Semilir angin di selatan kota Jakarta terasa menyapu wajah ayu gadis berdarah Jawa itu. Terlebih hari ini jalanan terasa lebih lengang dibanding dengan hari biasanya. Ini malam minggu, dan bisa dipastikan jika sebentar lagi jalanan pasti akan padat merayap.
Semilir angin berhasil membuat tubuh lelah gadis tersebut terasa lebih ringan, matanya pun mulai mengantuk, namun ia sadar saat ini sedang berada di atas motor kesayangan laki-laki yang sedang memboncengnya. Ia tak mungkin tertidur di sini, yang ada nanti ia akan jatuh. Ia berusaha sekuat mungkin membuka matanya. Toh sebentar lagi mereka sampai di rumah teman laki-laki tersebut.
Laki-laki dengan jaket hitam itu menghentikan motornya tepat di depan sebuah rumah minimalis dengan cat tembok berwarna salem. Gadis itu menghela napas lega karena tak perlu lagi menahan kantuk di perjalanan. Setelah ini, ia pasti akan benar-benar tertidur di dalam rumah tersebut.
"Viillleee!!!!" teriakan laki-laki tampan yang berada di beranda rumah membuat Ville menutup telinganya, melindungi gendang telinganya yang berharga dari laki-laki berisik tersebut. Ville bahkan masih berada di atas motor saat laki-laki itu meneriakkan namanya.
Ville turun dari motor diikuti oleh Angin, keduanya menghampiri laki-laki yang berhasil mencuri perhatian gadis-gadis remaja ibu kota, siapa lagi jika bukan Sakha.
Ville langsung duduk di kursi beranda rumah Angin, ia tak peduli, rasanya matanya ingin terkatup dengan segera. Ia butuh istirahat!
"Devon mana?" Tanya Sakha pada Angin.
"Lagi jemput Fandi, katanya." Jawab Angin. Matanya menatap Ville yang kini menopang dagu dengan mata yang tertutup. "Kha, pinjem kamar dong, buat Ville." Sakha menoleh dan sudah menatap teman perempuannya tak berdaya menahan kantuk tersebut.
"Yaudah, masuk yuk." Ajak Sakha.
Angin pun membangunkan Ville dan keduanya mengikuti Sakha masuk ke dalam rumahnya. Mereka langsung menuju lantai dua, Sakha membukakan pintu kamarnya dan menyuruh Ville untuk istirahat di kamar laki-laki tersebut. Sementara keduanya memilih untuk duduk di ruang TV yang ada di depan kamar Sakha sambil menunggu Devon dan Fandi.
***
Suara tawa terdengar begitu jelas dari telinga Ville. Ia meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa begitu kaku, matanya mengelilingi ruangan yang didominasi dengan warna biru langit. Ia menatap keluar jendela dan langit sudah berubah menjadi hitam, matanya pun kembali beredar pada ruangan tersebut dan mendapati sebuah foto tergantung di dinding menunjukkan wajah laki-laki yang tak asing baginya.
Ville ingat, ia tadi begitu mengantuk dan Angin meminta Sakha untuk meminjamkan kamar untuknya. Harus diakui Ville, jika dua laki-laki itu memang begitu baik. Ville sendiri bersyukur karena mendapat teman laki-laki yang begitu mengerti dirinya.
"Ville pasti capek banget ya Von, ngurusin semuanya?" Tanya Sakha yang didengar jelas oleh Ville dari dalam kamar.
"Dia itu selalu all out ngurusin semuanya, terlebih sekarang juga dia jadi tutor sebaya buat PM di sekolah. Gue juga nggak ngerti itu badannya terbuat dari apa bisa kuat begitu, badannya kecil tapi tenaganya ngelewatin satpam depan komplek lu, Kha." Seloroh Devon diakhiri dengan tawa.
"Pantesan si monyet satu ini nggak bisa lepasin Ville." Ville semakin menajamkan pendengarannya saat pembicaraan itu mulai mengacu pada hubungannya dengan Angin.
"Dia lepasin Ville, dia yang rugilah!" Itu suara Devon.
"Berisik lu berdua, pergi jauh-jauh dari cewek gue!" Hati Ville terasa menghangat saat Angin mengumumkan atas kepemilikan dirinya di depan sahabat laki-laki tersebut.
YOU ARE READING
Bougenville
Teen FictionKerikil membatu Tak goyah dengan siulan angin Tak tergoda dengan rayuan angin Rerumputan tertunduk Tersipu akan siulan angin Tapi tak terlena dengan rayuan angin Bougenville tertarik Terpana wanginya angin Terpesona akan hadirnya angin Bougenville t...