Fire Friend

32 11 21
                                    

Cyrus berdiri sendirian di depan gerbang, tidak tahu harus berbuat apa. Claryn dan Ayaka telah bersekongkol, mencuri perhiasan Leena dengan bantuan gas pelumpuh kemudian kabur ke dalam desa. Anehnya gadis Elf itu mengejar meski tidak tahu ke mana teman-temannya pergi.

Cyrus bersandar pada batang pohon sembari menatap langit yang sebentar lagi akan gelap. Lelaki itu membuka telapak tangan ke atas, mengeluarkan kobaran api yang perlahan-lahan mulai membentuk wujud baru. Makhluk yang tidak diketahui jenisnya, hanya bola api dengan sepasang tangan mungil serta ekor memanjang ke bawah mirip hantu. Ada satu hal yang kurang dari makhluk ini, wajahnya terlihat sangat murung.

“Ignis, kau dengar aku?” panggil Cyrus. Salah satu yang membedakannya dengan ciptaan lain, sebuah nama.

Makhluk api itu menjawab, “Ya, aku dengar.”

“Tunggu, kenapa kau terlihat sedih?”

“A-apa maksudmu? Aku baik-baik saja.” Ignis tersenyum paksa.

Cyrus menyipitkan mata, sedikit curiga. “Ini bukan pertama kali, dulu kau juga begini saat datang ke Fyreville sampai akhirnya kita putar balik karena aku juga merasakan hal yang sama.”

“Sama?”

“Jeritan penyiksaan, teriakan seseorang dari dalam jurang, dan tangisan. Apa-apaan? Kenapa seolah-olah aku mendengar semua itu padahal tidak ada apa-apa?”

Ignis menciptakan kaki sendiri kemudian bertengger pada bahu Cyrus. “Jangan tanya aku, aku hanya makhluk yang isi otaknya tidak jauh beda denganmu.”

Lelaki itu memejamkan mata, mencoba untuk menenangkan diri sejenak. Namun, tiba-tiba sebotol air dingin menempel di pipi, membuatnya terperanjat. Lagi-lagi ini ulah Claryn. Tim kembali dengan membawa sebuah tas belanjaan yang berarti perhiasan Leena telah terjual. Gadis Elf itu terlihat biasa saja, malahan ia memakan roti hasil menjual perhiasannya dengan santai.

Ayaka merogoh tas kemudian memberikan dua bungkus roti kepada Cyrus. Tidak banyak yang mereka beli, hanya delapan bungkus ditambah dua botol air minum.

“Leena, tidak apa-apa, kan?” tanya Claryn, memastikan kalau gadis itu benar-benar ikhlas.

“Tidak masalah. Aku baru ingat kalau cincin itu sebenarnya barang yang aku benci.”

“Kenapa bisa begitu?”

“Aku tidak ingin menceritakannya, ini masalah perjodohan.”

Ayaka tersedak, kaget dengan ucapan Leena. Mereka sudah sangat akrab, tetapi ia tidak tahu kalau temannya ternyata punya tunangan. “Leena, ceritakan sa—”

“Tidak perlu! Yang terpenting adalah kita akan lanjut atau istirahat?” potong Cyrus sembari membuka bungkus roti. Ayaka pun langsung menggembungkan pipi karena kesal.

“Bukankah terlalu beresiko kalau bepergian malam-malam?” tanya Claryn. Ia khawatir insiden di Forest of Echoes akan terulang lagi.

Lelaki berambut putih itu menggeleng. “Justru lebih beresiko kalau kita tidak segera menghancurkan serpihan cermin ini.”

(***)

Matahari terbenam, lampu dari gerbang menyinari tim di bawah pohon. Mereka masih berpikir, tidak juga memberikan jawaban dari pertanyaan sederhana Cyrus. Padahal ia tidak ingin memaksa, jika mereka tidak mau maka tidak akan dilakukan.

Ayaka berjalan mendekatinya lalu berkata, “Kita takut gelap, ja—”

“Lebih cepat lebih baik, tapi tidak terburu-buru juga. Memangnya kau tahu di mana tempat dengan elemen terkuat?” potong Claryn. Tujuan mereka sama, tetapi ia ingin alasan yang lebih bagus untuk beristirahat.

The Fire of Eternity (MAPLE ACADEMY YEAR 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang