BAGIAN 4

96 9 0
                                    

Meski wajahnya dipasang angker dan kesan tidak takut sedikit pun, tapi sesungguhnya nyali Petani Kere mulai ciut setelah menerima gebrakan Rangga tadi. Hanya sekali gebrak saja, dia telah merasakan kehebatan pemuda di depannya. Itu menandakan kalau pemuda ini memiliki kepandaian hebat dan kalau menyerang lagi apakah masih mampu menahannya atau tidak. Tapi Petani Kere bertindak nekat. Tiba-tiba....
"Heaaat...!"
Disertai teriakan menggelegar, Petani Kere itu melesat dengan hantaman bertubi-tubi. Namun sambil melangkah ke belakang dengan tubuh meliuk, Pendekar Rajawali Sakti mampu menghindarinya. Bahkan pada jarak tertentu, tiba-tiba Rangga berputar seraya melepas tendangan menggeledek. Petani Kere terkesiap. Dengan tangan kanan dicobanya untuk memapak.
Plak!
"Uhh...!"
Meski berhasil menangkis, namun tak urung wajah Petani Kere meringis kesakitan. Dari adu tenaga barusan, nyata kalau tenaga dalam pemuda itu berada di atasnya. Dan kalau ini terjadi terus, tidak sampai lima jurus dia bakal dapat dijatuhkan.
Namun dugaan Petani Kere keliru. Karena baru menginjak jurus berikutnya, tiba-tiba Pendekar Rajawali Sakti melenting tinggi ke udara dengan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Beberapa kali tubuhnya berputar, lalu mendadak meluruk deras ke arah Petani Kere. Saat itu juga lewat jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali', tangan kanannya menyodok ke dada. Begitu cepat gerakannya, sehingga Petani Kere hanya melongo saja. Tahu-tahu....
Begkh...!
"Aaakh...!"
Petani Kere terjatuh di tanah disertai teriakan kesakitan. Dari mulutnya mengeluarkan darah segar. Untung saja Pendekar Rajawali Sakti tadi tidak mengerahkan tenaga dalam sepenuhnya. Kalau sampai itu terjadi, bukan tak mungkin dadanya akan amblong!
Sementara itu, Rangga yang sudah mendarat di tanah sudah bersiap-siap kembali, bila Petani Kere akan menyerang lagi. Namun sebelum itu terjadi....
"Hentikan!"
"Hmm!"
Pendekar Rajawali Sakti bergumam tak jelas ketika terdengar suara bentakan dari belakang. Seketika tubuhnya berbalik.
Rangga melihat seorang laki-laki setengah baya berperut gendut tengah berdiri di ambang pintu bangunan tua itu. Wajahnya tampak kaku, menyiratkan ketidaksenangannya terhadap kehadiran Pendekar Rajawali Sakti. Sementara di kanan-kirinya berbaris rapi beberapa tokoh persilatan yang selama ini mengawalnya.
"Adipati Sangkaran! Senang sekali bisa bertemu denganmu!" sapa Rangga. Meski memanggil dengan sebutan adipati, sesungguhnya tekanan suaranya tadi jelas-jelas menyiratkan ketidaksenangannya.
"Terus terang saja, apa maksud kedatanganmu ke sini?" tanya laki-laki berperut gendut yang dipanggil Adipati Sangkaran. (Untuk mengetahui siapa itu Adipati Sangkaran, silakan baca serial Pendekar Rajawali Sakti dalam kisah Ancaman Dari Utara)
"Aku tidak membiarkan orang yang telah berbuat kelaliman berkeliaran begitu saja!" desis Rangga.
"Kau lihat orang-orang ini, Pendekar Rajawali Sakti? Mereka setia padaku dan rela bersabung nyawa jika nyawaku terancam. Kutawarkan perdamaian padamu. Dan kau boleh tinggalkan tempat ini dengan aman!" ujar Adipati Sangkaran, yang disertai ancaman.
Rangga tersenyum kecut.
"Apa urusannya dengan mereka? Aku hanya berurusan denganmu. Dan kalau mereka ikut campur, maka tanggung sendiri akibatnya!" balas Rangga, kalem.
Dengan kata-kata Pendekar Rajawali Sakti barusan, jelas merupakan tantangan bagi para tokoh persilatan yang berdiri di belakang Adipati Sangkaran. Harga diri mereka merasa terinjak jika tak menyambut tantangan itu. Apalagi mereka punya kewajiban melindungi junjungannya.
Mereka memang sudah mendengar kehebatan Pendekar Rajawali Sakti. Tapi kali ini tidak membuat mereka gentar. Toh, belum dicoba. Begitu pikir mereka. Maka saat itu juga melompat satu orang ke depan. Orang ini bertubuh lebih besar. Wajahnya garang. Sepasang alisnya terangkat ketika memutar-mutar tombak di depan Pendekar Rajawali Sakti.
"Pendekar Rajawali Sakti! Kau boleh berhadapan dengan Tombak Setan bila hendak mencelakai junjunganku!" teriak laki-laki bertubuh tinggi besar yang mengaku berjuluk si Tombak Setan. Suaranya terdengar serak dan parau.
"Kuperingatkan! Kalian hanyalah budak dari durjana itu. Oleh sebab itu, pergilah sebelum pikiranku berubah...!" desis Rangga.
"Banyak mulut! Heaaa...!"
Wuk! Set!
Tombak Setan langsung memutar tombak dan menghujamkannya ke jantung Rangga. Namun Pendekar Rajawali Sakti hanya perlu melompat sedikit ke samping, lalu memutar tubuh untuk melepas tendangan.
Duk!
"Hugkh!"
Tendangan Rangga tepat menghantam ulu hati. Saat itu juga muka seram Tombak Setan berubah. Kini wajahnya berkerut menahan nyeri ketika terhuyung-huyung ke belakang.
"Heaaa...!"
Rangga tak memberi kesempatan, langsung melesat. Ternyata dalam keadaan demikian, Tombak Setan masih mampu menyabetkan senjatanya.
"Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat bersalto di udara. Entah kebetulan atau tidak sebelah kakinya mendarat di batang tombak lawannya. Sementara kaki yang satu lagi cepat sekali menghantam dagu Tombak Setan.
Duk!
"Uhh...!"
Tendangan Pendekar Rajawali Sakti tepat menghantam jalan saraf Tombak Setan. Seketika Laki-laki tinggi besar ini ambruk ke tanah. Pingsan!
Melihat kejadian itu, nyali Adipati Sangkaran sedikit ciut. Namun dia masih punya harapan ketika dua orang anak buahnya langsung melompat ke hadapan Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau boleh mengalahkannya! Tapi jangan coba-coba terhadap Ular Besi dan Gong Sekati!" dengus salah seorang yang bersenjata rantai panjang. Pada ujung rantai terdapat mata tombak runcing.
Dan di dunia persilatan, dia dijuluki Ular Besi. Yang seorang lagi bertubuh pendek. Dia membawa sebuah gong beserta pemukulnya. Orang ini bergelar Gong Sekati. Padahal nama sebenarnya Kalapu. Tanpa basa-basi lagi, mereka menyerang Pendekar Rajawali Sakti bersamaan.
"Heaaa...!"
Wut! Wuk!
Si Ular Besi memutar-mutar rantainya, seperti hendak membelit Pendekar Rajawali Sakti. Sementara si Gong Sekati siap mengayunkan pemukul Gongnya.
"Hup!"
Rangga seketika membuka jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Saat itu juga tubuhnya meliuk-liuk indah ditopang oleh gerakan kaki yang lincah. Sampai sejauh ini, tak satu serangan pun yang berhasil menyentuh tubuhnya. Mendadak, lewat satu gerakan tak terduga, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat cepat sekali. Tubuhnya bergerak memutari kedua lawannya. Jelas Rangga tengah mengerahkan jurus 'Seribu Rajawali'. Maka saat itu juga tubuhnya berubah bagai seribu jumlahnya.
"Heh?!"
Si Ular Besi terkesiap melihat tubuh Pendekar Rajawali Sakti berubah jadi banyak. Dan sebelum dia menyadari apa yang terjadi....
Des!
"Akh!"
Dan Rangga tak memberi kesempatan meski sekejap pun. Begitu lawannya termangu, dilepaskannya satu pukulan telak yang bersarang diulu hati. Ki Jambangan menjerit kesakitan ketika tubuhnya terlempar ke belakang. Dia ingin segera bangkit, tapi tak mampu. Gong Sekati yang melihat temannya terlempar jadi terkejut. Namun dia cepat memukul-mukul gongnya disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
Dang! Dong! Dang...!
Dengan begitu, laki-laki ini bermaksud membuyarkan perhatian Pendekar Rajawali Sakti. Memang suara gong yang ditabuh begitu kuat menindih pendengaran Rangga. Namun Rangga pun tak tinggal diam. Cepat disalurkannya hawa murni, seraya meningkatkan tenaga dalamnya. Lalu tiba-tiba salah satu tubuhnya yang berubah banyak itu, berkelebat cepat ke arah Gong Sekati. Dan....
Desss...!
"Aaakh...!"
Telak sekali hantaman Pendekar Rajawali Sakti yang langsung mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali', mendarat di dada Gong Sekati hingga terlempar beberapa langkah. Laki-laki itu menjerit kesakitan sambil memegangi dadanya yang terasa sesak.
Kedigdayaan Pendekar Rajawali Sakti semakin membuat ciut nyali Adipati Sangkaran. Tiga jagonya keok. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti tak kurang suatu apa pun.
"Astaga! Ki Kalapu nyaris mampus hanya beberapa gebrakan. Bukan main!" puji Adipati Sangkaran di hati.
Sementara itu di hadapan Pendekar Rajawali Sakti telah berdiri penantang lain. Dia adalah seorang laki-laki setengah baya bertubuh sedang. Kepalanya gundul. Dia tidak membawa senjata apa pun. Namun dari sorot matanya terasa kalau laki-laki ini memiliki tenaga dalam hebat.
"Pendekar Rajawali Sakti! Kini kau lawanku!" desis laki-laki botak ini.
"Aku heran! Mestinya kepandaian kalian bisa digunakan untuk jalan kebaikan. Tapi kenapa mesti bekerja dengan orang telengas macam Adipati Sangkaran?" kata Rangga, dingin.
"Kau tak tahu apa-apa tentangnya!" sentak laki-laki botak itu.
"Dia adalah bajingan tengik yang telah begitu tega memperkosa putri tirinya! Dan dia adalah seorang pemberontak!" dengus Rangga.
Laki-laki botak ini tak bisa bicara lagi. Wajahnya berkerut menahan amarah.
"Walet Batu! Kau kubayar bukan untuk adu mulut dengannya! Bereskan dia lekas!" teriak Adipati Sangkaran, membakar amarah laki-laki botak yang ternyata berjuluk Walet Batu.
"O, jadi kau yang berjuluk Walet Batu? Sayang sekali, orang sepertimu mesti bekerja pada manusia durjana seperti Sangkaran...!"
"Pendekar Rajawali Sakti! Lebih baik tutup mulutmu! Atau aku yang akan membungkamnya!" bentak si Walet Batu.
"Hm, mestinya julukanmu jangan Walet Batu, tapi Kepala Batu!"
"Kurang ajar!"
Saat itu juga Walet Batu melompat menyerang dengan hantaman tangan bertubi-tubi. Gerakannya gesit. Angin serangannya mengandung tenaga dalam kuat. Orang ini memang bertenaga besar dan mampu bergerak gesit. Seperti julukannya, dia mampu bergerak secepat walet.
"Hup!"
Rangga yang telah mendengar kehebatan Walet Batu tidak mau bertindak ayal-ayalan. Seketika tenaga dalamnya dikerahkan. Telapak kirinya yang terkembang cepat menahan kepalan kanan Walet Batu yang bergerak cepat.
Plak!
Terjadi benturan keras. Tubuh Walet Batu bergetar dan terasa ada sesuatu dorongan tenaga luar biasa. Dia sempoyongan dengan kuda-kuda goyah. Sementara Rangga tegak berdiri. Seolah memberi kesempatan pada Walet Batu untuk menyerang.
"Heaaa...!"
"Nekat juga rupanya kau!" gumam Rangga sambil tersenyum pahit.
Walet Batu kali ini melesat ke atas. Kedua tangannya terkepal, hendak menghantam Pendekar Rajawali Sakti. Sambil melangkah mundur, Rangga menangkis gesit. Dan ketika Walet Batu hendak menghantam dadanya, Rangga meliukkan tubuhnya dengan manis sekali. Bahkan seketika kakinya terangkat lurus menghantam dada.
Desss...!
"Aaakh...!"
Si Walet Batu terlontar deras ke belakang disertai jerit kesakitan. Begitu menjejak tanah, langkahnya sempoyongan.
Kesempatan itu digunakan Pendekar Rajawali Sakti untuk melesat dengan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'!
"Hup! Yeaaa...!"
"Ohh...!"
Bukan main kagetnya si Walet Batu ketika melihat Pendekar Rajawali Sakti menyerangnya dengan satu gedoran keras. Padahal saat itu dia betul-betul tidak siap. Hingga akibatnya...
Desss...!
"Akh!"
Tubuh Walet Batu terhempas ke tanah disertai pekik kesakitan. Tak ayal lagi, darah mengucur deras dari mulutnya. Sebenarnya dengan serangan sebelumnya, Walet Batu telah terluka dalam. Dan dia berusaha menyembunyikannya dengan menutup mulutnya rapat-rapat. Namun serangan Rangga barusan benar-benar membuatnya tak bisa bangkit lagi.
"Hoeekh...!"
Tepat ketika si Walet Batu batuk-batuk muntah darah, Rangga berkelebat ke arah Adipati Sangkaran.
"Eeeeh...!"
Adipati Sangkaran terkesiap. Dan sebelum dia berbuat sesuatu, Pendekar Rajawali Sakti telah menggerakkan tangan kanannya ke tengkuk.
Tuk!
"Ohh...!"
Satu buah totokan, langsung membuat Adipati Sangkaran pingsan dengan tubuh lemas. Rangga langsung menangkap tubuh yang hendak ambruk. Lalu matanya memandang garang pada sisa anak buah Adipati Sangkaran.
"Siapa yang coba-coba hendak menyelamatkannya, maka akan mengalami nasib sama dengan yang lainnya!" teriak Rangga.
"Mau kau bawa ke mana dia?" tanya salah seorang.
"Mau kubawa ke mana, itu urusanku! Awas! Jangan ada yang coba-coba membuntuti ku, kalau masih ingin melihat matahari esok pagi!" ancam Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan pandangan berkeliling, lalu memondong tubuh Adipati Sangkaran. Saat itu juga tubuhnya berkelebat cepat. Namun baru beberapa puluh tombak melesat, Pendekar Rajawali Sakti berpapasan dengan sebuah rombongan yang dipimpin oleh seorang penunggang kuda. Empat pemuda di antara rombongan itu memanggul tandu.
"Kisanak, tahan langkahmu!" teriak orang yang berkuda.
"Hmm!"
Rangga menghentikan lesatannya. Matanya langsung terarah pada seorang laki-laki berjubah hitam. Kepalanya besar dengan sepasang mata melotot lebar seperti hendak keluar dari sarangnya. Setelah diamati seksama akan terlihat kalau sepasang matanya lebih besar ketimbang bola mata orang dewasa pada umumnya. Jadi bukan sedang menunjukkan kemarahannya. Orang inilah yang tadi mengeluarkan bentakan.
"Ada apa, Kisanak?" tanya Rangga, datar.
"Maaf, Kisanak! Siapa orang yang tengah kau bawa?" tanya laki-laki berkepala besar yang tak lain si Capung Hitam.
"Dia kawanku!" sahut Rangga singkat.
Dari jawaban serta sikapnya, jelas menunjukkan kalau Pendekar Rajawali Sakti tak senang orang itu mengganggu langkahnya. Namun laki-laki itu seperti tak mau mengerti. Atau memang sengaja?!
"Bukankah itu Adipati Sangkaran?" tanya si Capung Hitam, sambil memandang curiga.
"Kisanak, menepilah! Aku tak ingin ada urusan dengan kalian!" desis Rangga, tak mempedulikan pertanyaan si Capung Hitam.
"Justru kami yang hendak berurusan denganmu!"
"Hmm!"
Raut wajah Pendekar Rajawali Sakti berubah tegang mendengar jawaban itu.
"Sebenarnya kedatangan kami ke sini ada keperluan dengan Adipati Sangkaran. Namun karena kau telah mengacaukannya, maka terpaksa kita berurusan," lanjut si Capung Hitam.
"Maaf, Kisanak! Aku tak suka diganggu! Aku tak peduli urusanmu. Dan orang dalam pondongan ku harus kuserahkan pada seseorang...."
"Jangan bicara gegabah, Anak Muda! Kau belum tahu siapa aku!" bentak si Capung Hitam.
"Aku tak perlu tahu siapa kau. Tapi siapa pun yang coba menghalangi jalanku, jangan salahkan kalau aku bertindak keras!"
"Hahaha...! Apakah kau pikir bisa bertingkah di depanku?!"

***

210. Pendekar Rajawali Sakti : Misteri Wanita BertopengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang