Part 4

28 2 0
                                    

Jakarta, 10 Oktober 2019
"Selamat pagi Indonesia. Kembali lagi bersama saya, Ryan Nasution. Pagi ini dikabarkan bahwa RUU Cipta Kerja telah disahkan semalam tadi oleh DPR dan kini telah resmi menjadi UU Cipta Kerja. Sedangkan, RUU TPKS dan RUU Masyarakat Adat masih bertahan menjadi rancangan karena belum adanya kesepakatan antar fraksi terkait RUU tersebut. Sekian berita pagi ini, semoga hari anda menyenangkan".

Setelah mendengar berita itu, Saraswati mematikan televisi di rumahnya.
"Menyenangkan? Apa yang menyenangkan dari berita yang dibuat oleh tikus-tikus lacur itu?"
Ia begitu marah, tapi justru air mata yang mengalir deras karena berita itu. Gagal, ia merasa gagal. Mimpinya, mimpi Bima, dan mimpi Ayahnya untuk mendapat keadilan seakan sirna.
Semua terasa sia-sia, belum sempat mereka kembali turun ke jalan, keputusan itu sudah diambil begitu saja. Entah berapa banyak orang yang tersakiti.
Jika memang itu keputusan yang terbaik kata mereka, kenapa masih belum ditemukan juga keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ini.

Lagi, Saras yang begitu tertekan pun masuk ke kamarnya. Rasa sakit hatinya ia tuangkan kembali dalam buku catatannya itu, kemudian ia menulis...

Kau bilang, kita satu bangsa
Tapi mengapa tingkahmu serupa dengan bangsat?
Kau memang pengkhianat hebat,
yang bersandiwara dengan akal sehat

Saras termenung melihat coretan yang ada dalam catatannya itu. Dalam lembar-lembar awalnya, ia melihat banyak tulisan yang membuatnya semakin terpuruk, namun ia tetap membacanya karena rindu. Tulisan itu adalah coretan dari Bima yang ditulisnya sendiri dalam buku Saras ketika mereka sedang duduk santai di Kampoeng Gallery, Kebayoran Lama. Saat itu Saras meminta Bima untuk menemaninya mencari buku-buku loak dan mainan jaman dulu yang menurutnya lucu untuk dimiliki.

Jika kebenaran adalah apa yang indah didengar oleh telinga,
maka pejamkanlah matamu dan biarkanlah hati yang berbicara.
Meskipun pikiranmu bergerilya dibawah tanda tanya,
setidaknya kita telah berusaha untuk mencari makna dalam setiap derita.

Bima - Jakarta, 18 Agustus 2018

"Saras, kenapa tiap hari gue rasa makin banyak banget ya pengemis dan pemulung? Apa kondisi negara kita lagi ga baik-baik aja?", tanya Bima kala itu.

"Entahlah Bim, gue rasa memang negara kita ga pernah dalam keadaan baik. Sejak Ayah terbunuh 3 tahun yang lalu, ga pernah satu hari pun gue merasa negara ini dalam keadaan baik Bim",

"Ah iya Ras, sorry ya malah jadi keinget bokap lo. Kalo gitu ya Ras, akhir tahun ini kita harus lanjut di BEM Ras. Lo harus jadi Presiden Mahasiswa, gue yakin lo bisa!",

"Lah kenapa jadi bahas BEM? Dan kenapa juga harus gue yang jadi Presma? Kan lo bisa Bim",

"Nggak Ras, lo yang lebih cocok. Gue tau pola pikir lo, gue tau ketulusan hati lo. Gue juga tau betapa besarnya cinta lo sama masyarakat Indonesia ini. Setiap kegiatan pengabdian masyarakat dari kampus, ga mungkin ga lo ikutin. Bahkan lo sendiri sering bikin acara sosial secara mandiri. Lo harus bisa menuangkan itu semua di wadah kita Ras, yaitu BEM UI",

"Hmmm gitu ya, gue ga yakin sih Bim. Rasanya terlalu berat, apalagi gue kan perempuan gini. Sedangkan sejak 20 tahun terakhir sih yang gue tau para Presma itu laki-laki semua",

"Udah tenang aja, percaya sama gue. Tapi lo harus janji untuk berani mengambil jabatan itu Ras. Seengganya kalau lo bisa kepilih, lo bakal diliat dan didengar oleh banyak orang Ras. Ga menutup kemungkinan pula kalo pemerintah pun mau dengar pendapat lo, itu akan jadi pijakan awal tentang mimpi lo itu Ras",

"Hahaha gue ga nyangka Bim, kenapa lo mikir sejauh in. Bahkan gue udah terlalu banyak berserah aja karena gue ga merasa bisa melakukan suatu perubahan. Lagipula... Keadilan itu utopis buat gue. Ga akan ada yang bisa memberikan keadilan dan kesejahteraan buat masyarakat kita yang se-kompleks ini",

"Nah kan, lo bilang ga nyangka gue bahas soal pijakan awal ini tapi lo malah mikirnya lebih jauh lagi. Soal keadilan dan kesejahteraan... Duh Ras, itu hal yang emang gue rasa jauh banget tercapai. Kayak mencari ujung bumi rasanya, tapi gue yakin Ras kalau lo itu orang yang bisa menggapainya. Kan ga ada salahnya mencoba",

"Iya bener Bim kalo soal kesempatan itu sih nampaknya sayang ya kalo ga diambil. Gue akan coba deh untuk ngajuin diri di Pemilihan nanti, lo harus beneran bantu gue ya Bim",

"Iya janji Ras", ucap Bima menutup percakapan sore itu.

JANGAN DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang