Bagian 2

19 12 1
                                    

Reza masih mencoba untuk menyeimbangi langkahnya dengan Zelia yang berjalan sangat cepat, ia tau Zelia kesal, namun yang tidak dia sangka adalah Zelia kesal hanya karena Nova menggunakan rok ketat dan menyebutnya 'sok pintar' rasanya tidak mungkin, Zelia lebih dewasa untuk melakukan itu.

"Zel! Zel.. Tunggu!" panggil Reza, namun Zelia sepertinya juga kesal padanya.

"Nona!"

Zelia Berhenti berjalan kemudian berbalik dan menatap Reza tajam, "jangan sebut gue dengan panggilan itu" ucap Zelia penuh penekanan.

Reza menghampiri Zelia, "maaf.. Tapi gue bingung kenapa lo bisa sekesel ini cuma gara-gara itu doang"

"itu doang? Reza.. Lo ga liat mata Sandi tadi?" tanya Zelia.

Reza menyernyit karena ia bahkan tidak melihat wajah Sandi yang sengaja menutupi wajahnya dengan hoddienya itu.

"mata Sandi merah, jalannya sempoyongan"

"yaa itu karena dia kurang tidur Zel"

"he's on drug!"

Reza semakin menyernyit kebingungan "w-what?"

"dia pake obat Reza.." jelas Zelia.

"apa sih Zel.. Reaksi lo terlalu berlebihan tau ga, dia ga mungkin lagi teler apalagi di sekolah" ucap Reza.

Zelia malas beradu argumen dengan Reza, ia pun kembali melanjutkan langkahnya ke lapangan.

"h-hey hey.. Zelia.. Zell.. Kesimpulan lo terlalu cepet-"

"kenapa dia ga mau ke UKS? Kenapa dia nutupin wajah khususnya matanya dari lo? Dan hell yah si anak perempuan yang roknya ketat tadi juga belain dia, such like a freak couple!" ucap Zelia.

Reza kehilangan kata-katanya, apa yang Zelia ucapkan memang ada benarnya, namun rasanya hal tersebut tidak mungkin membuat Zelia sekesal ini.

"oke fine Zel.. Tell me.. Pasti ada sesuatu yang ngusik lo sampe lo sekesel ini, reaksi lo ga harus berlebihan kaya gini oke... lo ga kaya Zelia yang biasanya"

Tanpa sadar mereka sudah sangat dekat dengan lapangan dan barisan kelas mereka.

"anak-anak kelas sebelah bilang kalo kelas kita adalah kelas paling bobrok sepanjang masa, dan apa yang gue liat hari ini udah cukup jadi bukti kalo kelas kita emang sejelek itu, tapi apa lo tau Reza? Kenapa kita ditempatin di kelas itu? Bahkan nilai lo ga pernah dibawah tujuh!" ucap Zelia penuh penekanan dan menurunkan volume suaranya karena mereka hampir sampai di barisan kelas.

"kalo dugaan gue soal Sandi Bener, lo ga boleh halangin gue buat nonjok dia" ucap Zelia.

Reza mengangguk pasrah, Zelia dengan ambisinya memang sudah tidak bisa diganggu lagi, salah satu sifat yang diwarisi kakeknya.

Reza dan Zelia masuk ke barisan kelasnya, lagi lagi dua pasang mata memergoki Zelia dan Reza yang selalu bersama.

Nova datang pas sekali saat pemimpin pasukan mengistirahatkan barisan. Mata Zelia tidak lepas dari Nova, ia menatapnya tajam.

Upacara dilaksanakan tepat pukul 7 pagi, namun cuacanya hari ini sedang panas panasnya seolah awan enggan memayungi mereka.

Keringat meluncur mulus dikulit para pengerek bendera.

Anak paduan suara tampaknya tidak perlu khawatir soal matahari karena podium tempat mereka berada memiliki atap yang bisa memayungi mereka.

Reza baru kali ini melihat Zelia berkeringat selain sehabis berolahraga, di sekolah mereka yang dulu upacara dilaksanakan di dalam aula, bahkan setiap ruangan memiliki pendingin dan penghangat ruangan, mereka tidak perlu khawatir akan panas matahari dan hujan, sekolah mereka dulu sangat nyaman.

SAVAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang