Sepuluh

2.1K 350 13
                                    

"Aku tidak mau berhenti. Lepas, aniki!" (Name) memberontak. Ia sudah tidak peduli apa apa lagi.

"Lalu apa!? Kalau kamu membunuh dia apa Yuki akan hidup lagi!? Kamu pikir ini yang Yuki mau!? Melihat adiknya menjadi pembunuh!?"

"Jatuhkan botol itu sekarang." Ucap Akeno.

Kata kata Akeno seperti menampar (Name). Ini kenyataannya. Kenyataannya memang Yuki tidak akan kembali lagi, apapun yang (Name) lakukan, faktanya dia sudah kehilangan kakak perempuannya.

"Aku hanya ingin dia mengerti perasaan kita." Ucap (Name) lirih.

Genggamannya pada botol kaca itu melemah dan akhirnya (Name) menjatuhkan botol itu.

Setelahnya pandangan (Name) memburam. Sial, ini pasti karena ia yang terlalu sedikit mengisi makanan ke dalam perutnya.

Setelahnya semuanya gelap, (Name) tidak sadarkan diri.

Akeno segera mengangkat tubuh adiknya itu dengan panik. Wakasa turut mendekat untuk membantu.

"Akeno-san." Panggil Shiro.

"Aku harap ini terakhir kalinya kamu muncul di depan mataku atau (Name). Aku melindungimu bukan karena aku sudah melupakan semuanya, namun jika (Name) mau menghancurkan hidupnya sendiri, aku tidak mungkin membiarkannya." Ucap Akeno dingin.

Ini pertama kalinya Wakasa melihat Akeno bersikap dingin seperti itu. Mengingat setiap dengannya Akeno sangat ramah dan hangat.

"Ayo kita pergi, Wakasa-kun." Ajak Akeno.
...........

(Name) mengerjap ngerjapkan matanya, ia mengernyit saat menghirup aroma obat obatan yang menyengat. Di tambah ia tau ini bukan di kamarnya mengingat langit langit ruangan ini polos, tidak ada lukisan (Name) di sana.

"Kamu sadar?"

Suara itu membuat (Name) menoleh dan menemukan Wakasa yang tengah tersenyum tipis.

"Dokter bilang kamu kekurangan cairan tubuh dan kelelahan. Jadi dia memintamu untuk di rawat di rumah sakit sehari." Ucap Wakasa.

Otak (Name) memutar lagi rangkaian kejadian yang ia alami. Mulai dari ia yang bertemu dengan Shiro dan ia nyaris membunuh pria itu.

Benar juga. Wakasa ada di sana.

"Mengapa kamu di sini?" Tanya (Name).

"Pertanyaan bodoh. Tentu saja menunggu gadis yang aku sukai sadar dari pingsannya." Balas Wakasa.

(Name) membuang muka. "Kamu sudah lihat seburuk apa aku. Tidak ada harapan dari gadis sepertiku. Aku bahkan nyaris menjadi pembunuh. Cari saja gadis lain." Lirih (Name).

"Yang aku sukai kamu." Balas Wakasa. "Dan aku tidak peduli. Aku tau kamu punya alasan dari tingkah nekatmu itu."

(Name) tidak membalas lagi. Ia terlalu malas berdebat saat ini.

"(NAME)!!" Teriakan histeris itu nyaris membuat gendang telinganya pecah. (Name) menoleh.

Narumi berlari menghambur ke arahnya dengan mata berkaca kaca. Gadis itu segera memeluk tubuh (Name) kuat kuat.

"Aku khawatir sekali!!!" Tangis Narumi. "Aku pikir kamu hilang diculik om-om menjijikan."

"Kalau itu terjadi aku pasti sudah membuat orang itu babak belur." Keluh (Name). "Dan aku tidak hilang, aku di makam kakakku."

Akeno sendiri hanya tersenyum menatap (Name) yang menanggapi celotehan Narumi yang tidak ada habisnya.

Akeno menepuk bahu Wakasa. "Mau ikut aku sebentar?"

Wakasa's Mine (Wakasa x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang