Belva tengah memakai seragam olahraga serta jaket varsity yang membalut tubuhnya, tak lupa jilbab instan berwarna hitam yang menjadi favoritnya.
Hari ini adalah mata pelajaran olahraga, dimana semua siswa kelas X IPS 2 akan melaksanakan olahraga bersama dengan kelas X IPS 1.
Biasanya walaupun jadwal mata pelajaran olahraga mereka berbarengan, mereka akan diajar oleh guru yang berbeda. Namun kini guru yang mengajar kelas X IPS 1 tengah izin tidak masuk, jadi mereka mau tidak mau harus bergabung.
Ini adalah mapel olahraga terakhir sebelum besok minggu depan mereka akan melaksanakan classmeeting.
Sebelum memulai mereka akan melakukan pemanasan terlebih dahulu. Belva tak menyangkan jika ia akan bersebelahan dengan Rega. Laki-laki itu tampak tersenyum menyapanya.
Belva pun ikut tersenyum. Lalu mereka diarahkan untuk merentangkan kedua tangan. Tanpa sengaja jari jemari Belva dan Rega bersentuhan membuat gadis itu kaget.
Entah kenapa perasaannya campur aduk, mual, mules, deg deg an, tremor.
Belva akan merasa seperti itu saat berkontak fisik dengan laki-laki. Menurutnya itu terlalu lebay.
Akhirnya setelah pemanasan, mereka dibebaskan ingin memilih permainan olahraga seperti apa. Contohnya ada Badminton, Futsal, Voly, Tenis meja, dll.
Belva sendiri memilih bermain Badminton dengan Rere. Tentunya ia tak sejago Satrio yang kini memilih bermain futsal bersama anak laki-laki lainya.
Sedangkan Killa dan Pingkan memilih bermain Voly bersama Dinda dan yang lain lebih memilih duduk di pinggir lapangan.
Kok melayang menuju ke arah Belva, ia bersiap-siap menangkis sambil berjalan mundur tanpa tau ada apa dibelakangnya.
"Eh! Awass." teriak Rere tidak terlalu kencang.
Belva menutup matanya saat merasakan ada tubuh lain di belakangnya. Entah bagaimana bisa, tiba-tiba Nakula berada di belakangnya.
Laki-laki itu menahan tubuh Belva agar tidak terjatuh, namun reaksi yang Belva berikan sangat tidak ramah.
"Kalo jalan lihat-lihat dong! Ini tuh tempatnya main." ucapnya galak pada Nakula lalu melenggang meninggalkan laki-laki itu yang menatap Belva bingung.
Sebenarnya tidak terlalu sakit, tidak sakit malah. Tapi Belva berucap galak dan marah-marah seperti itu karena ingin menutupi rasa malunya saat bertemu Nakula tadi. Kejadian beberapa hari yang lalu masih terngiang-ngiang di kepala Belva.
---
Setelah mapel olahraga selesai, beberapa teman-teman Belva ada yang memilih pergi ke kantin dan yang lainnya memutuskan kembali ke kelas. Belva sendiri memutuskan untuk kembali ke kelas karena sejujurnya gadis itu lupa membawa uang saku.
Belva menatap beberapa teman-teman nya yang ada di kelas. Nakula . . . dia ada disana menatapnya membuat Belva salah tingkah sekaligus malu.
Tanpa pikir panjang ia segera duduk di samping Bily yang tengah bermain dengan ponselnya. Mata Belva sedikit melirik ke arah Bily. Jika dilihat-lihat dari dekat laki-laki disampingnya ini cukup tampan membuat Belva khilaf beberapa saat.
"Ngapain lo ngelihatin gue?" tanya Bily merasa risih.
Belva sadar dari lamunannya lalu menyengir. "Hehe, lo ganteng banget sih Bil."
Bily memutar bola matanya malas. Tak menghiraukan pujian dari Belva yang menurutnya hanya basa basi semata.
"Bil, kalo misalnya gue suka sama lo gimana?"
Bily sedikit kaget namun beberapa saat kemudian dia menghela nafas menatap Belva. "Jangan."
Belva mendengus.
"Ya . . . jangan kenapa? Alasanya apa? Beri gue satu alasan yang menampar biar gue berhenti suka sama lo."
Belva benar-benar nekat, entah apa yang ada dipikiran gadis itu hingga tiba-tiba mengungkapkan perasaanya kepada Bily.
"Karena . . . karena gue gak mau-
-gue gak mau lo suka sama gue. Lagian mungkin itu cuma perasaan kagum sesaat lo aja kok. Pasti bentar lagi bakal hilang."
Belva menghela nafas. Mungkin iya, ini hanya perasaan main-main saja. Tapi kenapa sakit banget sih rasanya waktu ditolak sama Bily.
---
B
elva menatap datar papan tulis yang berisikan beberapa rumus Matematika. Jujur dulu saat masih berada di bangku SMP Belva sangat menyukai pelajaran Matematika, namun saat X dan Y mulai menyerang Belva sudah muak dengan mata pelajaran itu.
Matanya melirik ke arah samping di ujung sana, Bily tengah fokus menatap papan tulis dengan gaya datarnya seperti biasa. Kata Rere hari ini Bily berangkat menggunakan sepedanya, Belva juga tidak tau alasan Bily lebih memilih menggunakan sepeda daripada motor.
Jujur di mata Belva, Bily tampak biasa saja. Tetapi entah kenapa rasanya jiwa Belva selalu tertarik untuk mendekat ke Bily.
Belva menghela nafas pelan, ia benar-benar sudah gila.
"Baiklah anak-anak, pelajaran saya tutup sampai disini Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh."
"Waalaikumsalam Warahmatullahi
Wabarakatuh."Beberapa murid tampak menghela nafas lega kemudian membereskan alat tulis mereka. Setelah jam pelajaran Matematika, mereka akan berpindah ke Lab IPA bersamaan dengan jam istirahat.
Sesampainya di Lab, Belva dan Pingkan tampak bingung dan kesulitan mencari tempat duduk. Mata Belva tak sengaja melirik ke arah Bily yang ternyata didepan tempat duduknya masih kosong.
Dengan segera gadis itu duduk di sana dan menyuruh Pingkan duduk di sampingnya dan kebetulan Beben juga berada di belakang Pingkan.
"Alhamdulillah, bisa deket Bily hehe." ucap Belva senang dalam hati.
Beberapa detik kemudian kesenangan itu hilang seketika karena Riska tiba-tiba datang dan menggusurnya. Karena tidak enak, Belva pun berdiri dan berpindah di belakang.
"Gue jauh dong sama Pingkan." protes Belva.
Belva berdiri lalu menghampiri Bily. "Bil, lo pindah ke tempatnya Pingkan gimana?"
Bily tampak mengerutkan keningnya sebentar. "Lo mau disini?" ucapnya dengan nada rendah.
"Hah?" Fyi, kuping Belva ini sedikit konslet jadi sering tidak terdengar, apalagi Bily ngomongnya pelan banget.
"Kalo gue pindah ke sana, lo mau duduk di sini?" tanya Bily sambil menunjuk tempatnya.
"Ya engga lah, gue kan disana." Ucap Belva sambil menunjuk tempat dibelakang, "Pingkan di sini biar gue sama dia deket gitu."
Bily tampak berdiri lalu malah menuju ke belakang yaitu tempat Belva. "Eh, lo mau di tempat gue?" tanya Belva.
Bily diam sebentar lalu mengangkat bibirnya sedikit. " Gak jadi." ucapnya lalu menuju ke arah bangku Pingkan.
Pingkan pun segera duduk di tempat Bily, sedangkan Belva masih diam mencerna semuanya.
"Vani, lo kedepan sini! Biar gue di samping Belva." ucap Pingkan.
Belva tampak masih diam sambil menatap Bily yang duduk memunggungi nya. Entah apa yang ada dipikiran gadis itu.
---
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Belva & Dunianya
Teen FictionSasimo berkedok Friendly, itulah Belva. Mendekati banyak laki-laki karena ingin mendapatkan laki-laki yang setia. Eh giliran ada yang mau serius dan setia malah ditinggal begitu aja, dasar gadis aneh.