Tawaran

65 19 25
                                    

Hemofilia adalah sebuah kelainan darah di mana faktor pembeku darah tidak bekerja dengan baik bagi si penderitanya. Hemofilia diidap akibat faktor hereditas, pasien laki-laki akan mengalami gejala, sedangkan pasien perempuan sebagai carrier. Ada banyak metode dalam menangani penderita hemofilia tergantung dari tingkat keparahan gejala. Dimulai dari mengonsumsi obat hingga terapi transfusi darah yang berisi faktor VIII dan IX. Kedua faktor tersebut merupakan faktor-faktor yang berkontribusi dalam pembekuan darah.

Aku tidak tahu tingkat keparahan yang dimiliki Kak Adnan. Dari yang aku ketahui dari gejala yang dialaminya adalah memar dan mimisan. Mimisan pun tidak bisa dibilang ringan karena tidak berhenti dengan cepat. Kak Adnan juga berjalan dengan pelan, barang kali karena kelelahan saat itu, tetapi ada kemungkinan yang lain adalah dirinya yang berhati-hati agar tidak mengalami pendarahan pada sendinya.

Mempelajari tentang hemofilia semalaman membuatku bersyukur diberikan tubuh yang sehat, yang akan sakit jika masuk angin saja. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana sepanjang hidupku terus-terusan mengonsumsi obat, pergi ke rumah sakit untuk pengecekan, dan melakukan aktivitas yang terbatas.

Hari ini, aku melihatnya lebih pagi di depan ruang KWU ketika hendak naik ke kelas di lantai dua. Berpakaian dengan rapih, lengan bajunya yang panjang digulung hampir menyentuh siku, dan kacamatanya ia taruh di dalam saku seragam batik tersebut. Melihatnya membuatku teringat akan pembicaraan kami sebelum Kak Adnan pamit dengan panik untuk masuk ke dalam angkot.

Awalnya, aku ingin menganggap bahwa pengakuannya itu sebuah cara agar Kak Adnan bisa lebih akrab denganku, tetapi melihat kepanikannya kemarin membuatku ragu. Entah bisikan setan dari mana, aku memutuskan untuk melangkah menuju dia.

Kak Adnan yang tengah santai bersandar pada tembok, membeliak melihatku. Netra hitamnya melirik ke kanan dan kiri beberapa kali. Kacamata yang awalnya di saku kini dikenakannya.

"Eh, Hana?" ucapnya sambil menutupi hidungnya dengan kepalan tangan.

"Kak Adnan lagi apa di depan ruang KWU?"

"Oh? Nunggu teman," jawabnya, kemudian menunjuk seseorang yang sedang sibuk memilih jajanan. "Hari ini, Duta gak bawa bekal, jadi dia mau beli untuk istirahat nanti."

"Jauh banget sampai ke ruang KWU, gak ke kantin saja?"

"Sengaja, kan."

"Untuk?"

"Biar bisa ketemu kamu."

"Hah?"

"Bercanda," potongnya sambil tertawa garing.

Aku memincingkan mata, menatapnya dengan sangsi. "Oh? Berarti yang kemarin juga cuma bercanda?"

Dengan gelagapan Kak Adnan menjawab, "lho? Yang itu serius, kok, Han."

"Halah, yang tadi saja gak bisa dipertanggungjawabkan ucapannya."

"Demi Tuhan dan semesta alam yang dimiliki-Nya, yang tadi juga serius!"

Aku berdecah sambil menolehkan kepala ke kanan. Kedua tangan kulipat di depan dada. "Omongan laki-laki gak ada yang bisa dipercaya."

Teman Kak Adnan, yang bernama Duta, menepuk pundak lelaki yang kuajak debat. Memotong perselisihan yang tidak bermutu ini dan memberikan isyarat bahwa sudah saatnya mereka kembali. Pasti dia sudah menyaksikan obrolan kami dari dalam dan menilai betapa konyolnya kami.

"Yuk, Nan, balik ke kelas," ajaknya dan disanggupi oleh laki-laki berkacamata itu.

Sebelum meninggalkan aku, Kak Adnan menepuk pelan kepalaku seraya berkata, "untuk semua yang aku ungkapkan padamu, i mean it, Han. Aku harap kamu anggap serius semuanya."

Kertas Buram Penuh WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang