||
||
||Ellis Swint, itu adalah namaku. Nama yang kudapatkan ketika aku dilahirkan oleh ibuku. Memiliki rupa yang cantik tentu saja membuat siapapun yang melihat pasti mengira bahwa aku adalah orang paling bahagia di dunia. Namun, pikiran itu tidaklah benar, karena hidupku yang sebenarnya sangatlah rumit dan penuh dengan kesengsaraan. Terlebih fisik cantikku bagaikan Monster bagi kedua orang tuaku.
Di kehidupanku yang seperti itu sering kali membuatku merasa tidak ingin terus hidup. Bahkan orang yang seharusnya mengasihi dan mencintaiku terus menerus membuatku menderita karena keserakahan mereka. Tubuhku selalu memar setiap kali aku pulang ke rumah.
Aku selalu berdo'a dan meminta kepada dewa agar kehidupanku diberkahi dengan kebaikan, tetapi dewa yang amat sangat aku hormati dan percaya tidak pernah mendengarkan pintaku, sampai pada akhirnya aku merasa muak dan tak sengaja menyumpahinya seolah aku meremehkannya. Di ujung rasa muakku ini, aku merasa sangat putus asa dan bertekad untuk mengakhiri hidupku dengan sebuah belati yang sudah ku asah hingga tajam. Saat belati itu menyayat pergelangan tanganku, perlahan pula aku menutup mataku di sebuah lorong yang sunyi dan gelap.
Namun, betapa terkejutnya diriku ketika aku justru kembali membuka mata, tetapi bukan lorong sunyi dan gelap tadi yang kulihat, melainkan sebuah atap yang begitu cantik dengan ukiran bunga yang khas, aku tahu itu adalah corak bunga crocus, aku pernah melihatnya di sebuah film disney berjudul Frozen, itu merupakan lambang resmi kerajaan Arendelle, disebutkan bahwa bunga itu mewakili simbol kelahiran kembali dan merupakan simbol musim semi. Dan yang kutahu dari buku sejarah yang aku pelajari dulu arti bunga itu sendiri adalah kebahagiaan.
Di situasi yang membingungkan ini, aku mendengar seseorang yang berbicara dengan menyebut kata tuan putri. Awalnya aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tanpa sadar sepertinya dewa perlahan mengabulkan pintaku dan kini aku adalah seorang putri.
***
"Ah, tuan putri anda sudah bangun rupanya?" Melihat ke arahku.
Aku memperhatikannya. Seorang perempuan dengan pakaiannya yang terlihat seperti gaun pembantu berwarna hitam putih. Sikapku yang memperhatikannya tak sengaja membuat perempuan itu ketakutan. "Tu-tuan putri maaf karena saya sudah lancang memasuki kamar anda tanpa mengetuk," ucapnya terbata-bata sembari menundukkan kepalanya.
"Aku ... siapa?" tanyaku. Entah mengapa kalimat itulah yang keluar dari mulutku padahal di pikiranku ingin menjawab 'Tidak apa-apa.'
"Eh tu-tuan putri apa anda lupa ingatan? Tuan putri lihat saya, anda mengenal saya, kan?" tanya perempuan itu dengan sedikit terbata-bata, aku bisa melihat jelas kepanikan di wajahnya, sepertinya dia benar-benar mengkhawatirkan aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Live [神からの祝福]
RomanceKehidupan yang dijalani Ellis begitu menyakitkan hingga rasanya dia tidak ingin hidup. Berapa kalipun gadis mungil itu meminta kepada dewa agar kehidupannya diberkahi dengan kebaikan, tetapi dewa yang dia percayai tidak pernah mengabulkan pintanya...