Part 7

31 2 0
                                    

Jakarta, 13 Oktober 2019

Di rumah Saraswati

"Buuu, hari ini Saras mau ketemu Bima. Temenin yuk Bu",
"Ayok Nak, sana kamu mandi dulu gih. Jangan terlalu siang kesananya, panas ntar"
"Oke Bu! Saras mandi dulu kalo gitu"

Tidak butuh waktu lama, sekitar pukul 10.00 pagi, Saraswati dan Ibunda siap untuk berangkat ke makam Bima.

Sesampainya di makam, Saras menaburkan bunga diatas pusara sahabatnya itu.
"Hai Bim, udah lama kita ga ketemu. Biasanya kalo hari minggu kita suka jalan-jalan keliling kota. Hari ini gue dateng sama Ibu loh"

"Halo nak Bima, gimana kabarnya disana? Udah bahagia kan? Liat nih sahabatmu kerjaannya sedih mulu, nangis mulu. Pasti kamu ngetawain dia kan Bim? Jelek banget dia tuh kalo nangis"

"Ih Ibu kok malah ngadu yang jelek-jelek sih. Jangan dengerin Ibu ya Bim. Gini-gini gue udah siap loh buat aksi terakhir nanti, doain gue Bim buat bisa menangin tuntutan kita. Yah... walau ada beberapa hal yang sudah terjadi diiluar harapan kita, tapi gue yakin Bim mimpi kita akan terwujud. Mimpi seorang mahasiswa biasa tentang keadilan yang nyata, perlahan tapi pasti kita akan mencapainya Bim"
"Bim, sekarang gue mau balik ya. Nanti gue mampir lagi, doain gue ya Bim dari atas sana. Titip salam buat Ayah ya Bim kalo ketemu hehehe. Dah Bima!"

Saras pun pergi meninggalkan pusara Bima dan mengajak Ibunda untuk pergi makan siang bersama di daerah Blok M. Tempat itu bernama Claypot Popo, yakni salah satu tempat yang sering dikunjungi olehnya dengan Bima. Mereka berbincang dan sesekali tertawa bersama, melepaskan kesedihan yang selama ini terus menyelimuti pikiran Saras.

______________________________

Keesokan harinya
Jakarta, 14 Oktober 2019

Tepat dua minggu sebelum aksi, di ruang Sekretariat BEM UI

"Temui gue di gudang waktu itu. Gue tunggu. Kalo lo ga dateng, lo tau resikonya", seperti itu bunyi pesan singkat kepada Agastya dari nomor tidak dikenal.

"Ck anjing. Mau apa sih nih orang", umpat Agastya yang mengundang tanya Saraswati, Abimanyu, Kirana, Rembulan, dan Adinda yang juga berada di ruangan tersebut.

"Lo kenapa Ga?", tanya Saras.
"Ah ngga, gue ke toilet dulu ya guys", sahut Aga berusaha biasa saja.

Sesampainya di gudang itu, Aga langsung melihat orang yang sama yang memaksanya untuk membuka rencana aksi tanggal 28 Oktober nanti.

Masih dengan pertanyaan yang sama, "Bagaimana rencana kalian untuk tanggal 28 nanti? Masih tidak mau membuka mulut? Apa perlu dengan cara kekerasan untuk membuka mulut anda?"

"Anjing, mau lo apa sih? Gue ga akan kasih tau apa yang gue lakuin nanti. Itu sama aja bunuh diri!"

"Sekali lagi gue tekankan, kalo lo ga mau kasih tau justru nyawa Presma lo yang terancam. Lo tau, Presma lo itu sudah banyak yang mengincar kan? Lo harus percaya sama gue, meskipun lo ga kenal gue siapa. Percayalah ini untuk kebaikan kalian"

"Tau apa lo soal mana yang baik dan ngga? Kita aja gapernah kenal"

"Gue berusaha nolong lo, kalo memang lo ga bisa percaya gapapa. Gue harap lo ga menyesal", ucap orang tersebut dan langsung pergi meninggalkan Aga sendirian.

Setelahnya, Aga segera kembali ke ruang Sekretariat dengan perasaan sedikit gusar. Ia pun akhirnya mencoba untuk membicarakan hal ini kepada Saraswati di dalam salah satu ruang khusus Sekretariat.

"Ras, ada hal penting yan mau gue bicarain. Gue harap lo tetap bersikap tenang ya"

"Ada apa Ga? Kok keliatannya serius banget? Pasti soal aksi ya?"

JANGAN DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang