“Tidak, Jaemin,” Mark berkata tegas, “Aku punya rapat penting besok pagi.”
“Ayolah,” rengek Jaemin manja, “Kau telah membuat aku tidur sepanjang hari. Sekarang kau harus menemaniku.”
“Kau membutuhkan banyak istirahat. Demikian pula aku saat ini,” Mark kembali menegaskan, “Atau aku harus memperpanjang kurunganmu di sini.”
“Kau telah mengurungku sepanjang hari di sini,” Jaemin menyilangkan tangan di depan dada dan memasang wajah cemberut, “Kau telah berjanji untuk segera melepaskanku tetapi kau terus mengurungku.”
“Dengar, istriku tercinta,” Mark bangkit. Ia merangkum wajah Jaemin dan berbicara dengan lembut seolah-olah sedang membujuk anak kecil, “Aku tidak mau mengambil resiko apa pun. Tindakan heroikmu yang berbahaya itu telah membuat lukamu kembali terbuka. Untungnya, kau tidak memperparah lukamu. Kau masih belum sepenuhnya pulih. Sejujurnya, bila ada yang harus marah, itu adalah aku. Kau telah membuat jantungnya berhenti berdetak ketika melihatmu melompat ke dalam laut dengan kondisi yang seperti itu. Lalu kau terus membuat ulah. Terakhir, kau hampir jatuh dari beranda. Aku tidak tahu berapa nyawa yang harus kumiliki untuk tetap bisa berada di sini.”
Jaemin membuang wajah cemberutnya.
“Aku berjanji begitu kau membaik, aku akan membiarkanmu melakukan segala yang kau inginkan.”
Jaemin sama sekali tidak mau melihat Mark.
Mark mengeluh panjang. “Aku lelah. Aku ingin tidur.” Mark kembali membaringkan diri di atas tempat tidur dan menutup matanya.
“HEI!” protes Jaemin, “Aku belum selesai!”
Mark pura-pura tidur.
“Mark!” panggil Jaemin.
Mark sengaja mengeluarkan dengkurannya.
Jaemin kesal.
Wajah tidur Mark tampak begitu damai.
Mata Jaemin menatap lekat-lekat wajah tampan pria yang menjadi suaminya itu dan senyum manis merekah di bibirnya. Tangan Jaemin menelusuri setiap lekukan wajah tampan itu dan mengukirnya dalam-dalam di lubuk hatinya. Jaemin menyukai setiap lekukan di wajah pria yang dicintainya itu. Ketika jari-jemarinya menyentuh bibir Mark, kenangan-kenangan akan cumbuan Mark mengalir deras di dalam benaknya. Jaemin menyukai cara Mark mencumbunya. Jaemin menikmati setiap sentuhan bibir Mark. Mark sungguh pandai dalam hal ini, Jaemin harus mengakui itu dan ia pun menyukainya. Mark benar-benar tahu bagaimana mencumbunya.
Jaemin menyukai segala yang berhubungan dengan Mark.
Jaemin suka mendengar pria itu berbicara baik ketika ia sedang gembira, marah ataupun kesal.
Jaemin suka melihat pria itu berjalan mendekatinya.
Jaemin suka melihat pria itu kewalahan menghadapi sikap keras kepalanya.
Jaemin suka cara pria itu menatapnya.
Jaemin menyukai pelukan pria itu yang hangat.
Jaemin tersenyum bahagia. Tidak pernah ia membayangkan kebahagian seperti ini. Ia merasa dadanya sesak oleh kebahagiaan hingga ia tidak yakin ia akan sanggup menampungnya.
Jaemin membaringkan diri di atas Mark. Ia mencintai pria ini dengan segenap jiwa raganya.
Mark melingkarkan tangan di atas punggung Jaemin. “Begini lebih baik,” katanya lembut.
“Kau belum tidur?” tanya Jaemin.
“Aku harus meyakinkan kau tidur nyenyak sebelum aku tidur. Aku tidak mau kecurian lagi.”
“Mark…,” Jaemin bertanya, “Bagaimana kabar Hyunjin dan Mina?”
Mark terdiam. Ia tahu cepat atau lambat Jaemin pasti menanyakan nasib orang-orang yang berusaha membunuhnya dan ia tidak berniat menutupinya.
“Mereka sudah diserahkan ke pengadilan. Sekarang pihak pengadilan sedang memeriksa berkas-berkas yang telah disiapkan pihak Istana.”
Jaemin sudah dapat menduga akhir dari nasib mereka. Percobaan membunuh seorang Ratu bukanlah kejahatan kecil.
Sering dalam hari-hari belakangan ini ia memikirkan nasib keduanya. Sering ia mengetahui bagaimana keadaan dua orang yang telah mencoba membunuhnya. Namun Nicci maupun Renjun bukanlah orang tepat untuk ditanyai. Jisung juga tidak bersedia memberitahunya. Sekarang Mark menjawab pertanyaan yang sering menghantuinya dan ia merasa tidak seharusnya ia bertanya.
Jaemin bersedih untuk mereka. Andai saja Mina dapat menyesuaikan dirinya dengan baik… Andai saja Hyunjin dapat berpikir jernih…
Mark mendengar Jaemin mendesah.
“Kau kasihan pada mereka?”
“Apakah itu aneh?”
Mark tersenyum menatap wajah tanpa dosa Jaemin. “Tidak. Itu membuktikan betapa pemurahnya kau. Sejujurnya, aku juga sering memikirkan nasib Hyunjin. Ketika kami masih kecil, aku tidak pernah berpikir ia akan menjadi seperti saat ini. Ia adalah seorang kakak yang penyayang dan penuh tanggung jawab.”
“Setiap orang bisa berubah,” Jaeminpun tersenyum, “Sekarang tidurlah. Jangan memikirkan Hyunjin lagi. Ia adalah seorang pria dewasa yang mampu bertanggung jawab atas segala tindakannya. Aku tidak akan membiarkanmu tidur sendirian.” Dan Jaemin mengingatkan, “Besok kau harus bangun pagi.”
“Aku tidak bisa tidur ketika tahu kau masih terjaga.”
“Aku telah tidur sepanjang hari. Sekarang aku tidak mengantuk.”
“Aku tahu cara yang paling ampuh untuk membuatmu tidur nyenyak,” Mark membalik badan dan menindih Jaemin. Gadis satu ini memang gadis yang selalu merepotkan. Namun ia juga adalah gadis yang telah memberi warna dalam hidupnya yang monoton.
***
Mark menghempaskan diri di kursi – memperhatikan tumpukan kertas di meja.
Hari ini ia bekerja seperti prajurit tempur. Pagi ini, setelah meninggalkan Jaemin yang masih tidur pulas, ia disibukkan oleh rapat rutin dengan para menteri kemudian disusul oleh pertemuan dengan Jisung dan Jancer. Kemudian ia memberi pengarahan kepada Jeno sebagai satu-satunya penerus Hyunjin. Siang hari ia mengurung diri di dalam ruang kerjanya menyelesaikan tugas-tugas kerajaan. Sorenya ia masih harus mengatur tugas-tugas yang akan diwakilkannya pada para menteri dan Taeil.
Mark lega baik hari ini maupun kemarin Jaemin tidak membuat ulah. Gadis itu telah menepati janjinya dan kini saatnya ia melaksanakan janjinya. Karena itulah ia harus segera menyelesaikan semua tugasnya sehingga besok ia bisa pergi dengan tenang.
Mark memeriksa tumpukan kertas di mejanya untuk terakhir kali dan beranjak menemui Jaemin.
Seharian ini ia terus menahan keinginan menemui Jaemin. Sekarang ia sudah tidak sabar lagi untuk merasakan gadis itu di pelukannya. Ia ingin mengubur semua keletihannya dalam kehangatan Jaemin. Namun ketika ia melihat raut wajah Lawrence, ia sadar keinginannya bukanlah sesuatu yang mudah untuk didapatkan. Tidak dari seorang Jaemin.
“Aku tidak mengharapkan berita bagus darimu,” Mark menyapa sang dokter yang bertanggung jawab atas Jaemin.
“Anda terlalu memahami Paduka Ratu,” Lawrence tersenyum penuh arti.
“Apa kau pikir Jaemin bisa bertahan lebih dari 2 hari?”
Lawrence tertawa. Sejak ulah terakhirnya yang membuat seisi Istana panik, Jaemin berubah menjadi seorang gadis manis yang penurut. Kemarin Lawrence merasa heran melihat kelakuan Jaemin yang berubah total itu. Hari ini ketika melihat wajah cemberutnya, Lawrence sadar pasti Mark yang membuatnya menjadi penurut.
