dua

240 48 7
                                    


—⑆❀⑆—

Jum'at malam, Ghibran tiba-tiba rewel dan suhu tubuhnya naik ke angka tiga puluh sembilan.

Bukan hanya Tante Asti, Shena juga ikutan panik karena Regi belum pulang ke rumah. Ada pekerjaan penting yang mengharuskannya lembur sampai pukul sembilan malam—kata Tante Asti. Namun Shena sudah mengirimkan pesan pada laki-laki itu, mengabari bahwa Ghibran demam tinggi dan sekarang masih merengek di pelukan Neneknya.

Ah ya, Tante Asti yang memberikan nomor Shena pada Regi. Dan Regi-lah yang pertama kali menghubungi Shena melalui whatsapp sekitar tiga hari yang lalu, untuk menitip diapers Ghibran karena kebetulan waktu itu Shena tengah belanja bulanan.

"Regi udah bales, Shen?" Tanya Tante Asti.

Shena menggeleng, "belum, Tante. Kayaknya Mas Regi lagi nggak pegang hape."

"Oh gitu," kata Tante Asti, "kasihan ya Ghibran. Kasihan juga Regi."

Shena duduk di sebelah Tante Asti yang masih memangku Ghibran, "kenapa, Tante?"

"Ya kasihan, Ghibran sering banget ditinggalin Papanya pergi. Regi-nya juga kasihan, harus kerja, harus bagi waktu juga buat Ghibran."

Shena ingin sekali bertanya mengenai Mama Ghibran. Namun dia merasa tidak enak, dan sepertinya bukan urusan dia juga untuk menanyakan hal yang terlalu privasi seperti itu. Biarlah, pikir Shena. Tugasnya saat ini hanyalah bantu menjaga Ghibran dan menyayangi anak itu setulus hati.

"Sekarang kan ada aku, Tante. Kalo Mas Regi atau Tante butuh bantuan buat jagain Ghibran, aku mau kok," kata Shena melepas senyum.

"Makasih ya, Shena. Kamu baik banget. Makanya Ghibran juga betah sama kamu," kata Tante Asti.

Setelah itu, gantian Shena yang menemani Ghibran karena Tante Asti beranjak ke dapur untuk membuatkan sebotol susu. Selama di pangkuannya, Ghibran tak lepas dari bersandar di dada Shena yang hangat. Dia menggenggam atasan yang dipakai oleh Shena. Erat sekali sampai Shena berpikir bahwa bocah ini benar-benar membutuhkan perlindungan.

Tanpa sadar mata Shena berkaca-kaca. Kilas balik mengenai apa yang selalu ia lihat di rumah ini memenuhi pikirannya dan mengganggunya.

Benar apa kata Tante Asti. Kasihan sekali Ghibran. Dan kasihan juga Regi.

Sebagai perempuan, dia juga tidak yakin kalau dia bisa berkarir sambil mengurus anak di rumah. Shena saja selalu kelelahan setiap pulang kerja, dan inginnya tidur cepat. Sedangkan Regi..., sepulang dari kantor dia tidak bisa beristirahat karena Ghibran yang sering bangun hingga hampir pukul sepuluh atau sembilan. Belum lagi jika dia terjaga dan minta dibuatkan susu. Atau pagi-pagi Ghibran bangun lebih awal dan menghambat persiapan Regi pergi ke kantor.

Kasihan laki-laki itu.

"Kepalanya sakit ya, sayang? Ghibran pusing?" Tanya Shena sambil mengusap-usap kepala Ghibran. Namun dia tidak mendapat jawaban dari Ghibran. Tatapan mata anak itu kosong dan layu.

Malam itu Shena memutuskan untuk menidurkan Ghibran di kamarnya. Kalau Regi sudah pulang nanti, baru anak itu akan dibawa pindah ke kamarnya di lantai dua.

"Tidur di bawah aja, kalo dipindahin ke atas repot nanti kalo kebangun," kata Tante Asti saat Regi sudah pulang dan mengecek anaknya di kamar Shena.

Another Name for Love is BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang