Chapter 31

13.9K 2K 94
                                    

Maap guys si cantik ini kemarin sibuk hehe, maap yaw😞🙏

Happy reading!

________

Memandangi sebuah batu bertuliskan nama seseorang yang punya andil besar dalam hidupnya bukanlah sesuatu yang mudah. Batu yang tampak sedikit berlumut diantara puluhan batu lainnya itu menjadi fokus tersendiri bagi seorang Albert.

Dia tak menangis. Tak juga duduk bersimpuh. Albert hanya berdiri menjulang dengan raut datarnya. Tangannya menjuntai tanpa pegangan. Seperti hidupnya dahulu. Sebelum putri angkatnya datang.

Gagal. Pertahanan Albert untuk bersikap baik-baik saja di makam sang istri lirih begitu saja. Titik-titik air mata dengan perlahan mengalir. Albert menundukkan kepalanya. Berusaha menghalau agar air matanya tak terbuang lagi.

Masih teringat jelas dimemorinya, bagaimana sang istri terbaring tak sadarkan diri dengan darah yang cukup banyak. Tubuh dingin dan pucat sang istri mampu membuat dirinya kehilangan akal selama beberapa tahun.

Bagaimana Albert bisa rela istrinya meninggal begitu saja karena melahirkan sosok manusia yang bahkan Albert belum kenal? Albert sungguh tak habis pikir.

Ia lebih baik kehilangan bayi itu daripada kehilangan istri tercintanya. Tapi nyatanya sang istri tak sependapat dengannya. Ia lebih memilih bayi kecil itu untuk hidup dan meninggalkan Albert seorang diri.

Sampai pada puncaknya, malam tadi saat Albert sedang tertidur nyenyak, Cecilia datang ke mimpinya. Sesuatu yang Albert inginkan sejak lama namun baru tercapai malam tadi.

Tidak sesuai ekspektasi Albert. Ia kira Cecilia akan memeluknya dan memberikan senyum lembut yang dulu selalu wanita itu tujukan untuknya.

Tapi yang terjadi tadi malam adalah Cecilia yang memandangnya dengan ekspresi marah dan....kecewa.

Tapi mengapa? Albert benar-benar tak mengerti. Cecilia bahkan tak mengatakan apapun dalam mimpinya. Tapi tatapan marah dari Cecilia terus menganggu Albert samping saat ini.

Dengan perlahan, Albert mengusap lembut batu nisan itu. "Kenapa?" Hanya itu yang bisa dilontarkan dari mulut Albert. Mewakili semua pertanyaan yang ada dibenaknya.

Kenapa kamu pergi?

Kenapa melahirkan dia?

Kenapa meninggalkan aku?

Kenapa tidak mengajakku?

Kenapa kamu terlihat begitu marah?

"Bisakah kamu kembali? Ayo kita berkeliling kemana saja, seperti yang kamu impikan dulu, sayang" Albert lemah. Dia tidak lebih dari seorang raja yang rapuh.

Albert menginginkan Cecilia kembali lebih dari siapapun. Hanya Cecilia yang mengerti dirinya daripada dia sendiri. Cecilia yang selalu ada disampingnya setiap saat, Cecilia yang setiap saat mengelap peluh lelahnya. Cecilia juga yang selalu menenangkannya saat ia merasa gundah.

Walau tak memiliki efek sehebat Cecilia, sekarang ada Anne yang sedikit menenangkannya. Putrinya yang memiliki wajah teduh itu selalu meringankan harinya.

Tapi bagaimanapun juga, ia tetap menginginkan Cecilia kembali. Cecilia tak tergantikan baginya.

Albert hanya menarap nisan dengan pandangan kosong dengan setumpuk harapan agar Cecilia sudi kembali kepadanya.

---

"Mandi dulu, kau bau!"

"Hmm" bukan jawaban yang diinginkan, yang keluar hanyalah sebuah gumaman tak jelas yang keluar dari bibir indah miliknya.

I'm Innocent, Damn It!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang