Happy Reading
Pagi menyambut, kehidupan Seoul mulai meniti untuk kembali sibuk saat para pengisinya hendak membanting tulang untuk tetap bertahan hidup. Matahari pagi menemani perjalanan para pejuang itu menempuh jalan kemanapun tujuan mereka. Tak lupa dengan keriuhan jalan dan sarana transportasi yang semakin saling berdesakan.
Waktu yang sama terjadi pada kediaman pasangan yang belum lama ini sah menjadi suami dan istri. Tuan dan Nyonya Kim baru yang sedang berjuang untuk bisa saling memahami dan mengenal kembali, setelah bertahun-tahun lamanya sempat keduanya terputus komunikasi dalam artian dekat.
Setiap saatnya masih menujukkan kecanggungan. Hubungan yang kaku masih sedikit sulit dicairkan oleh kebiasan baru mereka seperti pagi ini. Pola kehidupan baru yang berusaha diterima keduanya dengan berpura-pura terlihat biasa, saat mereka berpikir bahwa kebiasaan itu tidak harus mereka paksakan terjadi.
Salah satunya adalah saat So Eun harus sibuk di dapur dan mengurus kebutuhan mereka di pagi hari, lalu Kim Bum akan duduk di meja makan menunggu sarapan atau kopinya disediakan So Eun sebagai istrinya.
Alasan mengapa kebiasaan itu sebenarnya tidak harus terjadi adalah, karena Kim Bum sudah cukup lama hidup sendiri. Dia terbiasa mengurus dirinya sendiri tanpa harus merepotkan orang lain. Terutama jika itu So Eun.
Kemudian So Eun yang tidak perlu terlalu memaksakan diri untuk terlihat sebagai istri yang baik untuk Kim Bum, hanya karena tidak ingin kedua orangtua Kim Bum merasa bersalah atas pernikahan itu.
Kim Bum memilih diam, mengikuti skenario baru yang diciptakan So Eun untuk rumah tangga mereka. Selain terbiasa mandiri, Kim Bum juga terbiasa untuk tidak banyak mengeluh atas apapun. Ia tidak mau repot-repot serta enggan memikirkan itu secara berlebihan saat pada awalnya ia sudah cukup yakin, hal-hal seperti ini dengan So Eun akan cukup sering terjadi, dan tentu saja akan mempengaruhinya dari kebiasaan hidup hingga mental.
Jika harus memilih, Kim Bum tak mau demikian. Namun, dengan situasi mereka sekarang, sepertinya memang sulit untuk dihindari. Kemungkinan itu akan semakin besar, jika setiap harinya Kim Bum harus melihat pemandangan seperti pagi ini. Saat sang istri sedang menyibukkan diri untuk mengatur semua keperluan mereka berdua termasuk urusan dapur, sebelum pada akhirnya melakukan kesibukan seharian penuh.
Sampai akhirnya So Eun menyudahi kesibukan itu, "makanlah", ujarnya tanpa menatap Kim Bum yang duduk manis di kursi meja makan, sambil memainkan ponselnya sejak So Eun sibuk dengan masakannya.
So Eun melepaskan celemek dari tubuhnya, gerakannya diikuti oleh tatapan Kim Bum yang masih betah diam saat melihat So Eun tak melakukan hal yang sama sepertinya dengan duduk lalu menyendok makanan itu untuk dirinya sendiri.
"Bagaimana denganmu?" Tanya Kim Bum pada akhirnya. Mengikuti gerak-gerik So Eun yang menunjukkan tanda-tanda bahwa ia akan segera meninggalkan ruang makan.
"Aku harus ke kantor", So Eun menjawab tanpa melihat Kim Bum, lagi. Tanda yang ia berikan bahwa akan naik ke lantai dua untuk bersiap setelah menyimpan celemek yang ia kenakan.
"Setidaknya sarapanlah lebih dahulu"
"Aku bisa terlambat"
"Duduklah, sarapan saja tidak akan menghabiskan waktumu sampai tua"
"Tapi menghabiskan waktuku untuk bersiap-siap ke kantor", jawab So Eun cepat.
"So Eun...."
So Eun mulai memperlambat langkah dengan dengusan yang cenderung seperti kekesalan dari Kim Bum. Mungkin karena tidak akan ada yang menemani Kim Bum di meja makan itu. Dan menurut So Eun sikap demikian terlalu kekanak-kanakan, serta dimanja-manjakan.