Bab 9

12.9K 1.5K 183
                                    

Selamat Membaca










Adam berdecak pelan entah sudah untuk ke berapa kalinya. Dia dan Safa saling mendiamkan setelah kejadian kemarin malam. Gadis itu marah, dan Adam pun begitu. Safa tidak memberi kabar sama sekali. Adam pun masih gengsi untuk memulai lebih dulu.

“Dam, decakan lo ganggu gue banget,” ucap Danu yang kini tengah berada satu ruangan dengan Adam.

Mereka, Adam, Danu, Gaga, dan Rena, tengah berada di kantor perusahaan Fabian. Keempatnya benar-benar sangat dipersiapkan sebagai penerus perusahaan Fabian yang mempunyai banyak cabang di bidang-bidang tertentu. Jadi, mereka dituntut untuk bisa membagi waktu antara kuliah dan mengurus perusahaan.

“Safa marah,” ucapnya yang membuat Danu yang tengah rebahan di sofa mengalihkan pandangan ke arahnya.

“Ya, terus? Bujuk lah.”

“Gue juga marah,” kata Adam yang membuat Gaga tertawa pelan.

“Yaudah, diam-diaman aja sampai Safa dapat cowok baru,” ucap Danu yang kembali membuat Gaga tertawa.

Adam kembali berdecak. Lelaki itu melempar bantalan sofa hingga mengenai wajah Danu yang membuatnya mengumpat pelan.

“Gue doain juga lo susah dapat restu kakaknya Bella.”

Perkataan Adam itu berhasil membuat Danu bangkit duduk, dan menatap saudaranya dengan mata menyipit kesal. “Gitu banget lo sama gue.”

“Lo juga gitu banget sama gue. Selalu ngomong Safa sama cowok baru. Dia punya gue, Nu.”

“Gue ngomong gitu karena sikap lo sendiri. Lo sadar enggak, sih, kalau terlalu cuek sama Safa? Mentang-mentang udah berhasil ngikat dia, lo jadi seenaknya gitu?”

Adam mengerutkan kening mendengarnya. “Seenaknya mulut lo. Gue cinta dan peduli sama dia.”

“Halah, semua orang juga tahu kalau lo terlalu cuek sama Safa. Cewek tuh butuh perhatian kali, Dam.”

“Ngomong sama lo selalu nggak ada gunanya,” ucap Adam sembari menyandarkan punggungnya dengan kasar ke sofa. Dia mengembuskan napas berat, dan menatap ponselnya yang tidak mendapatkan notifikasi apapun dari Safa.

“Emang Safa marah kenapa?” tanya Gaga yang sedari tadi menyimak perdebatan kedua saudaranya itu.

“Dia cemburu sama Davina,” jawab Adam yang membuat Rena akhirnya menatap ke arahnya. Sedari tadi gadis itu fokus dengan laptop di depannya.

“Cemburu?” ulangnya yang dijawab anggukan pelan dari Adam. “Cuman karena lo sekalian antar Davina pulang kemarin?” tanyanya yang tidak mendapat jawaban dari Adam. “Kekanakan banget,” gumamnya pelan.

“Na, jangan bilang gitu,” ucap Danu yang membuat Rena menatapnya. “Coba lo memposisikan diri sebagai Safa. Yakin nggak cemburu dan ngerasa kesal?”

Danu tersenyum tipis melihat Rena yang tidak menjawabnya, namun gadis itu memberengut kesal dan kembali menekuni laptopnya. Danu menoleh ke arah Adam yang diam sembari memangku bantalan sofa, dan menyangga wajahnya menggunakan kedua tangannya. Persis seperti anak kecil.

“Lo juga gitu, Dam. Peka dikit kenapa, sih? Jangan kaku-kaku jadi cowok. Jangan terlalu dingin, apalagi sama Safa. Dia tunangan lo sekarang. Lo kayaknya lebih tahu dari gue, kalau banyak cowok yang ngejar Safa tapi nahan diri karena lo masih pawangnya. Yakin rela kalau Safa didekati cowok lain? Kalau nggak rela, perlakukan yang baik gitu, loh. Heran deh gue, udah jadi mahasiswa kalau soal cinta masih aja kayak anak TK, nggak pernah berubah. Perlunya dikasih tahu terus,” dumel Danu panjang lebar, merasa gemas dan kesal sendiri terhadap sikap keponakannya itu.

Adam & Safa IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang