Siang ini, entah kenapa Lino jadi memikirkan satu hal. Tentang sosok bocah yang pernah mencium pipinya belasan tahun silam.
Lino yang waktu itu usianya baru menginjak angka delapan tahun, Lino sedang memperhatikan beberapa orang dewasa yang sedang bermain bola di lapangan komplek rumahnya. Kemudian, Lino bisa merasakan jika ada seseorang yang duduk tepat disebelahnya. Lino menoleh dan mendapati sosok Langit—tetangganya yang berusia dua tahun lebih muda dari Lino—tersenyum menatap dirinya. Lino paham, Langit kerap kali mencari perhatiannya. Langit kerap kali menggodanya dengan meledek Lino hingga Lino kesal dan berujung mencubit pipi Langit hingga sang empunya hampir menangis.
Tapi, kali itu, Langit terdiam cukup lama. Hingga Lino menatap kearah bocah itu. Mendapati wajah Langit terlihat sendu.
"Kamu kenapa mukanya begitu?" Akhirnya, Lino kecil pun bertanya.
Sementara Langit, hanya bisa memainkan tangan kecilnya. "Kak Lino, kalo aku suka nyebelin, aku minta maaf ya."
Lino kecil hanya bisa mengangkat alisnya bingung. "Kamu tumben banget minta maaf? Disuruh bunda kamu ya?"
Langit mengangguk, "kak lino jangan kangen aku ya kalo aku pergi."
"Heh, kamu mau kemana emang?" Lino langsung menutup mulutnya. "Maksud aku, bagus deh nggak ada kamu. Jadi nggak ada yang bikin aku kesel."
"Oh, jadi, kak lino suka ya kalo aku nggak ada disini lagi? Huhu."
"Eh jangan nangis!" Lino bergerak cepat untuk menenangkan Langit, yang usianya lebih muda darinya. Kan bahaya nanti kalau kak Chris—kakak ganteng komplek kesukaannya—lihat dia nangisin anak kecil lain.
Tiba-tiba saja, Langit mengecup pipi Lino. Kemudian memeluk tubuh Lino erat sampai Lino hampir saja terjungkal jatuh. "IH KAMU NGAPAIN CIUM AKU?"
Mendengar Lino yang berteriak, Langit langsung berdiri. Ia melihat bundanya sudah ingin menghampiri, namun, sebelum ia pergi, ia ingin mengatakan satu hal.
"Aku sayang kak Lino! Dadah! Sampai ketemu lagi nanti."
Dan Lino hanya bisa terpaku. Belum lagi, beberapa teman satu kompleknya melihat adegan dimana ia dicium oleh Langit dan meledeknya secara terus-terusan. Membuat Lino akhirnya menangis karena tidak suka jadi bahan ledekan.
*** ** ***
"Hei sayang," panggilan itu membuat Lino menoleh. Mendapati Chris—yang sudah menjabat sebagai kekasihnya selama delapan bulan—sudah duduk tepat disebelahnya.
"Hei, kak. Kelasnya udah selesai?"
Chris mengangguk pelan, "kamu ngelamunin apa deh?"
"Ah? Nggak kok. Kamu ditanya duluan juga ih."
Chris terkekeh, kemudian mengangguk. "Iya, aku udah selesai kelasnya sayang. Makanya bisa nyamperin kamu kesini. Udah makan?"
Lino menggeleng kecil, "kan kakak janji ajak aku makan ramen di mall yang baru buka itu?"
"Haha, kakak kira kamu mau makan ayam geprek disini. Yaudah, mau ikut ke parkiran atau tunggu di gerbang?"
"Ikut ajaaaa!"
Chris hanya terkekeh, apalagi ketika Lino dengan tingkah lucu menarik tangannya untuk dirangkul.
"Dasar bayi..."
Lino hanya terkekeh dan menganggukkan kepalanya. Tidak peduli jika ia dipanggil bayi oleh Chris secara terus menerus.
"Kak, kamu sabtu ada acara nggak?" Tanya Lino ketika keduanya sudah berada didalam mobil milik Chris.
KAMU SEDANG MEMBACA
You are my first Love (2Min)
FanficGimana kalau semisal kehadiran Langit, bisa jadi penawar sakit hati yang Lino alami? Layaknya ketika mereka masih kecil, Langit yang mati-matian bikin kesel Lino cuma karena mau Lino tau, apapun yang terjadi Langit akan tetap ada disisinya.