“Bagaimana keadaan Jaemin?”
“Paduka Ratu pulih lebih cepat dari yang saya perkirakan. Luka-lukanya sudah hampir menutup sempurna. Namun Paduka Ratu masih perlu mewaspadai kesehatannya sampai ia benar-benar pulih.”
“Siapkan obat-obatan yang diperlukan Jaemin untuk jangka waktu yang tak terbatas. Mulai besok kau tidak perlu datang lagi.”
Mark membuat Lawrence khawatir ia telah melakukan kesalahan hingga Mark perlu melarangnya mendekati Jaemin lagi.
“Aku harus memikirkan cara menyenangkan hati Jaemin sebelum ia mencabut nyawaku.”
Lawrence tersenyum mendengarnya.
Melihat langkah-langkah gembira Mark, ia tahu pemuda itu telah menemukan kebahagiaan sejatinya. Ia turut gembira karenanya. Ia yakin masa depan kerajaan ini cerah di tangan pasangan itu.
Jaemin melihat ke pintu ketika mendengar pintu terbuka.
Mark tersenyum.
Jaemin memalingkan wajah. Ia mengacuhkan Mark dengan pura-pura tidur.
“Aku mendengar akhir-akhir ini kau dalam suasana hati muram,” Mark melangkah masuk. “Lawrence memarahiku karena aku tidak bisa membuat pasien istimewanya tersenyum,” Mark duduk di sisi Jaemin.
Jaemin segera membalik badan memunggungi Mark.
Mark membungkuk, mengurung Jaemin di antara kedua tangannya. “Apakah kau ingin bermain kucing-kucingan denganku?”
“Kau penipu!” Jaemin menatap tajam pria itu.
“Penipu? Aku?”
“Kau telah berjanji untuk tidak mengurungku di sini.”
“Lukamu belum sembuh total, Jaemin, dan suhu badanmu masih belum turun. Aku tidak mau mengambil resiko.”
Jaemin membuang wajah.
“Dengarlah, Jaemin, istriku tercinta,” Mark mengulurkan tangan meraih wajah Jaemin. “Aku juga tidak ingin mengurungmu di sini tetapi aku tidak dapat membahayakan dirimu.” Mata Mark menatap lembut wajah kesal itu. “Aku berjanji padamu. Aku janji akan membawamu ke tempat yang menyenangkan setelah lukamu benar-benar kering dan kau sudah cukup sehat untuk berpergian.”
“Kau pasti akan mengingkari janjimu lagi,” gerutu Jaemin.
“Tidak,” Mark meyakinkan, “Aku tidak pernah mengingkari janjiku terutama janjiku padamu.” Mark menarik Jaemin ke dalam pelukannya. “Katakan, sayangku, ke mana kau ingin melewatkan bulan madu kedua kita?”
“Bulan madu?”
“Apakah kau ingin mengulangi bulan madu pertama kita?”
“Tidak,” Jaemin segera menyahut, “Aku tidak mau ke sana lagi.”
“Kau harus mengatasi ketakutanmu, Jaemin.”
“Tidak sekarang,” Jaemin cemberut.
“Baiklah,” Mark mengalah, “Apakah kau mempunyai tempat yang ingin kau kunjungi?”
“Apa kau serius?” Jaemin masih tidak percaya.
“Kau tidak mempercayaiku?” Mark tidak senang. “Setelah semua kejadian yang menguras tenagaku ini, aku ingin melewatkan waktu bersamamu seorang.”
Jaemin diam memperhatikan Mark baik-baik. “Hanya kita berdua?”
“Hanya kau dan aku.”
“Kau akan selalu bersamaku?”
“Aku tidak akan meninggalkanmu.”
Jaemin semakin tidak mempercayai Mark. “Tidak ada tugas kerajaan?”
“Tidak akan ada,” Mark menjawab mantap, “Aku berjanji padamu, istriku tercinta. Aku tidak akan meninggalkan sisimu barang sedetik pun walau pun itu demi Viering. Bulan madu ini hanyalah untuk kita berdua. Aku ingin menikmati saat-saat bahagia bersamamu tanpa gangguan apa pun.”
Jaemin tersenyum bahagia.
“Jadi, ke mana kau ingin melewatkan bulan madu kedua kita?”
“Aku menyerahkannya padamu,” Jaemin bergelayut manja, “Boleh ke mana pun asal tidak ke Corogeanu.”
“Ya, Paduka Ratu,” Mark tersenyum. “Hamba akan melaksanakan perintah Anda sebaik-baiknya.”
***
“Kami sudah mendapat kepastian dari pengadilan,” lapor Grand Duke, “Dalam waktu dekat mereka akan dihadapkan pada pengadilan.”
“Terima kasih, Taeil,” Mark tersenyum puas. “Aku masih punya satu tugas lagi untukmu.”
“Apakah itu, Paduka?” tanya Grand Duke.
“Aku sudah meminta Jisung untuk membantuku menjalankan tugas-tugasku untuk beberapa waktu selama aku meninggalkan Loudline. Kuharap kau mau mengawasinya.”
Grand Duke dan Jisung terperanjat.
“Taeil, kau adalah orang yang paling kupercaya dan Jisung adalah orang yang paling tepat untuk melanjutkan tugasmu menjadi penasehat Kerajaan yang utama.”
Grand Duke Taeil terperangah.
Mark berdiri dan berjalan menghampiri mereka.
“Jaemin percaya padamu, Jisung. Dan aku percaya pada Jaemin.”
Jisung tidak dapat berkata-kata. Tugas ini terlalu tiba-tiba. Mark sama sekali tidak mengatakan apa-apa ketika memanggilnya menghadap.
“Mulai saat ini sampai beberapa waktu mendatang, kuserahkan Viering pada kalian,” ia menepuk pundak Taeil dan berjalan ke pintu.
“Anda mau ke mana?” Jisung langsung bertanya.
“Membawa Jaemin pergi sebelum ia membuat ulah,” jawab Mark tanpa menghentikan langkah kakinya, “Kali ini aku bisa benar-benar tamat kalau aku tidak segera membawa Jaemin pergi.”
Mark membuka pintu.
“Satu hal lagi,” Mark menoleh, “Aku tidak tahu kapan aku akan pulang.”
Keduanya terkejut.
“Kalian tidak ingin aku kehilangan nyawaku sebelum kembali ke Fyzool, bukan?” tanyanya sambil tersenyum.
Keduanya memperhatikan Mark menutup pintu rapat-rapat diiringi suara tawanya.
“Tugas ini tidak akan mudah, Jisung,” Grand Duke berkata serius, “Apakah kau sudah siap?”
“Aku selalu siap kapanpun juga, Papa,” Jisung pun menjawab dengan serius.
***
Mark mengulurkan tangan memegang dahi Jaemin. “Panasmu sudah mulai turun.”
Jaemin yang duduk bersandar di bantal-bantal memasang wajah masam.
“Kau tidak senang mendengarnya?” Mark heran.
“Kau bohong!” Jaemin kesal, “Katamu tidak akan mengurungku. Kau ingkar janji!”
“Jaemin,” Mark meraih gadis itu dalam pelukannya, “Ketahuilah aku pun tidak suka mengurungmu, tapi aku harus yakin kau cukup sehat dan lukamu cukup kering. Aku tidak mau melihatmu berbaring di sini berhari-hari tanpa reaksi.”
Wajah masam Jaemin tidak berubah.
“Percayalah padaku, sayang.”
“Aku,” Mark menutup mulut Jaemin dengan tangannya.
“Jangan katakan aku membencimu karena aku tidak suka mendengarnya.”
Jaemin membuang wajah.
Mark mendesah. “Aku selalu kalah darimu.”
Jaemin melihat Mark dengan senyum manisnya.
“Aku akan menyuruh pelayan membantumu berganti baju. Kita akan pergi ke rumah musim semiku. Aku yakin kau akan menyukainya.”
Jaemin tersenyum gembira. Ia melingkarkan tangan di leher Mark. “Aku suka sekali,” Jaemin bergelayut manja.
“Tidak ada hadiah untukku?” Mark bertanya heran.
“Hadiah?” Jaemin ikut-ikutan heran tapi matanya bersinar nakal.
“Kau ini,” Mark mendorong Jaemin ke tempat tidur dan mencium bibirnya dengan lembut.
Jaemin memeluk badan Mark yang menindihnya. Jaemin kecewa ketika Mark langsung melepaskan diri.
“Kalau aku terus menerus di sini, aku khawatir kita tidak akan segera berangkat. Kau ingin segera ke sana, bukan?”
Senyum ceria langsung menghiasi wajah manis Jaemin.
“Jangan bertindak gegabah atau itu hanya akan membuatku menahanmu di sini lagi!” Mark memperingati Jaemin ketika melihat gadis itu siap meloncat dari tempat tidurnya.
Lagi-lagi Jaemin memasang wajah cemberut.
Mark tidak dapat lagi menahan tawa gelinya. Gadis ini memang sungguh mudah ditebak.
“Kau….”
Mark melihat Jaemin dengan tajam.
Jaemin ingat Mark tidak suka mendengar kata 'benci’. Saat ini ia juga tidak berani mengambil resiko memilih kata itu.
“Kau menyebalkan!” akhirnya ia memilih kata ini.
“Menyebalkan?” Mark termenung, “Bagus. Aku sudah setingkat lebih maju.”
Jaemin ingin sekali memaki Mark namun ia sadar saat ini hal itu terlalu beresiko. Belakangan ini ia sadar ada saatnya kemarahan Mark tidak boleh dilawan.
Mark tertawa geli melihat raut wajah Jaemin. “Tunggulah di sini. Aku akan segera memanggil Nicci.” Ia menyematkan ciuman di kening Jaemin sebelum meninggalkan kamar Jaemin.
Tak sampai semenit setelah kepergian Mark, Nicci datang dengan tergesa-gesa. “Anda harus bergegas, Paduka Ratu,” Nicci dengan cepat merapikan rambut Jaemin, “Semua sudah siap kecuali Anda. Baju-baju Anda dan obat-obatan sudah dikirim ke Pinhiero pagi ini.”
“Pagi ini?”
“Kemarin malam Paduka Raja menyuruh kami mempersiapkan segalanya agar pagi ini Anda bisa segera ke Pinhiero.”
Mark telah mempersiapkan semua ini untuknya!
Pengetahuan itu membuat Jaemin semakin bahagia. Jaemin makin mencintai pria itu.
“Jaemin sudah siap?” Mark melangkah masuk.
Jaemin melihat Mark dengan senyum termanisnya. Pria itu telah menanggalkan pakaian dinasnya. Sebagai gantinya, ia mengenakan kemeja putih dipadu celana hitam. Ia tampak begitu santai dan elegant.
Nicci menyematkan hiasan terakhir di rambut Jaemin. “Sudah, Yang Mulia,” katanya kemudian.
Jaemin mengulurkan tangan.
Mark menyambutnya dengan membopong Jaemin. “Segeralah bersiap-siap, Nicci,” katanya pada pelayan pribadi Jaemin, “Segera susul kami begitu kalian siap.”
“Baik, Paduka.”
Mark membopong Jaemin keluar.
Jaemin meletakkan kepala di pundak Mark. Tangannya melingkari leher Mark dengan mesra.
Di dalam kereta, Jaemin duduk merapat di sisi Mark. Ia menyandarkan kepala di pundak Mark dengan mesra.
“Apa-apaan kau ini?”
“Rasanya aku makin mencintaimu.”
“Tentu saja kau harus. Kalau tidak, aku akan mengurungmu,” goda Mark.
Raut wajah Jaemin menjadi masam.
Mark tertawa geli. “Aku akan menyukai liburanku ini.”
Sadar telah dipermainkan, Jaemin kesal. Jaemin bergerak menjauh.
“Kau tidak akan bisa menjauh dariku,” Mark menarik gadis itu merapat.
Jaemin menjulurkan lidahnya.
“Hidup bersamamu memang menyenangkan,” desis Mark tersenyum bahagia, “Selalu dipenuhi hal-hal baru yang tidak pernah terpikirkan olehku.”
Jaemin bergelayut manja.
Mark menunduk mencium Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
RATU PILIHAN (REMAKE MARKMIN)
Ficção GeralRATU PILIHAN Story by Sherls Astrella Remake by memeprincess "Ketika sepupunya menikahi seorang pelacur dengan catatan kriminal panjang, Mark tahu ia harus melakukan sesuatu untuk kehormatan kerajaannya. Rakyat sudah berspekulasi Rajanya akan 'turun...