"The most dangerous creature in this earth is, a fake friend"
Happy Reading
Dalam malam yang belum dalam di alam Seoul, seorang Kim So Eun duduk sendirian di atara kesibukan orang-orang di dalam ruang besar yang ia kunjungi. Rumah kedua baginya jika ingin memanjakan hasrat dengan alcohol sejati yang selalu eggan ditolak oleh tubuhnya. Penyegar pikiran dari segala belenggu hidup yang silih berganti menyiksanya.
Dibiarkan So Eun sekeliling yang terlihat sibuk dengan diri mereka, dan alcohol seperti yang ia lakukan. Berteman music yang memperdalam So Eun dengan sejuta kesesakan yang saat ini sedang menghimpitnya hingga kesulitan bernapas.
Dengan setia wanita itu duduk menanti seseorang mengisi kursi kosong di sampingnya. Sesekali ia menatap dengki dan dilema sekaligus pada cincin yang melingkar indah di jari manisnya.
Jika ini tentang keinginannya saja, sudah lama dimusnahkan So Eun cincin itu dari muka bumi ini, sekaligus yang memberikan cincin itu, mungkin. Namun hidup So Eun bukanlah perihal inginnya saja. Banyak inginnya orang lain yang juga harus So Eun pertimbangkan. Dan bahkan justru lebih sering menjadi yang paling utama So Eun lakukan.
Setelah kedengkian dari cincinnya, So Eun juga melihat pada layar ponselnya yang redup. Tidak juga ada tanda-tanda bahwa Dong Wook memberi respon dari sejuta penyesalannya.
"Mengapa menjadi aku sangat menyebalkan", decaknya sambil mengacak pelan rambutnya sendiri.
"Kau terlihat menyedihkan"
Seseorang terkekeh dengan tingkah So Eun, kemudian menepuk punggung wanita itu pelan. Sosok yang ditunggu So Eun itu mengambil kursi kosong di sampingnya. Lalu So Eun memberinya tatapan menyedihkan yang disebut.
"Selalu dengan kesialan yang sama", jawab So Eun sambil meneguk habis isi vodka pada gelasnya. Dilihatnya pemilik senyum termanis yang ia kenal itu terkekeh singkat melihat kemalangannya.
"Vodka martini?"
Ia menawarkan sang sahabat. Kemudian beralih kepada bartender di depan meja itu, "dikocok, tidak diaduk", So Eun menghafal betul selera Yoo In Na yang masih setia menonton kesedihan di wajah So Eun.
Diteruskan So Eun gelas panjang itu dari tangan sang bartender kepada In Na, lalu ia menerima tatapan iba dari sahabat di sampingnya kemudian.
"Bagaimana suamimu?" pertanyaan pertama In Na yang bisa membaca tekukan di wajah So Eun salah satunya pasti karena alasan itu.
"Menyebalkan seperti biasa", jawab So Eun kemudian mengisi gelasnya yang lain dari botol di depannya.
"Kedengarnya bukan basa basi", tukas In Na dengan perbedaan raut wajah So Eun mengatakan Kim Bum menyebalkan dari sebelumnya dengan kali ini
"Bukankah Kim Bum cukup menyenangkan menjadi seorang suami?", lanjutnya mulai menumpu kepalanya pada tangan kanannya.
So Eun berdecak, "kau bisa mengatakan itu karena bukan kau yang menikah padanya" balasnya tidak setuju yang kemudian tidak disadari So Eun bahwa In Na menggelengkan kepala, lalu menghembuskan napas itu dalam.
"Entahlah, terkadang aku berpikir aku sudah salah mengambil keputusan saat menikah dengannya"
Inna mulai dikejutkan oleh pernyataan singkat namun terlihat serius dari So Eun.
"So Eun....", wanita itu melepas tekukan tangannya kemudian meraih tangan So Eun yang sibuk menghela napas.
"Kim Bum pernah berjanji untuk belajar menghargai, belajar mendukung dan tentu belajar menjadi seorang suami yang pantas", ujar So Eun bercerita. Ada beban berat dari desahan itu. Bahwa So Eun sedang di titik sangat lelah menghadapi Kim Bum.