BAGIAN 7

99 10 0
                                    

"Jangan pedulikan ocehannya! Bunuh dia...!" bentak si Golok Terbang.
Serentak belasan orang berpakaian serba hitam ini melompat menerjang.
"Heaaat!"
Raja Penyair melompat ke sana kemari sambil menangkis serangan dengan penggesek ditangannya.
Trak! Trak!
Begitu lincah dan cepat gerakan Raja Penyair. Bahkan ketika penggesek rebabnya meliuk-liuk mencari sasaran, tak seorang pun yang bisa mencegahnya.
Pletak!
"Aaakh...!"
Seorang lawan menjerit kesakitan. Punggung­nya robek seperti yang dialami si Golok Terbang, tersabet penggesek rebab milik Raja Penyair.
"Hehehe...! Satu! Sekarang jadi dua!" seru Raja Penyair sambil terus berlompat menghindari sambaran tombak sekaligus. Bahkan tiba-tiba saja kedua kakinya bergerak lincah menendang.
Pak! Pak! Pletak!
"Aaakh...!"
Tombak di tangan mereka terpental. Dan sebe­lum mereka sempat berbuat sesuatu, tengkuk mereka telah tersabet senjata aneh milik Raja Penyair. Kcduanya langsung sempoyongan sambil menjerit kesakitan.
"Salah! Ternyata jadi tiga! Hehehe...!" si Raja Penyair.
"Setan!"
Si Golok Terbang kesal bukan main melihat ulah Raja Penyair. Namun dia sendiri tak mampu berbuat apa-apa. Apalagi ketika laki-laki bertopeng perempuan itu mulai mengamuk. Hatinya pun kian dikekang ketakutan. Dan dia semakin bertambah gentar saja ketika dalam waktu singkat satu persatu anak buahnya lumpuh tak bangun-bangun lagi.
"Hehehe...! Sekarang tinggal kau seorang...!" tunjuk Raja Penyair pada si Golok Terbang.
"Huh!"
Meski nyalinya semakin ciut, namun si Golok Terbang masih mampu pasang lagak dengan menunjukkan wajah bengis.
"Pilihlah kematianmu dengan cara bagaimana!" ledek Raja Penyair.
"Phuih...! Kau kira mudah membunuhku?!"
"Hehehe...! Membunuh adalah mudah bagi Yang Maha Pencipta, seperti mudahnya menghidupkan yang mati. Aku bukan Maha Pencipta. Namun aku sanggup memisahkan leher dari tubuhmu!" sahut Raja Penyair.
"Keparat! Aku pun mampu mengorek jantungmu!" seru si Golok Terbang seraya membabatkan goloknya.
"Kedengarannya hebat. Tapi perlu latihan puluhan tahun untuk mampu melakukannya terhadapku. Dan orang sepertimu, meski berlatih seumur hidup, tak akan mampu melakukannya," sahut Raja Penyair menganggap enteng, langsung melenting keatas.
Dan kesombongan Raja Penyair ternyata bukan omong kosong belaka. Sebab serangan-serangan maut yang dilancarkan si Golok Terbang sama sekali tak mampu mengenai sasaran. Sebaliknya, dengan sekali serang si Golok Terbang tampak kewalahan. Penggesek rebab di tangan Raja Penyair menjadi senjata yang amat ampuh. Beberapa kali terjadi benturan, namun justru wajah si Golok Terbang yang berkerut menahan nyeri ditangan yang menjalar ke seluruh tubuh.
"Sudah cukup! Aku bosan bermain-main denganmu!" seru Raja Penyair. Begitu habis kata-katanya, tiba-tiba Raja Penyair mengebutkan senjata di tangan. Seketika serangkum angin kencang berputar-putar meluruk ke arah si Golok Terbang.
"Uhh...!"
Demikian kuatnya angin yang ditimbulkan, membuat si Golok Terbang terhuyung-huyung ke belakang. Dan pada saat itu juga Raja Penyair melesat ke arahnya dengan tangan terjulur.
Tuk!
"Aaah...!"
Satu totokan halus, mendarat di bawah tengkuk. Disertai keluhan tertahan tubuh si Golok Terbang melorot tak berdaya.
"Aku bukan pembunuh. Tapi tukang membuat syair. Hingga hari ini kupikir belum saatnya membunuh. Atau mungkin juga aku sedang tak ingin. Setelah totokanmu terlepas, kau boleh pergi dengan aman...," kata Raja Penyair tanpa mempedulikan keadaan si Golok Terbang.
Laki-laki bertopeng wajah perempuan ini melangkah mendekati Pendekar Rajawali Sakti. Begitu dekat penggesek rebabnya dikibaskan.
Tras!
Dengan sekali tebas, jala yang membungkus tubuh pemuda itu putus. Demikian pula ikatan pada kedua tangan dan kakinya.
Pluk!
Kemudian sambil berbalik, Raja Penyair melemparkan sesuatu pada Rangga.
"Minumlah obat itu. Kau telah terkena sesuatu ajian yang berasal dari makanan dan minuman. Obat itu sendiri hanya untuk mengembalikan kekuatan tubuhmu. Untuk menghilangkan pengaruh ajian itu, kau harus bersemadi," ujar Raja Penyair.
"Terima kasih. Siapa kau sebenarnya?" tanya Rangga seraya memungut obat yang diberikan laki-laki itu.
"Orang-orang menyebutku sebagai Raja Penyair. Tapi aku sendiri tidak merasa begitu...," sahut Raja Penyair merendah.
"Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih atas pertolonganmu...!" sahut Rangga seraya merangkapkan tangan di depan hidung.
"Tidak perlu! Aku menolongmu karena suatu hari mungkin aku butuh bantuanmu," cegah Raja Penyair.
"Bantuan apa yang bisa kuberikan? Katakanlah!" ujar Pendekar Rajawali Sakti, setelah menelan obat sebesar kotoran kambing.
"Tidak sekarang. Selesaikan urusanmu lebih dulu. Dan setelah itu, beritahu aku di mana harus mencarimu. Selamat tinggal!"
Setelah berkata begitu Raja Penyair melesat cepat meninggalkan tempat itu Rangga termangu memandang kepergian Raja Penyair. Dan ketika tubuhnya terasa agak segar, dia berkelebat cepat meninggalkan tempat ini.

210. Pendekar Rajawali Sakti : Misteri Wanita BertopengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang