Enam

2.3K 426 7
                                    

(Name) mengernyit saat Wakasa menghentikan motornya. Ini nasih jauh dari rumahnya. Setelah memaksanya pulang bersama, apalagi rencana pria itu kali ini?

"Ayo turun." Ajak Wakasa.

(Name) menurut. "Mengapa kita berhenti di sini?"

"Kita akan membeli es krim." Jawab Wakasa. Semalam Akeno sempat memberitahu bahwa (Name) sangat menyukai camilan dingin itu.

"Tidak mau, aku mau pulang." Tolak (Name).

"Tidak boleh, aku baru akan mengantarmu pulang setelah kita membeli es krim." Jawab Wakasa.

"Kalau begitu aku pulang sendiri." Putus (Name) dengan nada datar.

"Kamu yakin? Bagaimana kalau pria pria kemarin kini sedang mengintaimu dan akan menangkapmu lagi?" Tanya Wakasa berusaha menakuti nakuti. 

"Aku orang yang belajar dari pengalaman. Aku bawa pisau lipat di ranselku." Jawab (Name).

Wakasa terperangah. Gadis ini benar benar luar biasa.

"Intinya kamu harus makan es krim bersamaku." Wakasa menarik ransel (Name) membuat tubuh gadis itu ikut terseret.

"Bajingan." Umpat (Name).

"Aku mendengarnya." Balas Wakasa.

"Memang itu tujuanku." (Name) memutar bola mata malas.

Wakasa terkekeh pelan. Ia beruntung sekali dipertemukan dengan gadis semacam (Name). Ia pasti akan jadi pria pertama yang memenangkan hati (Name).

(Name) sendiri memilih mengalah karena ia terlalu malas berdebat dengan Wakasa. Kapan pria ini akan berhenti mengganggunya?

(Name) memesan es krim dengan rasa favoritnya sementara Wakasa memilih menyamakan pesanannya dengan pesanan (Name).

"Silahkan dinikmati." Pelayan membawakan dua es krim porsi besar ke meja (Name) dan Wakasa.

Kedai es krim ini menghadap langsung ke jalan besar kota Tokyo, membuat pemandangan orang yang berlalu lalang terlihat dengan jelas.

"Itadakimasu." Ucap (Name) lirih.

Ia cukup yakin bahwa ini adalah tingkah Akeno yang memberitahu Wakasa tentang sesuatu yang menjadi kesukaannya.

(Name) menyuapkan sesendok es krim ke dalam mulutnya. Enak. Suasana hatinya langsung terasa berbunga bunga.

Wakasa sendiri memilih bertopang dagu dan memperhatikan (Name) yang asyik menyantap es krimnya. Meski gadis itu tidak mengatakannya, namun rona bahagia di wajah cantik itu tidak bisa berbohong.

"Berhenti menatapku." Ketus (Name).

"Mengapa? Kamu takut jadi menyukaiku?" Tanya Wakasa.

"Jijik." Balas (Name) kesal.

"Kamu terlalu ketus denganku. Bagaimana kalau kamu jadi menyukaiku tiba tiba?" Balas Wakasa.

"Kemungkinan itu masih ratusan tahun terlalu awal." Cibir (Name).

"Kalau begitu, aku tidak keberatan menunggunya." Wakasa terkekeh.

"Orang gila." Cibir (Name) dan memilih kembali menikmati es krimnya.

Wakasa sendiri menyantap es krim miliknya. Namun dibandingkan dengan rasa manis di mulutnya, ia lebih fokus dengan rona bahagia di wajah (Name).

Ia tidak menyangka efek makanan akan sebesar ini.

"Sudah selesai, aku mau pulang." Ucap (Name).

"Tentu, sesuai keinginanmu." Wakasa tersenyum tipis.

Wakasa's Mine (Wakasa x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang