Untuk kesekian kali suaranya mengusik tidurku yang begitu menyenangkan. Aku terduduk di kasur dengan muka kusut, meliriknya dengan menyipit di pojok kamarku.
Di sana, ia menangis dengan suara memilukan sembari menutup bagian kepala dengan tangan yang dipenuhi bercak merah. Ah, membuatku kesal saja.
"Ck, apalagi yang kau tangisi?! Kau sendiri kan yang meminta menyusul ayah dan ibu!" bentakku padanya. Tangisnya makin menjadi
"Pergilah!" Aku mengacak-acak rambut frustasi. "Kalau kau ingin isi kepalamu itu kembali, maaf-maaf saja, sudah kuberikan pada kucingmu! Minta saja sana!"
Setelah mengatakan itu, aku kembali bergelung dengan guling. Menutup kepalaku dengan guling supaya isaknya tak sampai telingaku. Hey, aku hanya kasihan padanya yang terus merengek ingin ikut ayah dan ibu. Aku hanya mempermudah mereka bertemu dengan cara yang sama seperti yang dulu kulakukan pada orang tuaku. Salahku di mana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fantasi Malam (Terbit)
Short StoryPelupuk mata telah basah sepenuhnya. Mendiami mata lampu, mengapa kau tak katakan padaku? Kelamnya masa lalu, rindu yang menggebu dan alasan dibalik bercak ungu? Ada yang janggal, saat kau katakan telah bertemu ajal. Aku berteman dengan setan? Ah, t...