Happy Reading !!!
***
“Mantan lo tuh, Rhe,” tunjuk Trika dengan nada mengejek, membuat Rhea mendengus dan kembali menyesap jus alvukatnya tanpa sama sekali berniat menoleh ke arah yang Trika tunjuk. Lagi pula Rhea malas menatap pria berengsek yang sudah dengan bodohnya pernah ia cintai.
“Dia ke sini, Rhe!” heboh Trika, semakin membuatnya kesal. Sampai kemudian sosok yang Trika sebutkan itu mengambil duduk di depan Rhea dengan cerah tanpa dosa.
“Hai sayang,” sapanya manis seperti biasa. Anehnya kali ini tidak sama sekali membuat Rhea terpesona apalagi senang, karena yang ada, Rhea malah justru mual mendengar panggilan sayang laki-laki itu.
“Ngapain lo ke sini?” pertanyaan datar yang Rhea lontarkan sontak membuat Trika yang tengah menyesap minumannya tersedak. Sementara Tristan langsung menampilkan keterkejutannya.
“Sayang—”
“Stop call me sayang! Kita udah putus.” Tekan Rhea di akhir kalimatnya, menambah keterkejutan di wajah Tristan yang terlihat benar-benar syok mendapati nada bicara Rhea yang tidak lagi selembut biasanya. Bahkan Rhea sendiri terkejut karena bisa melakukan itu, mengingat selama ini selalu kalimat halus dengan nada lembut yang selalu meluncur dari bibirnya, meskipun hatinya berkeinginan marah sekali pun. Terlebih pada sosok Tristan yang menjadi pujaan hatinya. Namun perlu diingat bahwa itu dulu. Sekarang tidak lagi.
“No! Kita gak putus, Rhe,” laki-laki itu menggeleng.
“Lo sendiri yang semalam mutusin gue ‘kan?” dan Rhea dapat melihat kepanikan di wajah laki-laki di depannya. “Mana cewek baru lo, kok gak di ajak?”
“Soal semalam aku minta maaf. Itu cuma becanda aja, Rhe. Aku kalah main ToD, dan Arga minta aku prank kamu,”
“Lo pikir itu lucu?” menggeleng kecil, Rhea terus menatap Tristan dengan sorot datar dan dingin. Tatapan yang sebelumnya tidak pernah Rhea berikan pada siapa pun. “Kalau lo bisa anggap kata-kata lo semalam candaan. Itu artinya selama ini lo anggap hubungan kita juga gurauan. Lo anggap gue cuma mainan. Sayangnya perasaan gue gak sebecanda yang lo perkirakan. Ini hati, Tris, bukan taman hiburan. Dan kalimat lo semalam gak bisa gue anggap becandaan. Kita putus!” tekan Rhea seraya bangkit dari duduknya dan pergi dari hadapan Tristan yang terlihat benar-benar syok.
Trika yang tak kalah terkejutnya pun sama bengongnya, tapi itu tak lama sebab setelahnya Trika bangkit menyusul Rhea, namun sebelum itu lebih dulu Trika menoleh ke arah Tristan dan mengatakan, “Mampus!” sambil melayangkan senyum culasnya.
“Sumpah, Rhe, lo keren banget tadi. Si berengsek itu sampai gak kedip saking syoknya,” cerocos Trika begitu langkahnya sudah sejajar dengan Rhea yang sama sekali tak terlihat sedih. Padahal sebelumnya Trika sempat mengira bahwa sahabatnya itu akan segera menyesali kalimatnya, mengingat seberapa cintanya Rhea terhadap laki-laki berengsek bernama Tristan itu.
“Bagus deh, biar dia gak main-main lagi sama gue. Cape gue selama ini pura-pura buta.” Desahnya pelan.
“Cih, baru sadar!” cibir Trika yang kemudian membeberkan kebodohan sahabatnya yang selama ini cukup membuat Trika kesal.
Rhea selalu memaafkan apa yang Tristan lakukan. Selalu mudah percaya dengan penjelasan Tristan, dan begitu buta akan apa yang dilihatnya sendiri. Sejak lama Trika ingin menjedotkan kepala sahabatnya itu ke tembok. Syukurnya sekarang Rhea sudah lebih dulu sadar sebelum ia benar-benar membuat kepala sahabatnya benjol atau justru pecah.
“Sorry selalu mengabaikan ucapan lo,” ucap tulus Rhea, menoleh ke arah sahabatnya, lalu meraih tangan Trika dengan wajahnya yang ceria. “Makan bakso yuk, gue yang traktir. Hitung-hitung merayakan kejomloan gue,” cengirnya kemudian. Membuat Trika memutar bola mata.
“Murah banget perayaannya. Padahal ini hal yang besar,” cibir Trika. Namun tak urung menarik langkah sahabatnya menuju parkiran dan melaju dengan mobilnya menuju warung bakso langganan mereka. Tak jauh dari kampus, karena hanya dalam waktu lima belas menit dengan berkendara, mereka tiba di tempat tersebut.
Karena jam makan siang sudah lewat, warung bakso tidak begitu ramai, membuat Trika dan Rhea tidak perlu mengantre untuk mendapatkan masing-masing semangkuk bakso yang dari baunya saja sudah menggugah selera. Terlebih dengan perut lapar yang memang belum sempat mereka isi selain dengan minuman di kantin tadi. Niat hati yang hanya akan makan satu mangkuk bakso, malah justru bertambah, dan berakhir membuat perut keduanya penuh.
“Ke rumah gue deh, ya. Kerjain tugas di sana aja,” ucap Trika ketika mobil yang kembali dikendarainya sudah bergabung dengan kendaraan-kendaraan lain di jalanan aspal yang tak pernah sepi.
Rhea tak menolak karena menurutnya lebih baik di rumah Trika dari pada di rumahnya yang pasti akan ramai oleh adiknya yang selalu membawa teman-temannya. Selain itu, di rumah Trika juga ada perpustakaan yang cukup lengkp untuk membantu tugas mereka. Dan sepertinya alasan lain karena Rhea ingin kembali melihat ayah dari sahabatnya. Berharap laki-laki itu ada di rumah, mengingat selama ini ia tahu Xyan itu selalu sibuk hingga mereka tak pernah bertemu atau sekadar berpapasan.
Seperti biasa, Rhea akan mendapati rumah sahabatnya itu sepi, namun kali ini, Rhea tidak dapat menutupi rasa senangnya saat tahu sosok yang sempat diharapkannya benar-benar ada di rumah. Laki-laki itu terlihat santai dengan celana pendek selutut dan kaus polos pas badannya, meskipun sebuah tab tak lepas dari tangan dan fokus pria itu. Sampai akhirnya tatapannya beralih ketika Trika menanyakan keberadaan ayahnya.
“Kenapa kamu senang banget protes keberadaan Daddy di rumah?” gemas Xyan menatap tajam anaknya yang sama sekali tak merasa takut. Trika hanya mengedikkan bahu singkat lalu mengambil duduk di samping ayahnya, meninggalkan Rhea yang kebingungan di tengah ruang keluarga yang luas dengan furnitur yang terasa pas berada di sana.
Menyaksikan interaksi ayah dan anak di depannya, Rhea beberapa kali membuang muka saat tak sengaja bertemu tatap dengan Xyan yang tengah menanggapi celotehan anaknya. Sampai akhirnya Trika kembali bangkit dan menghampiri Rhea.
“Pizza ya, Dad. Aku sama Rhea mau ngerjain tugas di atas,” katanya sebelum menarik Rhea menuju lantai dua, dimana kamar Trika berada.
Xyan hanya menatap kepergian dua gadis beranjak dewasa itu dalam diam, sama sekali tidak menanggapi kalimat putrinya. Hingga dua sosok itu hilang dari pandangannya, namun belum juga Xyan mengalihkan tatapannya. Pikirannya penuh, bukan oleh pekerjaan, tapi oleh seorang gadis seusia anaknya, yang entah kenapa bisa malah justru terlihat menarik di matanya.
Tak ingin pikirannya semakin melantur, Xyan cepat-cepat mengalihkan pandangan kembali ke depan, lalu meraih ponselnya yang tergeletak di meja dan memesan apa yang putrinya inginkan. Setelah itu Xyan kembali fokus pada pekerjaannya, yang memang sengaja ia bawa pulang ke rumah.
Biasanya, Xyan memilih mengerjakan di kantor, tapi entah mengapa tadi dirinya malah berkeinginan cepat-cepat pulang. Siapa yang menyangka bahwa ternyata gadis itu yang dirinya harapkan. Ya, Xyan seolah memiliki insting bahwa dengan pulang cepat ia akan kembali bertemu dengan sahabat dari putrinya. Dengan gadis lugu yang sejak semalam malu-malu menatapnya. Dan saat melihat kedatangannya bersama putrinya tadi ada sesuatu yang merengsak menyenangkan, Xyan meresa lega sekaligus bahagia, namun sebisa mungkin menyembunyikannya agar tidak ketara dan membuat anaknya curiga.
Tepat ketika dirinya menyelesaikan pekerjaan, pesanan pizza yang putrinya inginkan tiba. Jika biasanya Xyan akan meminta salah satu maid untuk mengantarkan pada Trika, kini Xyan memilih membawanya sendiri, untuk alasan bisa ia karang nanti, yang penting sekarang adalah melihat sosok cantik sahabat putrinya. Rhea. Uh, rasanya pas di ucapkan oleh lidahnya. Dan sepertinya akan semakin indah saat di ucapkan sambil mendesah.
Cepat-cepat Xyan menggelengkan kepala, membuang jauh-jauh pikiran kotornya. Dan tak hentinya memaki diri sendiri yang bisa-bisanya melecehkan teman anaknya secara verbal.
“Memalukan!” makinya pada diri sendiri.
****
To be continue ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Daddy
عاطفيةPada dasarnya cinta adalah milik semua insan, tak peduli tua atau muda. Yang jelas mereka berhak memiliki rasa suka. Sama halnya dengan Rhea. Namun fakta bahwa pria yang dicintainya merupakan ayah dari sahabatnya membuat perasaan Rhea tak mudah berl...