“Baiklah....
“Kemana aku harus pergi sekarang?!”
“Gweeh, aku terburu-buru pergi tanpa memikirkan tujuanku setelah ini...!” Rambut cokelat tortilla pucat itu diacak-acak dengan sedikit kasar, membuatnya semakin berantakan. “Laiqa, bantu aku, kumohon!”
“A-apa aku boleh keluar sekarang, Chwowee?”
“Laiqa, kumohon keluarlah dan bantu aku. Aku tidak tahu tujuan hidupku saat ini. Tujuan-tujuan hidupku yang dulu sudah hangus menjadi debu karena perjalanan kabur ini...,” Chlorae akhirnya duduk di bawah sebuah pohon besar yang terlihat rindang. Ia memeluk kedua lututnya dan membenamkan wajahnya disana.
Setelah berkata bahwa ia pasti akan baik-baik saja pada seluruh penghuni panti asuhan, ia merasa sedikit bersalah pada mereka dan dirinya sendiri.
Jika Chlorae bisa jujur, ia sebenarnya sangat takut. Ia memang ingin melihat dunia luar. Tetapi dengan tubuh lemahnya, ia bisa apa?
Ia memang ingin mencari Lyraia, tetapi Chlorae tidak tahu harus mencari kemana. Ia pergi tanpa membawa petunjuk sedikitpun. Lagipula, belum tentu Lyraia ingin ditemuinya. Mungkin kakaknya itu ingin hidup mandiri dan melepas semua kemewahan dan kenangannya di masa lalu. Mungkin ia ingin “terlahir kembali”.
Tidak hanya itu, Chlorae adalah seorang penakut dan gadis yang cengeng. Ia mengakui itu. Meski yatim piatu, ia tetap dimanja oleh para pengasuh di panti asuhan. Jadi jika terjadi masalah kedepannya, mungkin ia hanya akan menangis dan pasrah. Atau setidaknya berusaha berbicara kepada pelaku untuk melepaskannya—meskipun sudah pasti ia tidak akan dilepaskan.
Selama lima belas tahun, ia hanya pernah menetap di panti asuhan. Diundang untuk bermain ke mansion raksasa Lyraia dan diajak berkeliling ibukota olehnya sudah seperti keajaiban dunia kedelapan bagi Chlorae. Maka dari itu, ia tidak terlalu terbiasa dengan orang-orang yang baru ia temui.
“Aku sudah tidak tahu lagi...,” ia bergumam pelan sambil menahan air matanya. Mulai sekarang, ia harus hidup mandiri. Ia tidak boleh mudah menangis, ia harus menjadi gadis yang kuat.
Laiqa yang mendengar gumamannya, langsung keluar dari tas punggung Chlorae. Domba kecil seukuran kepalan tangan dengan bulu selembut awan putih dan tanduk melingkar di kedua sisi kepalanya. Bulunya juga sangat tebal, sampai-sampai kakinya hampir tak terlihat saking tebalnya. Ia melayang-layang bebas di udara, membuatnya semakin terlihat mirip dengan segumpal awan kecil.
Domba kecil itu mendekat ke wajah Chlorae dan menggosok-gosokkan bulu tebalnya pada rambut tortilla Chlorae. Itu adalah cara Laiqa untuk membelai Chlorae. “Tidak apa-apa, tidak apa-apa, mbeek.”
“Jika Chwowee mau, aku bisa memberikan saran, mbeek~!”
Chlorae mengangkat sedikit wajahnya. Penasaran dengan apa yang akan dikatakan “domba kurcaci”-nya. Ia berkata dengan suara serak, “Apa itu...?”
“Sebenarnya aku ingin mengatakan ini sejak dahulu, tetapi sepertinya ini akan kurang berguna saat itu. T-tetapi sekarang kau membutuhkannya! J-jadi, umm....
A-aku memang tidak terlalu kenal dengan para bintang lain, tetapi aku cukup dekat dengan Ashura, sang konstelasi Leo. Terakhir kali kami berbicara secara langsung adalah saat Sura menemukan inang barunya. Manusia yang ia pilih itu bernama Hansel Rothstein, seorang Baron dari negara Aeris. Lord Hansel dan aku juga cukup dekat. Maka dari itu, mungkin ia bisa membantumu!”
Meski terlihat samar, tetapi Laiqa tampak berbinar-binar. Mungkin ia bersemangat karena ingin bertemu dengan kawan lamanya kembali.
𓏲 ‹ 𖤐 › 𓏲
KAMU SEDANG MEMBACA
Céleste Lullaby
FantasyNamanya Chlorae, usianya lima belas tahun, baru saja "dikeluarkan" dari panti asuhannya, dan tidak memiliki tujuan hidup. Sungguh malang memang, tetapi ia terpaksa mengikuti alur yang telah dibuat oleh dewa takdir. Sungguh kejam memang, ia terus-men...