Selamat Membaca
“Dam, lo marahan sama Rena?”
Untuk sesaat gerakan Adam yang hendak merapikan catatannya terhenti. Dia menatap Danu sekilas, sebelum memilih tidak menjawab, dan meneruskan kegiatannya. Memasukkan buku catatannya ke dalam ransel miliknya.
“Rena bilang ke gue kalau lo diamin dia. Benar?”
Adam mengembuskan napas kasar, dan menatap Danu kesal. “Jangan terlalu manjain dia, Nu,” katanya sebelum berjalan menuju pintu keluar ruang rapat, namun Danu lebih dulu menahan lengannya.
Siang ini, Danu, Adam, Gaga, dan Rena, berada di gedung Fabian group. Keempatnya adalah calon penerus semua usaha milik keluarga Fabian. Meski belum lulus kuliah, namun keempatnya sudah sangat disiapkan. Sudah ikut terlibat dalam perusahaan meski sedikit.
Ilham selaku cucu pertama telah bahagia dengan profesinya sebagai seorang dokter. Dia memimpin rumah sakit milik Fabian group bersama dengan Arlan. Sedangkan Hawa selaku cucu kedua memilih menjadi ibu rumah tangga yang fokus mengurus anak dan suaminya. Lalu, Satria dan Awan. Keduanya sedang dalam proses mengambil alih firma hukum milik Fabian group. Jadi, yang tersisa hanyalah mereka berempat. Yang diharapkan dapat meneruskan masa kejayaan keluarga Fabian.
Adam dan Danu saling berpandangan, sebelum Adam menyentak lengan saudaranya itu kasar. “Gue diperlakukan dengan sangat baik di keluarga dia, Nu. Orangtuanya sangat menerima gue, bahkan ketika gue udah melakukan kesalahan dengan menyakiti anaknya. Tapi, kenapa keluarga kita nggak bisa melakukan hal yang sama?”
Danu menghela napas pelan. “Gue tahu gimana perasaan lo, Dam. Tapi, dengan mendiamkan Rena nggak akan menyelesaikan masalah. Yang ada masalah akan lebih besar. Lo paham itu, kan?”
Adam mengembuskan napas kasar. “Gue udah terlalu diam sama Rena selama ini, Nu.” Setelahnya, lelaki itu benar-benar keluar ruang rapat begitu saja. Meninggalkan Danu yang hanya bisa menghela napas pelan, dan memijit pelipisnya pusing.
Hal ini tidak boleh sampai di telinga para orangtua. Di dalam keluarga Fabian, perselisihan antar saudara yang disebabkan oleh orang luar, selalu menjadi masalah yang cukup sensitif.
***
“Ada anak panti yang hilang.”
Safa, Bella, dan Rizky, terkejut ketika mendengar apa yang baru saja Ciko katakan. Mereka baru saja selesai kelas dan berkumpul di tempat parkir kampus.
“Hilang? Hilang gimana, sih, Cik?” tanya Safa panik.
“Dia anak baru. Dia pergi mau cari Ibunya yang udah ninggalin dia di panti. Bu panti udah melarang. Tapi, anak ini pergi diam-diam. Dari pagi sampai sore ini, dia belum pulang. Gue takut anak itu kenapa-napa,” jelas Ciko.
“Kita harus cari dia,” kata Rizky yang langsung diangguki oleh Safa dan Bella.
“Kita bagi dua gimana? Gue sama Safa. Rizky sama Bella. Kita kumpul di panti habis maghrib kalau memang anak ini belum ketemu?” usul Ciko yang kembali diangguki oleh Rizky dan Bella.
Saat kedua cowok itu tengah mengeluarkan motornya, Safa menarik tangan Bella untuk sedikit menjauh.
“Lo udah bilang Kak Danu?”
Ekspresi Bella terlihat kesal ketika Safa menyebut nama Danu. Gadis itu mengibaskan kedua tangann pelan. “Nggak usah. Gue ke mana aja bukan urusan dia.”
“Lagi marahan?”
Bella mengendikkan bahu. “Ya, gitu. Mending lo telepon Kak Adam. Minta izin supaya nggak salah paham.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Adam & Safa II
RomanceSetelah bertunangan, Safa pikir dia akan benar-benar bahagia dengan Adam. Namun, gadis itu tidak sepenuhnya benar. Dia memang bahagia. Adam memperlakunnya seperti seorang Ratu. Orangtua lelaki itu juga menerimanya. Untuk sesaat Safa sempat lupa jika...