CHAPTER XI

1.4K 156 3
                                    

Momen penasaran telah berlalu. Tiba-tiba Kim Ga On merasa sangat kosong. Dia bangkit berdiri, terhuyung mundur. Jaraknya dengan anak laki-laki yang tergeletak di ujung jalan itu hanya beberapa meter. Ada sepersekian detik ketika Kim Ga On tidak berani memeriksanya. Dia membiarkan tubuhnya menggelosor di tanah berlapis kerikil, bersandar pada dinding yang dipenuhi graffiti. Kim Ga On tidak bergeming di dalam udara malam yang dingin. Tiba-tiba sangat takut bahwa anak itu telah mati, juga sedikit takut dia masih hidup.

Pikirannya terus berputar kembali ke tatapan penuh horor yang diberikan anak itu padanya, satu ekspresi yang menampar keras ke wajahnya. Mungkin ada perubahan yang terjadi tanpa ia sadari. Rasa haus akan darah memancing wujud anehnya keluar.

Dengan jari gemetar, dia menyeka darah di bawah bibirnya. Tepi matanya memerah saat menatap lagi tubuh pucat anak yang terbujur kaku. Kemudian setelah beberapa saat, dia bangkit berdiri dan mulai menyeret langkah melalui jalan berliku yang gelap. Dia sangat takut melihat mayat anak laki-laki itu.

Aku telah berubah menjadi mahluk lain, tidak bisa disangkal lagi. Berpura-pura normal tidak akan mengubah kenyataan.

Kim Ga On membeku untuk beberapa saat. Jiwanya kosong, demikian pula ekspresinya. Seolah-olah dia baru saja bangun dari mimpi.

Suara-suara beraneka ragam datang sekitar satu blok dari tempatnya. Dia tersentak oleh suara itu, mengumpulkan kembali fokusnya. Menatap langit penuh bintang, tatapannya masih kosong namun tidak terganggu mau pun goyah. Dia tidak bisa berada di sini terlalu lama. Akan ada petugas malam mau pun pemuda jalanan lain yang pulang dari acara mabuk-mabukan dengan jaket kulit dan rambut hijau serta aksesoris gothic. Mereka akan menemukan mayat pucat di ujung jalan labirin. Dia tidak ingin ada saksi yang melihatnya di sini. Wilayah ini tidak familiar untuknya, jadi dia harus segera pergi sebelum tersesat lebih jauh.

Dia berlari menuju mobilnya hampir seolah-olah mengambang di udara.

✨✨✨

Saat malam berikutnya menjemput. Kim Ga On memutuskan tidak ingin pergi kemana pun. Dia mengurung diri salam kamar, duduk di tempat tidur. Angin menderu di luar sana dan api menyala dalam dirinya.

Dan akhirnya ibunya datang, seperti yang seharusnya ia duga.

Dia mengenalnya dari gerakannya yang khas. Sebenarnya ia memiliki cinta yang besar pada sang ibu, jika saja wanita itu memiliki cukup banyak waktu untuknya. Tetapi dia memilih selalu bepergian dalam bisnis bersama sang ayah. Jadi Kim Ga On merasakan ikatan yang sejak awal tidak terlalu kuat perlahan kian mengendur tanpa harus orang lain merusaknya.

"Kenapa kau selalu menutup pintu dua hari terakhir ini?" tanya sang ibu.

Kim Ga On tidak berpikir akan mengatakan alasan yang sebenarnya,bahwa ia stress karena telah melenyapkan nyawa seorang anak. Dia hanya menggeleng, wajahnya memucat, berusaha menekan rasa gugup dalam suaranya saat ia berkata, "Tidak apa-apa. Aku kurang sehat."

"Benarkah?" Sang ibu duduk di tepi tempat tidur, meletakkan telapak tangan pada keningnya.

"Suhu tubuhmu dingin. Kebetulan aku sudah menyiapkan sup untukmu. Makanlah."

Kim Ga On terheran-heran. Hal-hal seperti itu jarang keluar dari bibirnya. Dia membaca ekspresinya sepanjang waktu; pada kenyataannya, ibunya adalah satu-satunya di keluarganya yang lumayan banyak bicara walaupun hanya basa basi.

Sikapnya masih terlihat cukup wajar. Sebaliknya, dia membangkitkan rasa ingin tahu Kim Ga On. Apa yang akan dia katakan jika tahu putranya memgalami perubahan besar, dan apakah itu akan membuat perbedaan bagi hidup mereka? Kim Ga On semakin merasa gugup. Dia tidak ingin ibunya datang, atau bahkan memikirkannya, dan ia berkali-kali mencoba berpaling dari wajah sang ibu.

𝐃𝐫𝐚𝐠 𝐌𝐞 𝐓𝐨 𝐇𝐞𝐥𝐥 (𝐇𝐚𝐥𝐥𝐨𝐰𝐞𝐞𝐧 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang