Lima

2.7K 488 21
                                    

Wakasa benar benar menerima tawaran Akeno untuk ikut makan malam bersama. Rumah (Name) sangat luas dengan banyak funiture mewah.

Sementara (Name) memilih sibuk memasak, Wakasa mengobrol dengan Akeno di ruang keluarga. Lebih tepatnya Akeno banyak menceritakan sosok (Name).

Ada satu benda yang menarik perhatian Wakasa. Sebuah foto tiga orang. Ada Akeno yang tengah tersenyum lebar, bahkan di foto itu juga (Name) terlihat tertawa lepas. Dan seorang gadis yang Wakasa tebak nampaknya seumuran dengannya yang tengah merangkul tubuh (Name).

"Itu foto kami bertiga." Akeno buka suara. "Aku, Yuki, dan (Name)."

"Yuki?" Gumam Wakasa.

"Dia saudara kedua, kakak perempuan (Name). Kami tiga bersaudara." Ucap Akeno.

Dimana Yuki sekarang?

"Dulu (Name) sama sekali tidak ketus. Dia yang paling periang diantara kami. Bahkan rumah malah akan terasa sepi kalau misalnya tidak ada (Name)." Cerita Akeno.

Akeno tersenyum sendu, "Rasanya sudah lama sekali aku tidak melihat (Name) tersenyum seperti itu."

Wakasa menoleh menatap Akeno yang tampak menatap sedih ke arah foto itu.

"Yuki sudah seperti pengganti ibu kami bagi (Name). Dia meninggal satu tahun yang lalu." Ucap Akeno membuat Wakasa terperangah.

Jadi alasan sikap (Name) saat ini karena kematian kakak perempuannya.

"Kamu menyukai (Name) kan?" Akeno menatap Wakasa.

"Iya." Jawab Wakasa pasti.

Akeno tersenyum, "Tolong buat dia bahagia lagi ya."

(Name) sendiri menyandarkan tubuhnya pada dinding di balik ruang keluarga. Ia mendongakan kepalanya, berusaha mencegah airmatanya untuk tumpah. Tangannya meremas kuat celemeknya.

Buru buru (Name) mengusap kasar airmata yang sudah terlanjur mengalir di pipinya. Ia berusaha bersikap biasa saja.

"Aniki, makan malamnya sudah siap." Ucap (Name) dan berjalan lebih dulu menuju meja makan.

(Name) berlagak seperti ia tidak mendengar pembicaraan Akeno dan Wakasa dan fokus menyiapkan makanan.

"Wakasa, anggap saja ini sebagai ucapan terima kasihku juga." (Name) menatap Wakasa.

Wakasa mengangguk. Ia masih memikirkan ucapan Akeno tadi. Ada keinginan kuat untuk membuat (Name) bisa kembali tertawa lepas seperti di foto itu.

"Walau sikapnya seperti itu, (Name) sangat pintar memasak." Ucap Akeno riang.

"Seperti itu? Apa maksudmu, aniki?" Geram (Name).

Akeno hanya terkekeh pelan.

Wakasa menatap masakan yang sudah (Name) sediakan. Ada sup miso, tempura, dan nasi hangat. (Name) bahkan menyiapkan teh hangat juga.

Wakasa mencoba dan terperangah. Benar benar enak.

"Bagaimana?" Tanya Akeno.

"Ini enak." Puji Wakasa.

Makan malam mereka diisi dengan obrolan ringan. Lebih tepatnya Akeno yang banyak mendominasi percakapan, Wakasa sendiri menanggapi sembari mencuri pandang ke arah (Name) yang tampak manis dengan celemek yang masih dipakai.

Sementara (Name) makan dalam diam sembari mengerutkan wajahnya kesal karena Wakasa yang terus menerus menatapnya.

Setelah makan malam, Wakasa memilih berpamitan.

Wakasa's Mine (Wakasa x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang