Aaron: Don't Hate Him

81 12 10
                                    

Kamu harus kuat meskipun memikul beban yang berat. Jangan menyerah karena kamu masih memiliki waktu untuk rehat. Untuk menjadi kuat kamu perlu diri yang sehat.

•••••

Kak Nurin berdiri, ia memberi ruang untuk Kak Aaron duduk di sampingku. Setelah mengucapkan terima kasih, Kak Aaron menduduki bagian yang semula diduduki Kak Nurin.

“Selamat ya. Lu udah berjuang ternyata,” kata Kak Aaron yang membuatku tak mengerti. Kesemsem dikit sih.

“Berjuang?” dia mengangguk sambil tersenyum.

“Ya berjuang. Sendiri lagi. Lu berhasil nemuin Kak Nurin, dan proses sidang bakal dimulai. Itu semua karena kerja keras lo.”

“Gue percaya kalo Allah bakal bantu gue, Kak.”

“I trust to. By the way, I’m sorry atas semua apa yang gue lakuin ke elo waktu itu. Harusnya gue nggak ngelakuin itu.” Kak Aaron menunduk, “harusnya gue nggak nyalahin lu juga. Karena yang salah bokap lo. Bukan lo. Elo bahkan nggak tau apa-apa soal itu.”

“Yang udah terjadi biarin aja, Kak. I’m okay.”

“Serius? Maaf, ya. Gue bener-bener emosi saat itu.” Aku mengangguk.

“By the way, katanya lo mau kasih bukti ke gue.”

Kak Aaron seketika menepuk jidatnya. “Oh iya gue lupa!” Kak Aaron merogoh sakunya. Ia memberiku flashdisk.

“Flashdisk?” ia mengangguk.

“Lo bawa laptop?” aku menggeleng.

“Yaudah lu lihat di rumah aja. Semua udah gue jelasin di dalam flashdisk itu. Anyway isinya adalah bukti yang gue maksud, sekaligus voice gue yang ngejelasin itu.” Kak Aaron melihat arlojinya. “Gue harus pergi. Kasian Bu Panti sendiri.”

Aku mengangguk. “Ya, hati-hati.”

“Pasti!”

“Thank you, ya!” teriakku.

Kak Aaron mengangguk, lantas melesat pergi meninggalkan aku dan Kak Nurin.

“Kak, di rumah Kakak ada laptop?” Kak Nurin mengangguk. “Pinjam, ya? Kita lihat video ini bareng-bareng.”

“Of course.”

—————

Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Allah sangat-sangat baik. Ia sudah banyak menimpahkan rahmat dengan menghadirkan orang-orang baik seperti Kak Nurin dan Kak Aaron.

Setelah melihat video ini, aku akan mengenalkan Kak Nurin kepada mama. Beliau pasti sangat senang melihat kasus anaknya yang sudah tidak lagi ganjil. Sekali lagi, I wanna say thanks to God.

Netraku menatap Kak Nurin, ia balik menatapku. Kali ini suasana sedikit lebih tegang. Aku takut hasilnya akan sangat memperumit hidupku.

“Udah siap?” tanya Kak Nurin. Aku menggeleng. Jujur aku masih belum siap. Masih banyak pikiran-pikiran kehilangan yang semakin bercabang.

Kak Nurin memegangi daguku sambil tersenyum. Tangannya beralih ke pipiku dan menariknya seakan menyuruh untuk tersenyum. Aku mengikut gerakan tangannya. Dia menatapku lekat, jauh lebih lekat daripada aku sendiri.

“Apa pun yang terjadi. Orang baik akan selalu bersama kamu, dan ayah kamu akan selalu menjadi ayah kamu. Apa pun alasannya kita tidak bisa memutuskan hubungan dengan orang yang sudah mengajari kita untuk kuat.”

AARON: Skizofrenia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang