Karenina - 8

104 23 0
                                    


Karenina – 8

Hai aku kembali. Sepertinya cerita ini makin absurd, terima kasih yang masih bersedia membaca.

✦✦✦

FLASHBACK

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FLASHBACK

"Apa yang paling kamu suka dari aku?" Seorang laki-laki mencoba mencari perhatian gadis di hadapannya yang tampak sibuk.

Gadis itu, Rania, hanya mengangkat alisnya tapi tetap tidak mengalihkan perhatiannya dari buku-bukunya. Arsen sosok laki-laki tadi mendengus, tanganya dia ulurkan mengetuk-ketuk menjadi di dekat Rania.

Mata Arsen menyipit, merasa kesal tidak diacuhkan oleh kekasihnya, "Sayang, aku bosan, kamu nggak mau pergi kencan, kamu juga nggak mau menemani mengobrol? Aku sudah datang ke sini pagi-pagi, kamu nggak kasihan sama aku?" adunya dengan wajah memelas.

Rania mengangkat wajahnya, memandangi kekasihnya yang mirip sekali dengan anak anjing terlantar. Rania menggelengkan kepalanya, namun ada senyum kecil di sudut bibirnya, "Siapa yang tadi pagi merengek karena sangat bosan sendirian? Aku sudah melarang kan?" tanyanya sedikit mengejek.

Arsen menunduk sedih, seolah menyadari kesalahannya, "Aku sendirian karena kamu menolak ikut berlibur dengan keluargaku dan aku nggak mau ninggalin kamu sendiri. Astaga, kenapa kekasihku jahat sekali," gumamnya menyindir, bertolak belakang dengan sikapnya yang terus terlihat sedih dan memelas.

Rania menghela napasnya, paham betul tabiat Arsen yang kadang memang manja dan kekanakkan, "Aku suka semuanya, tapi favoritku itu matamu," Rania akhirnya tidak punya pilihan selain membagi fokusnya agar bisa meladeni Arsen sambil mengerjakan tugas-tugasnya.

Arsen mengangkat kepalanya sambil menyengir, "Mata? Memang mataku kenapa?" tanyanya bersemangat.

Rania memainkan penanya terlihat seperti berpikir sebelum menatap mata kekasihnya yang terlihat berkilau penuh semangat, "Karena mata kamumu sangat ekspresif dan itu membuatku iri awalnya. Tatapanmu selalu terlihat begitu teduh dan hangat, tatapan itu sangat jarang aku temui, sampai-sampai sekalinya bertemu membuatku jatuh cinta," Rania menatap Arsen dengan senyuman geli di wajahya. Mungkin itu akan sedikit membuatnya diam pikir Karen senang.

Ternyata memang benar, Arsen menjadi diam seutuhnya. Dia hanya diam dan sesekali mengusap rambutnya salah tingkah. Laki-laki budak cinta sepertinya mana mungkin bisa tahan dan tidak salah tingkah jika mendengar gombalan dari kekasih cantiknya.

END OF FLASHBACK

✦✦✦

Kilasan masa lalu itu membuat mata Karen meredup sedih. Mata itu berbeda namun entah kenapa memberikannya perasaan hangat yang sama.

Laki-laki yang terus di tatap oleh gadis asing itu mulai merasa tidak nyaman, "Hei, kamu nggak apa-apa?" tanyanya sambil melambaikan tanganya, karena gadis itu seperti sedang melamun.

Karen yang tersadar sedikit tersentak, melihat laki-laki di depannya sekali lagi sebelum berbalik pergi begitu saja.

Kavin, sosok laki-laki tersebut mengangkat alisnya. Netranya terus memandangi punggung Karen yang terlihat semakin mengecil, pandangannya menjadi rumit.

✦✦✦

Karen kembali ke kelasnya dengan perasaan campur aduk, "Ingat Karen, kamu ada di dunia yang berbeda dan Arsen udah pergi. Sekarang kamu bukan lagi Rania, kamu hanya perlu fokus untuk kehidupan barumu sebagai Karenina," peringatnya dalam hati.

"Karen, lo darimana? Pergi gitu aja ninggalin gue, gue nyariin lo daritadi," Inka dengan bersungut-sungut menghampirinya.

"Kenapa lo nggak gunain fungsi teknologi dengan baik dan benar? Lo bisa tinggal telfon dan beres, lo tau di mana gue," jawabnya, hanya mulutnya saja yang bergerak tidak dengan posisinya yang sedari tadi menutup mata sambil menyederkan kepalanya di tembok

"Eh, iya ya? Kenapa bego banget gue," kata Inka bingung karena menyusahkan dirinya sendiri.

"Emang," sahut Karen yang disambut delikan Inka.

✦✦✦

"Non Karen sudah pulang?" sambut Arum yang entah sejak kapan sudah ada di depan Karen.

Karen mengangkat alisnya, "Bibi nggak liat aku udah di dalam rumah, pertanyaan bibi nggak penting," dengusnya.

Arum mengepalkan tangannya, mencoba untuk menahan emosinya yang sayangnya terlihat jelas di mata Karen, "Non, bisa aja. Bibi dengar Non Karen tadi di sekolah berantem sama Den Bryan ya? Non, kalau bibi boleh kasih saran, mendingan Non minta maaf aja sama Den Bryan," ocehnya sambil mengikuti langkah kaki Karen.

Karen memutar bola matanya, "Bibi tahu darimana aku berantem sama Bryan? Aku nggak pernah kasih tahu bibi," tanyanya curiga.

"Eh? Oh itu Non, itu Bibi di telfon, iya ditelfon sama Den Bryan. Den Bryan sedih soalnya Non marah. Menurut bibi, Non Karen Cuma salah paham," kata Arum membuat alasan yang sayangnya terdengar bodoh di mata Karen.

Karen tersenyum kecil, "Sejak kapan Bibi dekat sama Bryan? Lagipula apa hak bibi nyuruh aku buat minta maaf buat Bryan? Kalau bibi nggak tahu apa-apa, mendingan bibi diam. Aku nggak perlu pendapat bibi, nggak penting," sahutnya pedas sambil menutup pintu kamarnya, meninggalkan Arum dengan memerah tanda marah karena merasa terhina.

"Udah mulai berani terang-terangan ya," gumam Karen sambil menyeringai.

Karen mengambil telfon pintarnya dan menelfon seseorang, "Selidiki secara lengkap tentang Arum. Saya mau secepatnya," ucapnya singkat dan langsung mematikan telfon.

"Lihat saja Arum, kamu nggak akan lagi bisa memasang wajah sombong itu lagi," katanya pelan dengan senyum sinis di sudut bibirnya.

"Lihat saja Arum, kamu nggak akan lagi bisa memasang wajah sombong itu lagi," katanya pelan dengan senyum sinis di sudut bibirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


✦✦✦

Senin, 28 Februari 2022

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KARENINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang