Holla minggu pagi! rasanya udah lama banget nggak nulis. mood nulis mendadak berantakan padahal kepala udah melayang kemana-mana. seperti biasa, semoga ini bisa menghibur. :)
----
Kamu.
padamu, aku terjatuh.
padamu, aku menyerahkan diri.
menjatuhkan harga diri.
Kamu.
padamu, bolehkah aku menyerah?
atau, haruskah?
Kamu.
padamu, aku pamit.
memohon diri untuk tak lagi,
menyerahkan diri.
****
Suasana SMA Bakti sabtu itu tengah sibuk. Bukan sibuk dengan kegiatan belajar mengajar, melainkan sibuk dengan kegiatan yang diadakan oleh eskul PMR. Alhasil, anggota OSIS pun ikut terjun ke lapangan untuk membantu tim dari PMR.
Bulan ini, tim dari PMR mengadakan lomba yang diikuti oleh beberapa SMP di wilayah Jakarta. Hal ini dilakukan selain untuk berkenalan satu sama lain, juga untuk ajang promosi sekolah secara tidak langsung. Bagaimana pun SMA Bakti adalah sekolah swasta, pasti akan menjadi pilihan kesekian dari sekolah negeri yang ada di Jakarta.
Hari ini, lomba dibuka dengan pembuatan tandu, dan akan ditutup hari Senin, dengan adanya pendonoran darah serta sunat masal. Selain itu akan ada lomba pengetahuan mengenai kesehatan serta penanganan pasien oleh anggota PMR lainnya. Hari ini pun, mereka membuka bazar untuk mendukung kegiatan berjalan semakin semarak.
Ville berjaga di stand yang menjajakan minuman. Ditemani dengan Anggi dari XI IIS 2 yang menjadi sekertarisnya di OSIS. Anggi sendiri digadang-gadang akan menggantikan posisinya. Ville senang saja jika Anggi menggantikannya, karena Anggi meskipun tubuhnya mungil seperti dirinya, gadis itu begitu enerjik dan supel.
Ville, menunduk dan memainkan ponselnya, ia membiarkan Anggi berdiri di depan dan berteriak-teriak menawarkan dagangan mereka. Ville sungguh tidak akan bekerja jika Anggi sudah bersamanya, gadis itu pasti akan menawarkan diri untuk membantunya. Anak baik bukan?
"Nggi, gue mau good day chococino ya." Ville terdiam saat mendengar suara itu, ia bahkan tidak melakukan pergerakan sedikitpun. Ia hanya bernapas untuk dapat bertahan hidup.
"Oke, Kak!" Anggi menyahut. Ville masih menunduk dan hanya menyimak kegiatan keduanya. Tak berani sedikitpun mengintip, ia pura-pura sibuk dengan ponselnya.
"Nggak usah pake keju ya, Nggi." Pesan Angin yang membuat Ville mengernyit bingung. Sejak kapan laki-laki itu tidak menyukai keju?
"Siap, Kak!" Balas Anggi sama semangatnya seperti tadi.
Ville menghela napas panjang, ia tak bisa berlama-lama di sini. Ia pun akhirnya berpamitan untuk ke toilet pada Anggi. Tak sedikitpun matanya menoleh pada Angin, ia mengabaikan laki-laki itu. Ini sudah minggu ketiga putusnya hubungan mereka. Ville benar-benar menjauh dari Angin. Ia tak pernah menghubungi laki-laki itu sekalipun. Bahkan ia tak pernah lagi sengaja ke kantin untuk sekedar bertemu Angin.
Ville masuk ke dalam bilik toilet. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. Ia mencoba untuk mengatur detak jantung yang masih menggila karena Angin.
Cukup lama Ville mengatur detak jantungnya hingga kembali normal. Ia pun keluar dari bilik toilet dan menuju wastafel, membasuh wajahnya dan memandang dirinya sendiri pada cermin.
YOU ARE READING
Bougenville
Teen FictionKerikil membatu Tak goyah dengan siulan angin Tak tergoda dengan rayuan angin Rerumputan tertunduk Tersipu akan siulan angin Tapi tak terlena dengan rayuan angin Bougenville tertarik Terpana wanginya angin Terpesona akan hadirnya angin Bougenville t...