Sepertinya, sepanjang tulisan ini aku selalu menggambarkanmu dengan sikapmu yang menyebalkan. Padahal, kamu punya lebih banyak sifat baik yang mampu mengalahkan semua sifat buruk itu. Biarkan aku memberitahu hal itu di chapter ini.
Aku bukan perempuan yang mudah untuk jatuh cinta. Aku bukan perempuan yang mudah untuk dibuat kagum. Terkadang, menjadi sosok idamanku terlalu berat. Beberapa kali orang mencoba mendekatiku, tapi beberapa kali pula mereka tak pernah cocok denganku.
Kamu pernah bilang, seleraku aneh. Seleraku serba tua, bahkan di antara kita berdua, entah siapa yang kesannya terasa lebih tua. Aku juga tak paham dengan diriku sendiri, apa yang membuatku begini. Namun, semua keanehanku itu mampu kamu terima.
Biarkan aku memberitahumu kenapa aku memilih untuk membukakan pintu untukmu. Semua ini mengenai bagaimana kamu yang mengendarai sebuah mobil di jalan raya, tapi kamu memperhatikan rambu lalu lintas dengan baik. Kamu pintar sekali membaca tanda mengenai kapan kamu harus maju dan kapan kamu harus berhenti. Beberapa kali laki-laki datang ke kehidupanku tapi mereka tetap maju saat kuberi lampu merah, akhirnya mereka harus kutilang.
Kamu tau caranya membuat si tuan rumah keluar dan membukakan pintu untukmu. Kamu mengetuk pintu dan menunggu dengan sabar, meskipun si tuan rumah sangat lelet, menyebalkan, dan membuatmu menunggu lama di luar.
Kamu tau caranya membuat si tuan rumah menawarkanmu untuk masuk ke dalam rumahnya. Padahal, si tuan rumah adalah tipe perempuan yang kasar, dingin, dan cuek. Namun, kamu tau cara memperlakukannya sehingga pelan tapi pasti, kamu membuatnya luluh dan dia membiarkanmu masuk ke dalam rumahnya.
Kamu tau caranya membuat si tuan rumah merasa hangat. Obrolan panjang di sebuah malam yang dingin, tapi entah kenapa, si tuan rumah tak merasa kedinginan meskipun tak ada perapian, karena ada yang jauh lebih hangat dari perapian tersebut, yaitu suaramu dan senyumanmu.
Kamu selalu menjadi pendengarku. Terkadang ketika aku bercerita mengenai sesuatu yang memacu adrenalin, kamu bahkan bisa jauh lebih emosi daripada aku yang mengalami sendiri. Kamu pun tak hanya memberikan amarah, tapi juga memberikanku solusi mengenai apa yang harus kulakukan ke depannya.
Kamu selalu ingin dekat denganku. Terkadang, kamu pun merasa tak enak dan takut menggangguku atas sifatmu itu. Namun, kuberitahu. Orang normal akan merasa risih jika diganggu, tapi aku justru selalu mendambakan gangguan darimu. Apakah aku masih normal? Coba jawab aku.
Kamu selalu memelukku erat ketika aku jatuh. Tak hanya kamu yang bisa jatuh, tapi aku pun bisa jatuh. Kita bahkan bertemu ketika aku sedang berada di posisi yang buruk sekali. Namun, kamu tau caranya menenangkanku, memperbaiki hatiku, dan melakukan apapun agar aku baik-baik saja. Bahkan pernah satu kali, ketika aku sakit, kamu bilang kamu akan menemaniku sepanjang hari jika memang itu yang kuinginkan.
Kamu selalu menjadi pembacaku. Selama aku menulis, mungkin aku bisa menghitung dengan jari berapa orang yang kuberi kepercayaan untuk menjaga rahasia ini. Aku terlalu malu mengakui bahwa aku memang menulis karena pembawaanku yang dingin tak cocok dengan isi kepalaku yang puitis dan penuh imajinasi. Namun, kamu selalu mendukungku dan membuatku lebih menikmati tiap kali jariku mengetik kata demi kata.
Kamu adalah pemilik seluruh love language. Aku tak bisa menjelaskan yang satu ini, tapi ini yang kurasakan. Meskipun love languagemu adalah physical touch, tapi di sisi lain kamu juga memiliki love language lainnya seperti terus ingin menghabiskan waktu denganku, membantuku, dan lain-lain.
Kamu adalah orang yang tak terlalu suka kucing, tapi tak membenci kucing. Aku senang karena kamu terus terang kepadaku kalau kamu tak terlalu menyukai kucing, karena beberapa kali aku dekat dengan laki-laki dan mereka berpura-pura menyukai kucing demi mendapatkan hatiku. Lalu, setelah aku berpisah dengannya, rasa sayangnya kepada kucing pun ikut hilang. Aku tak butuh manusia yang palsu.
Kamu adalah orang yang sangat menyayangi ayah dan bundamu. Aku benar-benar iri kepadamu karena kamu bisa sedekat itu dengan orang tuamu. Aku bingung, bagaimana mungkin seseorang bisa merasa iri dan senang dalam waktu yang bersamaan? Namun, itulah yang kurasakan. Ceritamu mengenai bundamu, ayahmu, mbak, dan adikmu benar-benar membuatku senang. Aku paling senang jika kamu sudah bercerita mengenai adikmu dan jiwa bawelmu seketika keluar.
Kamu adalah seorang tamu yang selalu kuharapkan ikut menjadi tuan rumah, sama sepertiku. Aku ingin kita menjadi dua orang yang memiliki rumah ini bersama dan kamu bukanlah sekedar tamu yang akan pergi lagi dari rumah ini.
Kamu memang sensitif dan bisa saja marah karena hal kecil yang bahkan tak kusadari salah di matamu, tapi hal itu tak sebanding dengan semua perlakuan manis yang kamu berikan untukku. Kamu tak perlu berubah, apalagi menekan perasaanmu yang sensitif. Jadilah apa adanya dirimu, karena aku menerima semua itu.
Aku jatuh cinta kepada jiwamu. Bukan fisikmu atau apapun, tapi jiwamu. Jiwamu benar-benar apa adanya dan aku bisa merasakan betapa murninya perasaanmu. Aku ingin kamu tau itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Pulang ke Rumah
RandomSebuah jalan yang menuntun kembali ke rumah yang kosong. p.s • Jalan Pulang ke Rumah ditulis pada 2021 • Cerita sudah tamat, chapter lengkap