"Dari hasil pemeriksaan sebelumnya, matamu bertambah minus itu benar adanya."
Aamon sudah menduga bahwa rabun jauh pada matanya semakin bertambah. Dia mengangguk mendengar keterangan dokternya untuk seringkali memakan sayuran seperti wortel dan mengurangi kegiatan sering menatap layar gadget maupun laptop terlalu lama. Setelah mendapatkan kacamata dan lensa kontak untuknya yang baru, ia segera keluar dari ruangan dokter bagian optik.
Lelaki itu menghela napasnya sembari berjalan melewati lorong rumah sakit. Mana mungkin dia akan menghindari gadget dan laptopnya sedangkan materi kuliah yang ia simpan lebih banyak berada disana. Sepertinya Aamon akan sering-sering menggunakan tangannya untuk menulis rangkuman dari keterangan dosennya.
Getaran handphone di sakunya membuat Aamon berhenti sejenak demi mengangkatnya. Spontan, ia mendengus ketika melihat nama si penelepon.
"Apa?" sahutnya datar.
"Hei!!" sapa Gusion dengan nada jenaka. "Apa kau tidak mau mampir ke kampusku? Disini banyak jajanan enak."
"Tidak, aku sibuk." Aamon mengecek jam tangannya telah menunjukkan pukul sepuluh. Sebentar lagi, kelasnya akan dimulai. "Kenapa kau menelepon?"
"Ck! Seperti biasa, mother selalu memarahiku. Jika aku melawan balik, dia akan meneteskan airmatanya seperti tokoh di opera sabun."
"Kau tahu mother orang yang dramatis." Diam-diam Aamon merasa senang mengetahui adiknya mengabari dirinya, tetapi hal itu ia sembunyikan di balik raut muka dinginnya. "Lagian kenapa kau membuatnya marah terus? Pasti kau mengacau di rumah."
"Damon dan Xeron, si kembar brengsek itu mengerjaiku!"
"Language, young man!" peringat Aamon pada Gusion yang mulai berkata kasar di telinganya. Dia memasuki basement rumah sakit dimana motornya terparkir.
"Wtf, bro?! Aku sudah delapan belas tahun!" Gusion berseru jengkel, dia merasa kesal karena Aamon selalu mengarahkannya ke jalan yang benar. Padahal dia sudah tersesat dan tidak tahu jalan pulang. "Anyway, kapan kau pulang ke rumah? Kau harus menatar adik kembarmu itu sebelum aku mulai mengacau lebih parah lagi!"
"Tidak akan lama, aku benar-benar sibuk mengurus kelulusanku sebentar lagi." Aamon menaiki motornya dan memasukkan kunci motornya ke dalam lubang kunci. Dia mengenakan sarung tangannya sambil mengapit handphone di telinganya. "Jangan memulai kekacauan, anak nakal. Aku sudah muak mendengar keluhan mother selama ini."
"Kau pikir aku tidak? Cepat pulang, kakak sialan!"
Aamon segera mematikan sambungannya mendengar teriakan Gusion memintanya kembali. Dia memang sudah lama tidak pulang karena mengejar target untuk lulus tahun ini. Pasti adik bungsunya sudah kesal bukan kepalang akan kelakuan adik kembarnya yang memang meresahkan. Sebelum mengenakan helmnya, ia mengecek handphonenya karena tidak menemukan panggilan maupun pesan dari Selena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Spring [END]
FanfictionAnother Title: When Flowers Blooming in Spring Saat itu, bunga bermekaran di sekitar pejalanan. Udaranya mulai bersahabat sehingga banyak orang-orang menghabiskan waktunya pergi keluar. Kehidupan Aamon di universitas berjalan baik-baik saja. Orang-o...