Chapter 01: Tulisan Ini Adalah Wadah

254 17 2
                                    

Aku punya banyak sekali cerita yang mengantri untuk dikerjakan. Seperti yang kamu tau, aku menulis sejak aku berumur tiga belas tahun dan sekarang aku berumur delapan belas tahun. Aku tak peduli dengan bayaran atau apapun, karena bagiku, menulis memberikanku sesuatu yang jauh lebih berharga daripada uang. Aku bahkan punya satu cerita yang sudah hampir selesai dan aku berencana untuk memublikasikannya segera.

Namun, sepertinya, cerita itu harus menunggu. Aku punya sesuatu yang jauh lebih penting untuk diselesaikan, yaitu melupakan. Dengan menjadikan tulisan ini sebagai obatku, aku akan berusaha pulih selama menulis tulisan ini. Pun tak hanya sekedar pulih, aku akan menikmati tiap waktu yang kuhabiskan untuk mencoba sembuh kembali.

Ibarat kata, aku memang tak tau apa yang akan terjadi pada kita di masa depan, entah kita akan bertemu lagi dan memulai semuanya dari awal lagi karena kita tak pernah tau apa yang Tuhan rencanakan, tapi yang pasti, untuk sekarang, aku harus benar-benar melupakan seseorang demi kebaikan hati dan pikiranku.

Tentu saja, ini bukan pertama kalinya aku merasakan patah hati. Aku sudah berulang kali mencoba untuk mencari kecocokan di setiap laki-laki yang berbeda. Aku bahkan pernah patah hati yang jauh lebih 'patah' daripada yang terakhir ini. Bukan karena aku lebih cinta kepada laki-laki itu daripada mantan pacarku yang terakhir ini, tapi semuanya tergantung bagaimana hubungan itu bisa hancur dan berakhir.

Tiap kali aku jatuh cinta dan tiap kali aku patah hati, aku selalu mencari pelarian. Bukan manusia yang kujadikan pelarian, tapi tulisan. Andaikata semua laki-laki yang pernah singgah di hatiku tau kalau mereka sudah kuabadikan di dalam tulisanku, aku ingin tau apa tanggapan mereka. Apakah mereka akan merasa senang? Apalah mereka akan marah? Atau apakah mereka akan merasa bersalah?

Aku tak peduli entah mereka akan marah ataupun merasa bersalah. Aku menulis bukan bentuk dari balas dendam ataupun hal yang kujadikan sebagai luapan emosi agar mereka merasa bersalah, tapi aku menulis agar aku bisa cepat sembuh. Tiap kali jariku mengetik kata demi kata dan membuat kalimat hingga paragraf yang panjang, tiap kali itu pula aku merasa serpihan demi serpihan dari hatiku yang rumpang ini mulai membaik.

Begitu pula dengan tulisan ini. Tulisan ini adalah obat bagi hatiku yang tak pecah, tak lebam, dan tak pula berdarah, tapi masih terisi rasa cinta yang harus cepat-cepat kukeluarkan agar aku bisa sembuh seperti sedia kala.

Tulisan ini adalah wadah bagiku. Aku akan memuntahkan semua perasaan mengenai dirinya yang masih menyangkut di dadaku agar hatiku kembali kosong.

Tulisan ini adalah sebuah 'jalan' yang menuntunku kembali ke rumahku yang kosong, menyingkirkan semua perasaan ini, dan perlahan-lahan sembuh kembali. Kupastikan agar aku berhasil meninggalkan semua perasaan yang kuemban selama perjalananku pulang.

Tulisan ini bukanlah bentuk penyesalan dari apapun karena aku tak pernah menyesali seburuk apapun hal yang terjadi di kehidupanku. Semua ada bukan untuk disesali. Jika aku menyesal, maka aku tak ikhlas. Jika aku tak ikhlas, maka aku harus belajar untuk memaafkan diriku sendiri. Lagipula, kenapa menyesali sesuatu yang pernah kau inginkan? Aku pun takkan menciptakan kebencian atas perpisahan ini. Semuanya akan baik-baik saja. Hal yang perlu kulakukan adalah bangkit dan terus berjalan.

Ah, ya. Aku akan menggunakan bahasa baku di sepanjang chapter pada tulisan ini, meskipun tak cocok dengan diriku yang sebenarnya.

Tulisan ini bukanlah cara agar aku bisa langsung melupakannya, tapi tulisan ini ada agar aku bisa menyadari bahwa yang kubutuhkan bukanlah orang lain, orang yang kucintai, tapi diriku sendiri. Kupikir, itulah hal terpenting yang harus kulakukan agar aku bisa melupakan seseorang.

Jalan Pulang ke RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang