Semuanya tak berhenti di sana. Kita memang memutuskan untuk berpisah, tapi Tuhan mempertemukan kita lagi. Tuhan menggerakkan hati kita untuk memperbaiki semuanya lagi. Aku senang karena bisa bertemu denganmu lagi. Seperti lagu yang pernah kuberikan untukmu, If Ever You're In My Arms Again by Peabo Bryson, jika kali ini kita memang kembali bersama, aku akan bersikap jauh lebih baik dan berusaha untuk memahamimu mengenai apapun.
Kita kembali bersama. Namun, kali ini, aku dengan versi dari diriku yang berbeda. Aku berusaha untuk memahamimu, mengetahui apa yang tak kamu sukai, lalu menyusun sebuah pemikiran mengenai apa yang harus kulakukan agar aku tak menyakitimu lagi.
Kali ini, semuanya berbeda. Aku berhasil mengetahui banyak hal mengenai dirimu, salah satunya adalah mengenai sesuatu yang selama ini kamu pendam di dalam hatimu, yaitu sebuah trauma.
Kamu bilang, kamu sudah menyakiti banyak hati perempuan di masa lalu. Ketika kamu sudah meninggalkan kebiasaan itu dan berusaha menjadi orang baik, masa lalu itu menjelma menjadi rasa takut dan trauma bagimu. Trauma itu membuatmu kerap merasa khawatir, takut, bahkan bermimpi buruk.
Waktu itu, aku berpikir, ini bukanlah masalah besar bagiku karena aku pun hidup di keluarga yang overthinker seperti dirimu. Mereka bahkan memiliki masalah yang lebih berat daripadamu dan mereka berhasil keluar dari semua rasa takut itu. Kupikir waktu itu, kamu pun pasti bisa keluar dari rasa takut itu. Tenang saja, aku akan membantumu. Apapun yang kamu rasakan dan apapun yang mengganggumu, jadikanlah aku wadahmu untuk menampung semua kegelisahan yang menyangkut di pikiran dan hatimu.
Kamu pun bercerita mengenai banyak hal kepadaku. Rasa takutmu, kekhawatiranmu, mimpi burukmu, semuanya. Awalnya, semuanya tak berat bagiku karena kupikir, ini hanya fase. Semua orang pasti pernah ada di fase buruk kehidupannya dan roda itu pasti berputar. Waktu itu, aku percaya, kamu pasti bisa melalui semuanya. Aku pun mendengarkanmu, membantumu sebisaku. Kuharap, dengan menjadikanku sebagai pendengarmu, kamu bisa merasa lebih lega dan setidaknya, rasa takut itu berkurang.
Aku berusaha untuk menjadi pasangan yang baik dan bisa membantumu keluar dari lingkaran itu. Entah ceritamu itu penting maupun tak penting, menarik ataupun tak menarik, aku akan tetap mendengarkanmu. Hanya itu yang bisa kulakukan untukmu agar perasaanmu jauh lebih baik.
Namun, ternyata tidak. Sama sekali tidak. Setelah aku berusaha menjadi pasangan yang baik, kamu pun meninggalkanku di suatu pagi, melarikan diri dariku karena semua trauma itu. Trauma itu membuatmu merasa takut untuk memulai hubungan lagi dengan orang baru. Itulah kenapa, kamu memutuskan untuk lari.
Apakah aku marah? Tidak, Mas. Sama sekali tidak. Aku pun mengerti bahwa kamu sedang merasakan sakit, kebingungan, tak tau harus apa. Rasa sakit yang kamu rasakan bahkan lebih berat dari yang kurasakan. Hanya saja, waktu itu, yang kupermasalahkan adalah karena kamu pergi tanpa berpamitan denganku. Kamu meninggalkanku begitu saja, membuatku merasa tak dihargai sebagai pasanganmu.
Kupikir, dengan menjadi pasangan yang baik bagimu, itu sudah cukup untuk membuatmu tetap di sini, bersamaku. Kupikir, dengan aku berubah menjadi orang yang lebih baik, itu sudah cukup untuk membuatmu tak pergi meninggalkanku. Namun, ternyata rasa traumamu sesakit itu ya, Mas, sehingga kamu pun takut sekali dan akhirnya pergi dariku.
Ternyata, menjadi wadahmu saja tak cukup untuk membuatmu tinggal lebih lama lagi. Akhirnya, kita berpisah lagi dan kali ini, aku sudah melakukan segala yang kubisa, tapi kamu yang tak mau tinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Pulang ke Rumah
RandomSebuah jalan yang menuntun kembali ke rumah yang kosong. p.s • Jalan Pulang ke Rumah ditulis pada 2021 • Cerita sudah tamat, chapter lengkap