His Name

69 20 24
                                    


Kelas sepuluh hingga dua belas berada di gedung yang berbeda. Kelas sepuluh dan sebelas berada di dalam bagian bawah sekolah bersamaan dengan perpustakaan, ruang UKS (unit kesehatan sekolah), kantin, ruang KWU, dan lapangan. Terdapat sebuah tangga yang dapat menghubungkan menuju sebuah taman dengan dua gazebo, ruang guru, laboratairum kimia dan fisika, ruang tata usaha, dan laboratorium komputer. Secara spesifik bagian atas dan bawah sekolah tidak berarti berbeda lantai bangunan, tetapi berada di permukaan yang berbeda.

Di sisi lain, kelas dua belas memiliki gedungnya sendiri di bagian luar pusat aktivitas sekolah, seolah terisolasi. Namun, terdapat sebuah ruangan yang menghubungkan gedung kelas dua belas dan gedung kelas sepuluh. Ruangan itu sekarang digunakan sebagai gudang penyimpan tenis meja dan bangku-bangku yang sudah tidak terpakai, lalu akan terhubung menuju kantin yang ruangannya tidak seluas itu, hingga akhirnya keluar menuju bagian bawah sekolah.

Di samping kantin yang menghubungkannya dengan gedung kelas dua belas, terdapat sebuah tempat yang biasa dipakai nongkrong para siswa, termasuk siswa kelas dua belas yang kemarin aku temui di depan kantin. Yang beberapa hari lalu kupergoki dirinya memiliki memar keunguan di lengan atasnya.

Aku baru saja kembali dari masjid sekolah yang letaknya ada di depan gedung kelas dua belas, dengan jalan ini memudahkan banyak siswa kelas sepuluh dan sebelas untuk kembali ke kelasnya. Di sana, dia bersama dengan teman-temannya, bersenda gurau, totalnya ada empat orang yang bersama dia.

Mereka adalah wajah-wajah yang mudah dikenali karena, rasanya, setiap sudut sekolah dipenuhi oleh keberadaan mereka. Terlebih ketika aku sudah menyadari eksistensi siswa laki-laki berkacamata hitam itu, semakin mudah bagiku menyadari keberadaan teman-temannya yang lain.

Sama seperti kebanyakan orang, akan sangan canggung dan sungkan jika sudah berdeketan dengan kakak kelas, begitu juga aku. Sebisa mungkin ketika melewati gerombolannya, aku menundukkan kepala. Namun, salah satunya memanggil nama Sekar, jadi secara spontan aku menoleh untuk melihat siapa pemilik suara itu. Bukan, bukan milik siswa laki-laki berkacamata itu, suaranya dimiliki oleh teman satunya.

Berkat dirinya, aku jadi bisa melihat kembali wajah laki-laki itu. Sekarang pakaiannya dikenakan dengan rapih; dikancing menyisakan satu yang paling atas terbuka; seragam dimasukkan; dan dasi yang mencekik kerah atasannya. Namun, rambutnya agak berantakan yang langsung ia rapikan begitu pandangan kami saling bertabrakan. Begitu helai rambutnya sudah tertata dengan baik, senyum di wajahnya terbit, tak lupa dengan lesung pipi yang hadir di kedua sisi wajahnya.

Wow. Aku belum pernah melihat seorang laki-laki yang tersenyum manis sepertinya.

Aku dapat menyaksikan semua itu hanya sebentar untuk selanjutnya kembali melangkah menuju kelas. Sebelumnya, Sekar memintaku untuk menunggu di depan kantin karena dirinya ingin membeli sebotol air mineral. Bukan teman sebangku yang kudapati keluar dari kantin, melainkan kakak kelas berlesung pipi itu bersama dengan teman-temannya. Yang lain sudah melangkah lebih dulu, tetapi lelaki berkacamata hitam melangkah secara perlahan di belakang. Kemudian, dirinya berhenti di depanku dan menolehkan kepalanya, tersenyum begitu tipis tanpa aku tahu maksudnya apa.

Setelah melakukannya, lelaki itu mengulum bibirnya dan berlari mengejar teman-temannya. Bola mataku mengikuti kemana dirinya pergi, memperhatikannya karena dibuat keheranan dengan tingkahnya tadi. Barang kali pikirnya setidaknya kami adalah dua orang yang saling mengenal meski dari wajahnya saja. Sebagai konfirmasi, aku bahkan tidak tahu nama atau jurusannya.

Sekar pun datang dengan botol air mineral di tangan, bulir-bulir air akibat suhu dingin botol membuat tangannya basah. Perempuan ini segera merangkul bahuku dan berjalan beriringan.

"Tadi Adnan ngapain?" tanya Sekar saat kami baru menyeberangi setengah dari lapangan. Mataku menyipit karena terlalu menerima banyak cahaya dari teriknya mentari.

Kertas Buram Penuh WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang