Bougenville 1

81 10 0
                                    


Selamat pagi. selamat berselasa hihihi. selamat membaca juga :)


****

Temaram dalam sunyi pekatnya hari. Tanpa bintang atau hujan. Hanya angin. Berhembus menyentuh ruang tanpa batas. Ruang yang takkan pernah sanggup untuk digapai.

Kelopak bougenville berjatuhan. Menyapa lembabnya tanah yang hitam. Tak bertahan lama. Sapuan angin menyapa, membuatnya tak kuasa menahan rasa. Rasa untuk mengikutinya. Meski harus tersesat. Meski harus terluka.

Bougenville menatap kelopak itu dengan miris. Air mata itu telah kering karena angin. Dan luka itu juga disebabkan oleh Angin. Kelopak bougenville itu seperti dirinya, tak kuasa menahan untuk tak bersama angin, meski pada akhirnya angin akan melukainya berulang kali, dan angin akan meninggalkannya berulang kali pula.

Bougenville—yang biasa disapa Ville—tak pernah peduli jika matanya yang dulu penuh dengan semangat dan sinar harapan kini berubah dengan mata yang penuh dengan kepasrahan. Tubuh yang dulu sedikit berisi kini tinggalah tulang yang tebal dengan kulit pucatnya.

Angin tak pernah menyatakan rasanya pada Ville, hanya saja laki-laki itu selalu memberikan yang terbaik untuk Ville. Ya, perlahan tapi pasti, Ville jatuh pada lubang yang tak pernah ia sangka sebelumnya. Lubang yang semakin hari membuatnya terperangkap tanpa pernah bisa keluar.

Pernah satu kali Ville mencoba untuk keluar, ia sudah hampir sampai pada tepi lubang itu, namun hati kecilnya tak pernah sanggup untuk meninggalkan laki-laki itu. Ia tak akan pernah bisa meninggalkan Angin begitu saja, ia tak akan pernah bisa melihat Angin menyandang status sebagai kekasih gadis lain. Dan Ville menyerah. Ia menetapkan dirinya untuk mengikuti Angin. Meski harus terluka.

Sebuah kain panjang menutup bahunya. Tak perlu menolehpun Ville tahu siapa yang menutup bahunya dengan kain itu. Terasa hangat meski tatapan lelaki itu tak pernah terarah padanya, meski tatapan lelaki itu hanya mengarah pada genangan air yang tanpa dasar dengan dingin, sedingin udara yang menyentuh kulitnya malam ini.

"Pulang sekarang!" Lelaki itu berbalik tanpa menatapnya sedikitpun. Mendengar suara dingin itu, Ville segera berbalik dan mengikuti langkah kaki lelaki itu.

"Masuk!" Lelaki itu membukakan pintu bagian kiri untuk Ville, dengan menunduk Ville melewatinya dan masuk ke dalam mobil diikuti oleh lelaki itu.

"Makan sekarang!" Lelaki itu memberikan sebuah sterofoam kepada Ville, Ville tahu jika di dalamnya berisi bubur, dan ia juga tahu dimana lelaki itu membelikannya bubur.

Selama dalam perjalanan tak ada percakapan diantara keduanya,Ville memilih untuk sibuk dengan buburnya sementara lelaki di sampingnya sibuk dengan jalanan kota Jakarta yang masih padat meski tidak sepadat saat jam pulang kantor.

Ville sudah menyelesaikan makannya saat mereka sudah memasuki komplek perumahan Bougenville tinggal. Ville merapikan penampilannya, ia tak mau terlihat berantakan saat sampai di rumah, ia tak mau ibunya khawatir terhadapnya, terlebih saat ini waktu sudah menunjukkan malam hari. Bisa-bisa ibunya curiga dengannya.

Ville melepaskan jaket yang tadi diberikan oleh lelaki di sampingnya itu, dengan senyum tipis ia mengulurkan jaket itu pada lelaki dengan tinggi lebih dari 180 cm itu saat dihentikannya mobil tepat di sebuah rumah bergaya minimalis dengan taman kecil di depannya.

"Angin makasih ya udah jemput, dan makasih untuk jaket serta buburnya. Gue suka!" Ville menatapnya dengan binar seperti biasanya. Binar yang selalu menunjukkan sebuah rasa cinta.

BougenvilleWhere stories live. Discover now