Cahaya mentari bersinar begitu terangnya di musim semi. Gadis itu melihat betapa cerahnya langit sehingga ia bisa melanjutkan kegiatannya. Dia bersenandung sambil merapikan pot-pot tanaman yang tidak terpakai lagi sebagai penelitian di laboratorium.
Sebuah pintu di belakangnya terbuka, menunjukkan seorang wanita berusia di akhir lima puluh tahun atau di awal enam puluh tahun.
"Rupanya ada orang lain yang lebih awal disini." ucap profesor tersebut melihat gadis muda yang mengambil pot tanaman penelitian. "Hm? Apa tidak berat membawa semua tanaman itu?" tanya wanita itu melihat banyaknya tanaman di baki yang gadis itu bawa. Meskipun wajahnya telah menua, garis kehidupan di raut mukanya memperlihatkan bahwa wanita itu sangat berwibawa.
Dia mengangguk sambil membawa baki panjang berisi enam sampai delapan pot tanaman. "Tidak masalah, sekalian aku membawa ini kembali ke lab. Soalnya Lunox biasa datang pada sore hari."
Profesor tersebut menarik napasnya mengetahui rekan gadis ini biasa datang terlambat. "Aku minta maaf telah membuatmu repot hari ini."
Iris mata gadis itu menurun, senyuman tulus terukir manis di bibirnya. "Tidak perlu meminta maaf, lagian aku menyukai mereka."
Wanita tersebut mengamatinya, kemudian seulas senyum pun tersungging. Dia sadar mahasiswi ini sangat mencintai tanaman yang tengah dibawanya.
"Ada apa?" tanya gadis itu menyadari profesornya tidak berhenti menatapnya.
"Tidak, hanya..." Profesor tersebut memerhatikan tanaman ditangan gadis itu dan ekspresinya yang melembut.
"Kau terlihat cocok dengan tanaman disini." lanjut profesor jurusan pertanian itu melihatnya.
Gadis itu terdiam mendengar perkataan profesornya yang memuji dirinya. Dia tersenyum memandang profesornya yang melihatnya ramah.
"Kurasa bunga-bunga ini juga menyukaimu."
Gadis itu berlari di tengah padang bunga. Rambutnya yang terjuntai panjang sesekali melayang karena tertiup angin. Dia berusaha meraih perempuan itu, menggapai tangannya. Gadis itu menoleh kearah dirinya, tersenyum begitu ceria ketika ia menangkap tangannya.Ah, cahayanya begitu menyilaukan. Dia tidak bisa melihat siapa perempuan tersebut. Hanya senyuman dan kelereng birunya itu yang selalu membuatnya terhipnotis.
Pria itu membuka matanya, iris cyannya sejenak menutup ketika merasakan sinar cahaya matahari sempat masuk ke dalam matanya. Alarmnya tidak berbunyi menandakan dirinya terbangun lebih awal. Dia terbangun dari posisi tidurnya yang terasa tidak nyaman, pantas saja ia merasa punggung dan bahunya nyeri. Rupanya ia terlelap di ruang belajarnya dari semalam, lelaki itu menatap laptopnya sedang dalam mode tidur dan beberapa lembaran kertas berisi coretan tangannya berserakan di mejanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Spring [END]
FanfictionAnother Title: When Flowers Blooming in Spring Saat itu, bunga bermekaran di sekitar pejalanan. Udaranya mulai bersahabat sehingga banyak orang-orang menghabiskan waktunya pergi keluar. Kehidupan Aamon di universitas berjalan baik-baik saja. Orang-o...