahinya tidak suka, "Lo nggak perlu banyak tingkah, sia-sia, Bryan nggak akan minat." Wajahnya terlihat sombong dan puas.

Karen mendengus geli, "Makasih ya udah perhatian, tapi gue mau tanya, lo nggak punya kaca di rumah? Sadar nggak omongan lo tadi juga cocok buat lo?" Karen menggelengkan kepalanya prihatin, "Lebih kasihan lo sih, Bryan bahkan nggak ingat nama lo." Karen tersenyum kalem meskipun nadanya terdengar mengejek.

Wajah Stefani terlihat merah mungkin antara malu dan marah. Karakter gadis ini mirip seperti Karen, mengejar-ngejar Bryan dan juga membenci Tasya, karena itu jika bukan Karen yang mem-bully Tasya maka gadis ini yang akan melakukannya. Lalu masalah Bryan yang tidak mengetahui namanya itu memang benar, karena meskipun Stefani juga sering melakukan bully pada Tasya, Karenlah yang tetap disalahkan hingga membuat eksistensi Stefani tertutup bayang-bayang Karen. Hah, sebenarnya mereka sama-sama menyedihkan.

Karen menatap Stefani datar. "Lo bisa bilang apa yang gue lakuin sia-sia, tapi lo sendiri ngapain? Jangan munafik Stefani, lo juga menyedihkan." Ucap Karen sebelum berlalu pergi sambil menarik tangan Inka yang dikepalkan di depan wajah Stefani seakan ingin memukulnya.

✦✦✦

Kelas belum terlalu ramai, hanya beberapa orang yang ada di dalamnya. Mereka sempat memperhatikan Karen beberapa saat sebelum kembali pada urusannya masing-masing, terlihat tidak ingin mencari masalah dengan Karen karena ketahuan melihatnya terlalu lama, membuatnya tanpa sadar mengangguk-angguk puas.

Hanya satu hal yang membuat Karen jengah, Inka tidak berhenti menatapnya sejak Karen duduk di kursinya. "Lo mau ngomong apa?" tanya Karen, gemas dengan tingkah gadis pecicilan yang sayangnya adalah sahabatnya satu-satunya.

Mata Inka menyipit lucu, "Lo aneh." Katanya pelan.

Inka mengenal Karen bahkan sejak mereka belum bisa berbicara dengan benar, dia tahu betul bagaimana sikap dan karakter Karen. Namun, dia merasa tidak mengenali Karen yang ada di depannya saat ini. Selain penampilannya, sesuatu dalam diri Karen juga terasa berbeda. Meskipun bukan perubahan yang buruk, tapi dia tetap saja merasa aneh.

Karen mengangkat alisnya sebelum tersenyum kecil, "Aneh gimana?" tanyanya santai sambil memainkan ponsel pintarnya.

Inka memiringkan kepalanya, "Biasanya lo selalu marah kalau diusik. Lo selalu menyebalkan dan sering sulit buat kontrol emosi, tapi tadi lo justru kelihatan tenang nanggapin Stefani?" pernyataan blak-blakan yang terdengar seperti pertanyaan itu membuat Karen mengalihkan perhatiannya pada Inka.

"Karna gue sadar kalau sering marah bikin gue cepet tua?" jawab Karen mencoba terlihat serius, "Gue nggak rela jadi cepet tua gara-gara ngeladenin orang nggak penting." Lanjutnya sambil menyengir lucu.

Inka tidak terlihat bisa menerima jawaban Karen, wajahnya justru terlihat semakin keheranan dan ketakutan. "Jujur sama gue, lo bukan siapa? Gue yakin lo bukan Karen!" cicitnya dramatis.

Karen menghela napas pelan dan tersenyum penuh arti, "Iya bukan." Jawabnya kalem sambil mengarahkan dagu Inka ke depan karena kelas akan segera dimulai tidak mempedulikan raut wajah kebingungan Inka.

✦✦✦

Karen menoleh pada Inka yang masih sibuk dengan beragam alat tulisnya yang warna-warni, "Gue laper, ayo ke kantin." Ucapnya sambil menarik tangan Inka.

"Eh pena gue, nanti diambil Dino!" teriaknya tidak terima karena tangannya ditarik begitu saja meninggalkan pena-penanya yang belum dirapikan.

"Heh, sembarangan lo. Mana ada gue ambil pena lo!" suara Dino yang tidak terima asal dituduh menyahut.

"Gue nggak sembarang, gue tahu itu lo!" sahut Inka melotot pada Dino, teman kelasnya yang nakal dan tidak niat sekolah karena tidak pernah membawa pena ke sekolah.

Karen berdecak. "Ck, nanti gue ganti. Ayok!"

Inka yang masih melotot langsung merubah raut wajahnya menjadi sok melas, "Beneran? Beliin yang baru juga ya?" pintanya nglunjak.

Karen menatap Inka datar, "Terserahlah." Sahutnya pasrah yang disambut sukacita oleh Inka.

"Lo cari tempat duduk aja, biar gue yang beli makan." Perkataan Karen mengalihkan fokus Inka yang sejak tadi mencari-cari tempat duduk untuk mereka.

"Oh ok, gue samain aja kayak lo ya." Sahutnya semangat.

Karen mengangguk sambil berlalu ke stan penjual siomay ingin mengantri, namun rasa basah dan lengket di baju dan lengan kanannya membuatnya berhenti. Kepalanya menoleh dan menemukan seorang gadis pendek terlihat menunduk dan mengusap matanya.

"Ma-af." Gumamnya pelan hampir tidak terdengar.

Karen mengangkat alisnya sebelum menatap datar gadis di depannya dan memilih berlalu, tidak merasa peduli. Tapi tangan kecil yang menahannya membuatnya menoleh kembali.

"Maaf Karen, aku nggak sengaja." Cengkraman gadis di depannya cukup kuat dan membuat Karen heran. Karen bahkan sudah mau pergi dan tidak mempermasalahkan kesalahannya, tapi kenapa gadis ini seakan menahan Karen?

Karen ingin mengatakan sesuatu, sebelum sebuah suara membatalkannya, "Tasya, kamu kenapa?" suara bass dengan nada yang lembut.

Oh, gadis ini Tasya, si protagonis utama novel ini. Karen mengangguk-angguk tanpa sadar. Lalu suara Inka membuatnya menoleh, "Karen, lo nggak apa-apa?" tanyanya.

Karen menggeleng pelan menjawab Inka dan dia baru sadar dia menjadi pusat perhatian saat ini. Karen mendengus, dia memiliki firasat buruk.

"Lo ngapain Tasya?" Biar Karen tebak, laki-laki di depannya ini pasti Bryan.

Seorang pangeran berkuda putih untuk Tasya dan seoring malaikat maut untuk Karenina.

Seorang pangeran berkuda putih untuk Tasya dan seoring malaikat maut untuk Karenina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


✦✦✦

Kamis, 16 Desember 2021

KARENINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang