• your back!

93 35 213
                                    

"Lo mau kita ketahuan?! Sut!" Bima berbisik keras memberi peringatan.

Suara langkah kaki terdengar memasuki aula di rusun terbengkalai itu. Aji bisa melihat debu-debu berterbangan, celah dari retakkan tembok semakin terbuka.

Hingga,

Mereka terjepit. Ibarat maju kena mundur kena. Tembok itu runtuh seketika.

Plentrang!

Saat Jack baru akan memburu Aji dan Bima, sesuatu di sudut lain terjatuh hingga mengalihkan atensinya.

"Tulil!" Arkie menarik kerah baju Elang yang tidak sengaja menyenggol kaleng sarden.

Ketika itu Haris langsung menarik tangan keduanya untuk melarikan diri.

Demi membuat Jack pusing sendiri, Aji dan Bima ikut terbirit lari memasuki gedung lebih dalam bersama tiga pemuda itu.

Tidak tahu. Tiba-tiba ada yang menarik tangan Arkie dari arah kegelapan.

Elang dan Haris tersisa. Disisi lain Aji dan Bima sudah masuk ke peti mati yang tergeletak di sana.

"Kita ngumpet dimana??!" panik Haris.

Elang ketar-ketir. "Eh? Mm- di.. di YA MANA GUA TAU!"

Haris menangkap keberadaan pipa tua. Ia meloncat ke atas sana dan memanjat sampai ke langit-langit. Bertahan dengan gaya.

Meski mirip cicak.

Tersisa Elang seorang diri. Memanjat ia tak bisa, kabur tak punya waktu.

Elang terhenyak. Sosok itu tepat di hadapannya. Seolah mengunci bidikan yang akan dia serang.

Elang pasrah. "Kak Ray, maafin Elang belum bisa jadi adik yang baik, Elang belum bisa ngebuka sepuluh cabang pabrik mendoan amanat Kakak.."

Elang berkata pilu benar-benar pasrah tentang hidupnya.

Sampai figur tinggi besar itu menghadap Elang dengan kampak yang diangkat ke udara.

"AAAAAAAKKKKK!!!"

Saat degup jantung rasanya pindah ke ubun-ubun, suara jeritan perempuan membuat Jack menoleh.

Tuhan masih sayang Elang. Makhluk itu berbalik pergi, mencari asal bising yang membuat telinganya berdengung. Ia benci suara lengkingan!

Sementara Elang tiba-tiba terjatuh saat kakinya ditarik paksa oleh beberapa tangan yang muncul dari dalam kabinet besi.

Tak perlu berlari, Jack dapat menyusul langkah si murid perempuan. Menjambak rambutnya dan menyeretnya ke sebuah bidang dinding.

Dihantamkannya kepala gadis itu hingga hancur. Mematahkan persendiannya, setelah mencabut usus dari perutnya. Dia biarkan terurai begitu saja.
























"Kamu tidak apa, teman?"

Defan menepuk pundak Elang sedang pemuda itu mengusap kepalanya yang masih berkunang-kunang. Terjatuh, tadi. Jalur panik attack.

Elang mengangguk samar. "Kecil inimah."

Haris sudah turun dari pipa air. Defan dan Yudha yang menarik Arkie lalu Elang ke dalam lemari untuk bersembunyi. Sisanya, siapa yang belum?

"Tadi kalo nggak salah ada dua orang lagi deh kabur ke arah sini," lontar Haris.

"Apa jangan-jangan .. mereka udah ketangkap ya, Kak?" Yudha beringsut memeluk kedua lututnya. Noda tanah memenuhi baju pemuda menggemaskan ini.

PAЯADIES | BTSKZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang