LEFT

251 23 1
                                    

Matahari tengah berpindah ke ufuk barat. Umumnya para dokter spesialis telah mengosongkan ruang. Semua, tapi tak berlaku bagi Neji.

"Kenapa mereka belum ada kemajuan juga" Neji mengacak-acak rambut. Perasaan campur baur antara kesal, sesal, dan ketidak-mampuan mulai menyerbu.

"Neji-san, istirahatlah dulu" Tenten, perawat asisten Neji selalu setia menenangkan.

Neji menyisir rambut yang menutupi dahi. Ekspresi tertekan nampak jelas di wajahnya, "biasanya dalam waktu seminggu, gangguan seperti itu bisa teratasi"

Tenten melihat daftar pasien Neji. Di antara banyaknya pasien, 3 orang tak mengalami kemajuan berarti. Anak-anak dan manula, dua macam pasien yang paling suli ditangani. Anak-anak terkenal dengan kejujurannya, namun tidak dalam menyampaikan sakit yang diderita. Mereka sukar menjelaskan secara spesifik bagian mana dan seperti apa jenis sakitnya. Sementara manula, biasanya mereka mudah tersinggung jika ditanya lama-lama.

TOK TOK. Pintu ruangan Neji terketuk, "shitsurei shimasu, Senpai"

"Nani? Bukannya shiftmu sudah berakhir?"

"Senpai sendiri bagaimana?" junior bernama Sasuke malah melempar balik pertanyaan sang senior.

"Mattake"

"Gomen" Sasuke meringis. Mendadak rautnya berubah serius, "aku hanya ingin menanyakan kondisi Sakura Namikaze"

"Neji-san baru mengeluhkannya" Tenten bergabung dalam pembicaraan, "dia susah sekali diajak bicara"

"Tenten benar. Ini sudah hari ke sepuluh tapi keadaannya stagnan begitu saja. Tak ada tanda-tanda berarti" terang Neji, "kalau terus begini, dia susah sembuh"

Sasuke hanya menunduk. Rasanya mustahil. Padahal Sacchan cukup cerewet padanya.

Mungkinkah dia masih canggung dengan orang lain?

"Kau sebagai orang yang akhir-akhir ini dekat dengannya sebaiknya memberi motivasi agar cepat membaik. Kudengar dia tak suka diinfus dan makanannya sering tak habis, jadi wajar kalau kondisinya begini-begini saja" lanjut Neji, "kami juga bingung harus memberi nutrisi dan suplai cairan dari mana lagi"

Sasuke memejamkan mata sejenak. Bibirnya mengatup. Kekhawatiran Naruto di hari lalu benar. Sacchan tidak sedang baik-baik saja.

"Serahkan padaku!"

Sebelum pulang, Sasuke memutuskan untuk menjenguk Sacchan sebentar. Wajah gadis itu sedikit berwarna walau bibirnya masih pucat. Ucapan Neji tidak salah tentang kondisi Sacchan.

"Okaeri!" sambut Sacchan berbunga-bunga.

"Yosh yosh. Kau semangat sekali" balas Sasuke mengelus kepala Sacchan, "hari ini kau tidak nakal sama Sensei kan?"

"Tidak kok"

"Yokatta. Anak baik" senyum Sasuke begitu teduh hingga membuat Sacchan merasa nyaman, "hmm.. apa kau tidak rindu sekolah?"

"Tidak! Haha-oya bilang aku boleh sekolah atau tidak sekolah semauku"

"Tapi kalau tidak sekolah nanti jadi bloon loh" canda Sasuke menjulurkan lidah.

"Aku pernah dengar kalau orang bodoh tidak pernah sakit. Aku jadi ingin. Biar aku tidak sakit" cuap Sacchan dengan aura positif.

Sasuke cuma diam. Keinginan polos dari bocah yang telah berjuang selama ini. Terkesan tidak berbobot, tapi kejujurannya murni.

"Tapi kau harus sembuh dulu biar tidak sakit"

Sacchan menyeringai, "benar juga ya"

"Dan aku punya hadiah jika kau sembuh nanti"

True Love of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang