🍁 - 04 Insiden

568 77 4
                                    

Sudah beberapa minggu ini Jimin banyak menghabiskan waktunya untuk menemani Rosé dirumah, seperti sekarang contohnya, dia bahkan rela melakukan pemotretan lebih awal hanya untuk mendapatkan waktu luang yang banyak bersama istrinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah beberapa minggu ini Jimin banyak menghabiskan waktunya untuk menemani Rosé dirumah, seperti sekarang contohnya, dia bahkan rela melakukan pemotretan lebih awal hanya untuk mendapatkan waktu luang yang banyak bersama istrinya.

"Gimana? Kamu suka?"

"Suka, ini kue terenak yang pernah aku makan"

Keduanya tersenyum, sebelum akhirnya Rosé menyalakan televisi dan mencari tayangan yang pas untuk mereka berdua tonton bersama. Sementara Jimin, sibuk mengambil bantal dan menumpuknya di belakang. Dia tak tahu mengapa melakukannya, tapi dia rasa bantal-bantal itu akan berguna nantinya.

"Jim, kalau aku buka Toko Kue kamu setuju?"

Jimin nyaris tersedak ketika mendengar ucapan Rosé, dia segera meletakkan kembali gelasnya, dan kembali duduk dengan tenang. "Kenapa kamu tiba-tiba tanya itu?"

"Kue buatanku kurang enak ya rasanya?" tanya Rosé sekali lagi, membuat Jimin buru-buru membantahnya agar tidak terjadi kesalahpahaman.

"Bukan, apapun yang kamu buat gak pernah mengecewakan, sayang. Sungguh!"

"Tapi kenapa tadi kamu malah nanya gitu ke aku?"

Pria itu memutar otaknya, dia tak mungkin bilang kalau dia sangat tak setuju dengan apa yang Rosé pinta barusan. Dia hanya ingin wanitanya tetap dirumah dan tidak perlu mengurusi banyak hal selain dirinya, terdengar egois, tapi Jimin menginginkan itu. Hanya saja, dia tak berani mengungkapkannya. Jimin tak mau perjuangannya untuk mendapat hati Rosé akan sia-sia hanya karena ini.

"Sayang, liat. Ada film bagus yang baru tayang bulan ini, mau nonton?"

Rosé mengatup bibirnya, dia menjadi overthinking sekarang. Jimin tak pernah mengalihkan pembicaraan seperti ini saat bersamanya, namun sekarang pria itu malah melakukannya.

"Eumm.."

Rosé berbalik, menatap ke arah layar televisi dan mulai menonton. Dia berusaha untuk menikmati filmnya, tapi apa yang Jimin katakan tak juga berhenti membuatnya kepikiran. "Apa selama ini Jimin membual hanya karena ingin menyenangkanku?" batinnya

Sekali lagi, dia lirik pria itu. Jimin tampak tengah menikmati filmnya, dan juga dengan kue buatannya. Hanya saja, tak lama setelah itu, Rosé buru-buru menarik wadah tempat kue-kue buatannya itu diletakkan.

Jimin sempat terkejut, namun setelahnya dia bersikap biasa saja. Dia mencoba memaklumi istrinya, mungkin Rosé ingin memakannya atau bahkan ingin menghabiskannya—itu hal yang wajar. Jimin juga tak terlihat marah, dia justru mengecup kening Rosé sebentar sebelum akhirnya membawanya ke dalam dekapannya.

"Kue aku pasti gak enak" lirih Rosé, yang membuat Jimin sedikit terkejut mendengarnya—Apa Rosé tidak mempercayai kejujurannya tadi?

"Gak ada yang bilang begitu, aku juga kan tadi bilang kue kamu enak"

"Tapi—hh bukan apa-apa, mungkin aku aja yang terlalu mikir berlebihan"

Jemari Jimin bergerak ke tepi wajah Rosé, mengusapnya pelan, berusaha meyakinkan wanita itu untuk lebih terbuka dengannya, "Ada apa, hmm? Aku ada ngelakuin salah sama kamu?"

"Kamu gak salah, aku yang terlalu overthinking. Maaf"

"Apa ini masih tentang—kue kamu?"

"Kamu gak pernah ngalihin topik pembicaraan sebelumnya"

Jimin menggaruk keningnya, sekarang gilirannya yang bingung menjelaskan hal tersebut pada Rosé. Dia tak mau memperlihatkan keegoisannya lagi pada wanita ini, walaupun pada kenyataannya, dia masih melakukan itu.

"Sayang, sebenarnya soal kue itu—enghh, Aku tau kamu pasti benci ini, tapi—aku masih belum siap bagi kamu ke siapapun. Susah rasanya hilangin keegoisan aku yang satu ini, aku udah coba, tapi tetap gak bisa"

Hati Rosé sedikit lega mendengarnya, ternyata tak ada yang salah dari masakannya. Ini hanya persoalan Jimin yang masih sangat posesif dengannya, dan Rosé memaklumi hal tersebut, dia akan coba membujuk pria itu untuk mengerti dirinya kali ini.

"Tapi aku gak bisa diam dirumah aja, aku juga mau ada kegiatan, Jim. Aku janji, aku bakal banyak luangin waktu buat kamu"

Sialnya, Jimin tak bisa membantah. Rosé terlalu pintar meluluhkan hatinya, bahkan hanya kalimat sesederhana itu saja dia tak bisa lagi berkutik, dia benar-benar menjadi seorang suami takut istri sekarang. "Janji untuk luangin banyak waktu buat aku?"

"Janji!"

"Janji jangan kecapekan juga setelah aku kasih ijin kamu kerja. Kamu tau, aku paling gak bisa liat kamu be—"

"Jim, aku bahkan pernah hidup susah dulu. Itu udah biasa buat aku"

"Tapi itu dulu, sayang. Dan sekarang aku gak mau kamu ngerasain apa yang pernah kamu rasain dimasa lalu, sekalipun kita harus hidup susah, cukup aku yang rasain itu semua, jangan kamu"

"Tapi kita berdua, Jim. Aku gak akan mungkin setega itu biarin kamu kesusahan sendirian"

"Itu kewajibanku, dan udah jadi tanggung jawabku juga buat mastiin kamu bahagia dan gak kesusahan hidup bareng aku"

Jimin sedikit terkejut ketika Rosé tiba-tiba saja memeluknya, dia bahkan sampai terhuyung kebelakang dan berakhir jatuh diatas tumpukan bantal yang sudah ia susun sebelumnya. "Jadi kamu ijinin aku buat buka Toko Kue?"

"Kalau kamu setuju sama syarat dan ketentuan yang aku kasih, aku bakalan ijinin"

"Aku setuju, makasih, Jim"

"You're welcome, sayang"

Semula, keduanya masih saling melempar senyum tanpa memperdulikan posisi mereka. Namun, semakin lama menetap diposisi ini membuat Jimin mulai berpikir tak rasional.

Pandangannya terpecah, Rosé begitu sempurna saat dilihat dari jarak sedekat ini. Tak mungkin dirinya tak terpancing, karena nyatanya yang bawah sudah mulai terbangun dari tidurnya. Dan ini merupakan pertanda buruk untuknya.

Belum selesai urusannya dengan sang adik, suara aneh yang baru saja keluar dari televisi—tepatnya dari film yang baru saja tayang tersebut, membuat dirinya semakin salah tingkah—begitu juga dengan Rosé tentunya. Double shit!

Mengerti keadaan, Rosé segera mundur dan kembali ke tempat semula, begitu juga dengan Jimin. Pria itu buru-buru mematikan televisi, sebelum akhirnya dia memberanikan diri untuk kembali bersuara, "Aku gak tau kalau ada adegan itu" cicit Jimin, dirinya keringat dingin. Bukan karena takut, dia hanya tak tahan menahan gejolak menggebu dalam dirinya.

"Gak papa" balas Rosé seadanya, berusaha mencairkan suasana yang mendadak canggung, perkara kiss scene yang berlangsung beberapa menit lalu. Dirinya dan Jimin merasa awkard sekarang.

"Maaf, sayang. Aku ke bathroom sebentar" potong Jimin sebelum Rosé kembali bersuara, dia sudah nyaris hilang kendali. Daripada nanti dia kelepasan, lebih baik dia pamit untuk pergi guna menenangkan sang adik yang mulai tak tahu diri itu.

Dia buru-buru berlari pergi sembari menutupi aset pribadinya, entah apa yang sebenarnya terjadi pada pria itu—menurut Rosé, gelagatnya aneh, dan itu membuatnya semakin gugup.

TBC'🍁

A/N : welkambek ges, maapin ya kelamaan buat update nih cerita. Semoga masih betah, hehe.

IT'S OKAY | Jirosé Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang