Sorry

71 11 6
                                    

Zeta menggigit bibirnya kuat-kuat mencoba menginisiasi rasa sakit untuk mendistraksi diri dari bulir-bulir air mata yang siap untuk tumpah ruah dari sudut-sudut bola matanya. Di sampingnya, ada Satrio yang memandangi gadis itu iba. Pria itu memindahkan sekotak tissue dari dashboard ke pangkuan Zeta dan berujar, "Nangis aja. Jelek banget muka lo pakai ditahan-tahan gitu kayak orang mau berak. Kalau lo malu, gue turun deh."

Zeta diam saja, masih menunduk memandangi motif brokat pada gaunnya yang sewarna langit cerah itu, berlawanan dengan suasana hatinya yang buruk. Bibir bawahnya terasa sakit sedari tadi ia gigit kuat demi menahan agar tak bergetar. Pandangannya kabur karena bulir-bulir air mata yang berdesak-desakan di sudut mata mendesaknya untuk meloloskan mereka.

"Gue turun." Satrio memutuskan, ia pikir barangkali Zeta butuh ruang untuk dirinya sendiri menangis dengan lepas, tapi saat ia membuka pintu mobil, ujung lengan kemejanya ditahan Zeta. Gadis itu sudah tak lagi menunduk dan malah menatap Satrio dengan pandangan yang begitu menyedihkan seraya air mata yang sedari tadi ditahan-tahannya jatuh bebas perlahan menuruni lereng pipinya yang tirus.

Satrio mengurungkan niat, menutup kembali pintu mobilnya dan menyandarkan punggung pada sandaran kursi, menatap jauh ke depan. Ke hiruk pikuk pesta dan lampu-lampu gemerlap yang berada di hadapan mereka, sebab mobilnya masih diam di parkiran tempat hajatan Ala dan Kean berlangsung. Sementara Zeta di sampingnya menangis dalam diam dengan air mata yang tumpah ruah membasahi wajahnya dan mengacaukan riasan sang puan.

"Kean tahu." Zeta yang pertama membuka suara. Satrio melirik sesaat sebelum kembali menatap ke depan.

"Gue takut, Yo. Gue ngerasa jahat sama Ala." Suara Zeta terdengar lirih. Ia terlalu kalut kini, campuran amarah, sedih, takut, dan sakit hati. Bingung memilih perasaan mana yang dominan dan mendominasi.

"If it makes you feel better, Ala juga udah gue kasih tau." Satrio berujar, berharap dengan pengakuannya, Zeta bisa sedikit lebih tenang sekarang.

"Did you guys kiss or sleep together after that?"

"Ya yang bener aja lah, gue ga seberengsek itu buat ngajak calon bini orang tidur, Zee. Lagipula, Ala doesn't have that kind of feeling for me." Satrio menurunkan sandaran kursinya sedikit untuk merilekskan tubuh, matanya terpejam walau telinganya masih awas dengan situasi sekitar. Mendengar jawaban Satrio, gadis itu yang tadinya hanya menangis dengan mengeluarkan air mata kini mulai ditambah isakan. Satrio mengernyit dalam keadaan mata masih terpejam sebelum menyadari sesuatu dan matanya terbelalak terbuka serta tubuhnya yang kembali tegak, menoleh pada Zeta yang kini pundaknya tampak naik turun karena menangis dengan begitu sedih.

"Scheiße! You guys did it?!" Tanpa sadar pria itu mengumpat dalam bahasa sehari-hari yang ia gunakan selama 6 tahun belakangan ini, menatap Zeta tak percaya. Semakin pilunya tangisan Zeta menjawab pertanyaan Satrio.

"Zee, gila! Lo serius? Sama laki orang Zee. Lo mikir apa sih?!" Satrio tidak mampu untuk tidak mencecar gadis itu. Marah dan juga kecewa melandanya. Terutama saat ia memikirkan kalau Ala telah dikhianati oleh seseorang yang berstatus suaminya kini dan juga sahabatnya. Satrio geram. Belum lagi Zeta yang duduk di sebelahnya tampak tak ada niatan untuk menjelaskan lebih lanjut.

"G-gue...gue.....hiks...hiks...." Tangisan gadis itu menghambatnya untuk meneruskan kalimat, dadanya sesak, napasnya berantakan, sama berantakan dengan isi kepalanya kini.

"Kapan?" Satrio mencecar, nadanya ketus. Tak peduli kalau Zeta tengah kesulitan bahkan untuk mengutarakan kata-kata yang tepat.

"B-bachelor party-nya Kean." Satrio yang mendengar jawaban terbata Zeta mengusap wajahnya kasar.

"Gue di situ, dan gue bahkan ga liat lo di situ--" Satrio menghentikan kalimatnya kala teringat sesuatu.

"Anjing!" Satrio mengumpat sembari memukul pinggiran setir, setelah teringat kalau pada saat acara tersebut Zeta lah yang mengantarkan Kean pulang karena Satrio yang sedikit tipsy tidak berani menyetir mobil.

2 Broken HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang